2. Remaja, Pria, di Taman-2

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Impresi apa yang pertama kali tersembul manakala mendapati seseorang bertukar akal?

Pertama-tama, barangkali kabur adalah pilihan. Atau opsi yang lain, memastikan itu nyata manusia. Mungkin dia memang manusia. Hanya saja, majenun. Orang miring yang porak-parik kepalanya dan terputus logikanya. Lantas, apa langkah yang pantas dilakukan?

Orang ini lebih melangkah tidak lakukan apa-apa.

Mana tahu, kalian bakal menyukai kisah ini. Alkisah diberikan satu premis klise. Isinya tentang seorang remaja bertemu seorang pria yang kemudian ke kumpulan orang yang membicarakan seseorang yang orangnya lain tempat dan dicari seorang perempuan dan orang-orang pun berakhir ....

... pusing.

Baiklah, ralat. Telah turun kisah remedial. Suatu malam ada seorang remaja yang bertemu seorang pria, tetapi sejatinya si pria yang sedang bertemu si remaja, kemudian mereka melakukan 'ini' dan 'itu', lalu akhirnya pusing.

Jadi, mudahnya, semua jadi Pusing.

Berkat itulah, Pusing melihat seorang remaja. Gender laki-laki, postur tubuh rata-rata, penampilan unik. Pusing sulit menentukan nama. Jadi panggil saja dengan nama terbaik yang ingin kalian miliki atau yang ingin kalian punyai atau yang ingin kalian pikirkan selama ini. Dilan, Mahendra, Gibran, Devano. Steven, Peter, Rey. Kenzo, Kim. Pusing.

Untul membuat ringkas dan general, supaya mudah disimpan di kepala, tidak usah dibikin susah-susah amat karena bahasa di narasi cerita ini hanya satu. Mari panggil dia dengan sebutan yang paling luar biasa, terbaik, jempolan, tidak pernah kalian pikirkan selama hidup bertahun-tahun.

Adalah: Remaja Itu.

"Sungguh serangga yang malang," gumamnya.

Terbilanglah lampu taman nan begitu elusif. Kepala bola kacanya amat menawan dengan pendar azura, melebihi terangnya sinar rembulan biru. Telah tertariklah perhatian Remaja Itu. Sangat ingin hendak mengetahui sesuatu. Tentang bagaimana sosoknya. Tentang tingkah lakunya, tentang jati dirinya, tentang pesonanya.

Penampilan remaja yang memakai kaus abu-abu dan celana panjang hitam tampak khas khasual. Remaja Itu menengadah, memandang lampu taman.

"Kalian menginginkan cahaya, tetapi yang kalian dapat hanyalah kematian. Sunguh akhir hidup yang menyedihkan."

Serangga-serangga kecil terlihat terperangkap di dalam lampu taman. Semuanya mati. Merupa bintik-bintik hitam berkaki yang tersebar acak pada permukaan dalam kaca.

Lalu, Remaja Itu menambahkan, "Aku pernah membaca buku, mengatakan bahwa serangga mendekati cahaya lampu pada malam hari untuk mendapatkan panas. Sungguh bodoh. Apakah tidak bisa mereka mencari tempat yang lebih aman dan nyaman sehingga nyawa mereka tidak berakhir pada lampu ini?"

Remaja Itu bergumam sendiri, tidak menyadari akan datangnya seseorang dari kejauhan.

Orang tinggi besar yang menggenggam lampu senter menyala, dilambai ke depan dan ke belakang terlalu cepat. Bisa jadi sebagai undangan. Di tangan masifnya ada piring yang terdapat sari susu keras bentuk bulat. Dia memakai topi bertepi lebar, baju konyol, dan rok jambon panjang. Jangan lupa sepatu hak merah mencolok yang dikenakan kaki jangkungnya. Yang lebih penting lagi, lagaknya huru-hara macam simpanse yang habis kecolongan pisang.

Uh, bagaimana sebaiknya membuat deskripsi tentang orang besar tersebut?

Orang sedeng yang porak poranda otaknya dan terpenggal akalnya? Orang gila sudah mendekat! Lalu, apa tindakan yang harus diambil?

Remaja Itu lebih memilih tidak melakukan apa-apa. Karena Pusing bersamanya. Semua jadi Pusing. Pusing melihatnya, jadi Pusing putuskan menemaninya.

Sistem bawah sadar perkotaan tidak cukup memfilter mana penduduk waras yang boleh tinggal dan mana penduduk nonwaras yang berhak diusir. Tendensi urban mengatakan bahwa kabur adalah pilihan. Sebelum itu, berikan tampang wajah mengejek seolah ajak bertumbuk. Suplemen terbaik bagi situasi sewarna ini.

Memperhatikan air muka Remaja Itu yang bermain, orang tersebut berkial tak senang. "Kamu pikir saya siapa?"

'Uh, orang gila?' Tentu bukan demikian jawabannya. Itu tidak sopan. Sebagai warga praja yang baik dan benar, sebaiknya menjunjung adab lima S: Salam, Sapa, Sopan, Santun, puSing. Eh, Senyum.

"Bapak."

Kata seru yang menyatakan bingung. Orang tersebut bingung.

"Selamat malam, Bapak."

"Oh, malam juga." Sekarang berganti tanya. "Bagaimana kabarmu?"

Pusing. "Baik, Pak."

Remaja Itu tidak tersenyum. Si Bapak—panggilan baru—yang nyata lebih besar tubuhnya makin dekat, hanya jarak beberapa senti. Itu membuat tak nyaman. Meski demikian, yang kecil mengalah, membiarkan lampu taman turut mencurahkan sinar azura kepada Bapak yang aneh.

"Jadi, apa yang kamu lakukan di sini?" tanyanya.

"Bukankah sebelumnya sudah aku beri tahu?"

Bapak tersebut bingung. "Kemarin?"

"Iya. Aku menyampaikan 'anihilasi' melalui lampu taman."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro