#10: Clues From Chelsea (Clue #4)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Belum sempat kubayangkan bagaimana rasanya berada di posisi Chester dan Cheryl, sebuah rekaman visual mendadak terbuka secara otomatis.

Jadi, sementara mereka menemukan jasad sang ibu kandung di ruang bawah tanah rumah ini, terdengar satu kata yang menjadi penghubung sekaligus 'password' milik masing-masing rekaman dari Chloe dan Chelsea. Kata itu tak lain dari 'murder.'

Menurutku oke jika peristiwa yang membuat Mama Lynn jadi kehilangan nyawa bisa dikategorikan sebagai suatu pembunuhan, meskipun tidak disengaja. Itulah yang diungkap Chloe dari rekaman suaranya tadi. Sekarang, kenapa kata 'murder' juga menjadi 'password' rekaman yang kedua? Siapa lagi yang akan tampil?

Baru saja terbersit pertanyaan yang terakhir di pikiranku, sudah terungkap jelas jawabannya di detik pertama rekaman visual ini. Rekaman yang juga terputar di layar komunikasi di ruang bawah tanah.

Chelsea!

Ya, adik perempuan Chloe itu tampil dalam balutan kaos bra abu-abu muda dan celana jin hitam pendek setengah paha. Model rambut hitamnya yang sekarang mengikuti model rambut kakak kembarnya. Tunggu dulu, kalau kusebut 'sekarang', aku belum yakin benar. Aku tidak tahu kapan rekaman ini dibuat!

"Hai Stevan, bagaimana kabarmu?" sapa Chelsea dengan kesan menggoda yang dibuat-buat. Entah kenapa, firasatku malah bilang kalau kelakuan yang ditampilkannya kali ini sungguh menjijikkan.

Seolah menjawab pertanyaan yang akan kulontarkan, dia langsung meneruskan, "Rekaman visualku ini otomatis terbuka dalam hitungan tiga menit setelah rekaman suara milik Chloe tadi. Pasti kau bertanya-tanya sewaktu terdengar kata 'murder' dan secara mendadak ini ditampilkan."

Setelah berkata begitu, Chelsea membalikkan badan ke dinding di belakangnya. Sebuah dinding dari batu bata yang belum pernah kulihat sebelumnya. Tangan yang terkesan lembut itu mengarahkan perhatian penontonnya pada sesuatu yang menjadi tujuannya di belakang ini.

"Kau lihat tembok dari bata itu, Stevan?" tampaknya dia sedang meledeki diriku. "Tembok yang sebenarnya ada di rumah kita ini, tapi kau tak akan pernah bisa melihatnya -- kenapa? Karena keberadaan satu-satunya tembok bata di sini ini sesungguhnya di luar jangkauan kamera rumah sebagai indera penglihatanmu."

"Aku tahu di mana tembok itu berada!" seru Chester tiba-tiba. Tentu saja respons begini di luar perhitungan si kembar anak angkat Mama Lynn, sehingga Chelsea terkesan mengabaikannya.

Setelah senyuman yang menjadi 'balasan' darinya karena insiden pemukulan oleh diriku tiga tahun lalu, Chelsea meneruskan, "Rekaman visual ini terkait erat dengan rekaman suara tadi. Kata 'murder' yang menjadi kuncinya. Stevan, begitu tahu semua faktanya, kau akan teramat sangat menyesal. Saat itulah, kau akan cuma sendirian terjebak di sini sebagai sistem komputerisasi rumah ini yang abadi, tanpa ada satu orang pun yang bisa menolongmu. Kau sudah tahu jawabannya dari Chloe -- kami berdua sudah meninggal."

"Kalian bajingan!" umpat Cheryl kasar dari ruang bawah tanah. Kembali terabaikan oleh ucapan Chelsea yang berikutnya. Menurut perhitungan Chloe dan Chelsea, seharusnya cuma kehadiran diriku sebagai 'sosok penunggu' rumah yang tersisa di sini. Tidak ada orang lain lagi. Dugaanku, pastilah bagian depan rumah sengaja dibiarkan tidak terawat supaya tidak menarik minat siapa pun yang melintas -- usaha paling bagus menutupi jejak jasad Mama Lynn seandainya ada yang mencari.

"Dengan memukulku, kau telah melukai hati Chloe. Aku tahu kau tidak sengaja melakukannya, Stevan. Namun aku sengaja membiarkan kakakku itu menyimpan dendam padamu. Aku juga tahu kalau Chloe tidak pernah memaafkan kesalahanmu, termasuk permintaan maaf pertamamu pada sore hari itu di taman kota. Pembalasan dendam sekaligus rasa posesif cintanya telah membuat dirinya jadi gelap mata -- dialah yang telah membunuhmu, Stevan. Sebuah pembunuhan terencana yang rapi dan tersimpan rapat untuk selamanya."

"Hah! Jadi kau dibunuh oleh Chloe, Stevan?" tanya Cheryl spontan dengan sangat ekspresif.

"Nah, sekarang begini kan kejadiannya? Bukankah sudah kuduga tadi?" respons Chester mengingatkan. "Salah satu motifnya kutebak dengan sangat tepat -- cinta yang terlalu posesif. Motif yang satunya lagi tentulah seharusnya kita tidak tahu sejak awal, Cher -- itu wilayah privasi mereka."

Selagi Chester dan Cheryl berdialog, Chelsea tertawa-tawa senang. Kini, pemudi ini jadi terlihat bagaikan orang yang punya kelainan atau bahkan penyakit kejiwaan. Cantik memang, tetapi secara bersamaan, kelakuannya sudah membuat kita panas hati sekaligus terenyuh menyaksikan betapa sangat menyedihkan dirinya.

Kemudian, dia melanjutkan lagi kata-katanya, "Kalau kami perlakukan jenazah Mama Lynn dengan begitu istimewa di lemari besar pendingin, mayatmu kami kubur di balik tembok batu bata itu. Dasar kau memang laki-laki pecundang, Christevan!"

Tawa besar Chelsea yang sudah bisa ditebak semakin menyulut kemarahan Cheryl. "Aku tidak terima perempuan sialan itu membunuh Christevan!" raungnya dengan emosional sekali.

"Lalu, apa yang bisa kau lakukan, Cher?" sekali lagi Chester mengingatkan kembarannya. "Sebagai saudara terdekatmu, aku sendiri tidak bisa berbuat apa-apa sekarang, selain menerima semua kenyataan pahit ini."

Rekaman visual Chelsea diakhiri dengan salam perpisahan yang dibuatnya untuk mengolok-olok ketidakberdayaan diriku. Ditutupnya dengan ucapan hinaan, "Selamat menebak teka-teki keberadaan jenazahmu, calon iparku. Semoga kau beruntung," sebelum deraian tawa menyakitkan.

"Ches, kita harus menyusun rencana untuk menghabisi mereka sewaktu kaki-kaki...," Cheryl mendesak saudaranya dengan pencapaian emosi tingkat dewa.

"Kau ingin kita jadi melakukan pembunuhan? Itukah yang kau mau?" tantang Chester yang membuat diriku jadi memihak saudari kembarnya. "Apa bedanya kita dengan mereka?"

"Maafkan aku ya, Ches. Aku justru berada di pihak saudarimu," protesku padanya. "Bersama dirinya, kau baru saja kehilangan ibu kandung kalian tanpa pernah bertemu satu kali pun sewaktu sudah terbentuk kesadaran jiwa sebagai manusia yang utuh. Kebahagiaan kalian sekali lagi terenggut oleh sebuah pembunuhan. Aku tidak tahu bagaimana perlakuan kalian terhadap Daxton Phelps dan Landon Simmons sebagai para pembunuh Brandon Cherlone.

"Kalau aku berada di posisi kalian sekarang ini, akan kubuat perhitungan akan nyawa yang telah terenggut. Satu untuk Mama Lynn kalian -- kurasa itu bagianmu, Ches. Dan Cher, kau akan membalaskan kematianku yang telah membuat emosimu mendidih."

☆☆☆☆☆

Menurutmu, apakah pembunuhan dengan motif balas dendam merupakan tindakan yang tepat untuk menghadapi Chloe dan Chelsea?
Ya atau tidak, beserta alasannya, silakan tuliskan aja di sini 👇
Kalau ada jawabanmu yang lain sebagai solusi, silakan juga tuliskan di sini 👇

Apa ada hal-hal menarik baru lagi yang kamu dapatkan di chapter keempat bertema Clue ini?
Kalau ada, silakan tuliskan di sini 👇

Ada sesuatu jugakah yang bisa kamu pelajari dari APC sampai sejauh ini?
Kalau memang ada, silakan share di sini 👇

Ada yang sudah bisa menduga akan membahas apa/siapa tema 'petunjuk' chapter berikutnya dari APC ini?

Untuk memudahkan melanjutkan membacanya, silakan:

1.Jika bisa, buka aja dari link berikut:
https://tinlit.com/read-story/4326/17826

2.Jika tidak, carilah promosi Chapter 11 APC di wall akun wp saya di tgl. 15 Februari 2020 pk.16.10

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro