Part 25 - Pengumuman

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Melewati tiga hari trainer di restotan C's Steak & Seafood rasanya begitu melelahkan terutama bagi Marco. Selain karena harus berhadapan dengan sayuran hijau yang nenjadi fobia, ia pun harus dihadapkan dengan sikap dingin Syifa saat bertemu. Tapi kini semua hal yang melelahkan itu akhirnya berakhir. Marco dapat bernapas lega karena tidak perlu lagi melihat sayur-sayur hijau yang menakutkan itu.

Ini hari terakhir bagi para peserta trainer setelah melewati berbagai rintangan yang diberikan oleh juri. Tibalah bagi mereka untuk mendengarkan hasil dari apa yang telah mereka kerjakan selama tiga hari tersebut. Di dalam dapur restoran suasana kini terasa begitu mencekat, para peserta trainer berdiri dengan wajah tegang menatapi Radit dan Alsha di depan mereka.

Radit menghela napas panjang, melirik satu per satu peserta trainer. Tampak Syifa dan Eva kini saling menggenggam tangan dengan erat. Sama halnya dengan Marco dan Andi.

"Di kertas ini, sudah tertera nama pemenang. Siapa pun yang menang, tidak ada yang boleh saling membenci satu sama lain." Pak Radit membuka pembicaraan di tengah suasana yang cukup menegangkan tersebut, sambil sesekali menunjukkan selembaran kertas di tangan kanannya.

Pria itu kembali melirik satu per satu peserta yang hanya tertunduk dalam. Tanpa disadari Marco menoleh, membuat tatapannya kini beradu dengan Radit. Secepat kilat Marco melrmpar pandangan matanya.

Sebelumnya Marco telah menitipkan nama Syifa kepada Pak Radit agar dapat menjadi pemenang. Tapi entah kenapa perasaannya menjadi tidak tenang. Tatapan mata Radit membuatnya meragu.

Kenapa ini? Kok gue jadi deg-degan gini. Syifa pasti menang kan.

Seakan dapat mendengar ungkapan hati Marco. Radit kembali angkat suara. "Semua hasil penilaian kalian selama satu minggu telah tertera semua di sini," tunjuknya pada kertas tadi. "Tidak ada diksriminasi di sini, semua murni karena kemampuan kalian."

Marco tertegun mendengarnya. Hingga tanpa sadar cowok itu meneguk salivanya sendiri. Pikirannya semakin kacau tak karuan.

Ada apa sih sebenarnya? Apa Pak Radit tidak akan memenangkan Syifa?

Membenarkan posisi berdiri, Radit kembali melanjutkan mengumumkan pemenang yang tertera di kertas. "Pemenang training koki di C's Steak & Seafood Resto, jatuh kepada...."

Dag Dig Dug

Denyut jantung Syifa kini mulai berdentum kencang. Tangannya semakin terasa dingin. Dan kini kepala gadis itu sedikit merasa pusing.

"Selamat untuk peserta...." Radit menyeka pembicaraannya dan kembali menatap peserta trainer. Ia sengaja melakukan hal itu demi membuat peserta semakin penasaran.

Eva yang sedari tadi menggenggam tangan Syifa kini mulai merasakan aura berbeda di sana. Suhu dingin menyeruak dari tangan mungil Syifa. Demi memastikan apa yang terjadi, ia lekas menoleh sajabatnya. Betapa terkejutnya ia saat melihat posisi Syifa yang sudah tertunduk lesu dengan keringat mengucur deras di pinggiran wajahnya.

"Syifa!" Eva lekas berteriak dan mengangkat tangan Syifa. Ia menggosok tangan itu agar bisa mendapatkan kehangatan.

Teriakan Eva yang keras segera mengubah atensi semua orang di sana. Syifa langsung terduduk lemas karena tak mampu lagi menahan tubuhnya.

Dengan sigap Marco mendekati Syifa. "Loe kenapa, Syifa?" Dirabanya dahi gadis itu untuk memastikan suhu tubuh sahabatnya.

"Panas banget." Marco gelagap tak tau harus berbuat apa.

"Nggak pa...." Syifa berusaha meyakinkan semua orang bahwa dirinya baik-baik saja. Tapi sayang suara lirih itu justru mengatakan bahwa ia sedang tidak baik.

Syifa merasakan tubuhnya semakin melemah. Sayup-sayup ia melirik semua orang yang kini mengerumuninya. Dan perlahan mata sipit itu mengatup.

"Bawa ke rumah sakit." Radit segera mendekat, ia menjulurkan tangannya ke tubuh Syifa.

"Tunggu, Bapak mau ngapain?" Marco menghalau tangan Radit dan menatapnya sinis. "Biar saya yang angkat Syifa."

Bukannya marah Radit malah tersenyum membalas tatapan Marco yang menghunus. Diraihnya kembali tubuh gadis itu untuk segera digendong. "Kamu gak akan kuat, biar saya saja."

Marco mengalah, ia tau betul bahwa postir tubuhnya sangat berbanding jauh dengan Radit. Pria itu tinggi tegap dan gagah sedangkan dirinya kurus dan tak bertenaga. Marco pun membiarkan Radit menggendong hingga masuk ke dalam mobil. Namun ia tetap mengiringi langkah Radit.

"Alsha biarkan anak-anak yang lain pulang dulu, pengumumannya kita tunda saja." Radit memberi titah kepada Alsha yang sedari tadi mengekorinya. Alsha pun mengangguk dan lekas kembali ke dapur restoran.

"Saya ikut, Pak." Marco menawarkan diri untuk ikut. Ia tidak ingin meninggalkan sahabatnya itu seorang diri.

"Sebaiknya kamu pulang saja, biar saya dan Alsha yang pergi," tolak Radit.

Tak lama setelah itu Alsha kembali menemui Radit yang diikuti oleh Eva dan Andi. Mereka prihatin memandangi Syifa yang sudah terbaring di jok mobil belakang dalam keadaan pingsan.

"Ayo Alsha," Radit mengajam Alsha untuk masuk ke mobil. Ia tak memperdulikan Marco yang begitu ingin ikut mengantar Syifa ke rumah sakit.

Marco tak tinggal diam, tanpa disuruh ia mengekor langkah Alsha dan membuka pintu untuk masuk ke mobil. Ia memopong kepala Syifa untuk untuk kemudian dipangku.

"Kamu itu memang keras kepala, ya," ucap Radit menoleh spion demi melirik Marco.

Marco tak menggubris. Ia hanya memberikan senyum untuk menjawab perkataan Radit.

****

Setelah mendapatkan pengobatan dan perawatan, dokter pun keluar dari kamar pasien. Di luar ruangan, Radit, Alsha, dan Marco sudah cemas menunggu.

"Gimana Dok keadaannya?" Ketiga orang itu berburu pertanyaan kepada dokter. Membuat dokter tampan itu tersenyum.

"Pasien sudah kita infus dan keadaannya sudah stabil. Hanya kelelahan saja. Pasien sudah kita kasih obat penenang dan kini sedang tidur." Penjelasan dokter membuat ketiganya mengangguk paham. "Baiklah kalau begitu saya permisi dulu."

Tanpa menunggu aba-aba Marco lekas masuk ke dalam kamar pasien. Alsha dan Radit saling beradu pandang karena aneh melihat tingkah Marco. Tetapi sesaat setelah itu mereka pun ikut masuk ke dalam.

Marco duduk di samping Syifa, sesekali mengelus tangan gadis itu dengan lembut. Tatapan matanya tak dapat lepas dari sosok yang kini masih memejamkan matanya.

"Loe kapan sadarnya, Syifa? Jangan bikin gue panik dong. Udah dimusuhin di sekolah, masa iya gue dibikin panik juga," adunya kepada Syifa yang tampaknya masih dalam keadaan pingsan.

Marco berganti mengarahkan tangannya ke kaki Syifa. Ia memijatnya pelan berharap sahabatnya itu cepat sadar. Namun tanpa disadari Marco, ternyata Syifa telah sadar dari pingsannya. Gadis itu mengedipkan mata saat Alsha dan Radit hendak melangkah mendekat.

Tau apa yang diinginkan Syifa, keduanya tetap diam di tempat. Mereka hanya bisa mengamati tingkah kedua remaja SMA tersebut.


"Syifa ... jangan siksa gue lagi dong. Loe ga tau kan gimana tersiksanya saat loe ngejauh dari gue," cerocos Marco sambil terus memijat pelan kaki Syifa. "Gue udah kaya orang gila, Fa. Melebihi gilanya seorang cowok yang baru diputusin ceweknya karena si cewek selingkuh."

"Kok bisa sih ceweknya yang mutusin cowok? Kan tuh cewek yang selingkuh?" tanya Syifa setelah mendengar pernyataan Marco.

Pria itu terdiam dan menghentikan gerakan tangannya. Rasanya ia baru saja mendengar suara lembut milik Syifa. Tapi itu tidak mungkinlah, kan Syifa masih pingsan, pikir Marco membenarkan logikanya.

"Kok malah diem? Atau loe emang nggak mau jawab gue?" Lagi-lagi suara itu mengganggu Marco. Beberapa kali ia menarik telinganya memastikan tak terjadi masalah dengan indera pendengarannya.

Marco gegas menengok ke belakang, memastikan bahwa yang tadi bicara bukanlah Syifa. Namun sayangnya dugaan itu salah besar saat melirik Syifa yang sudah dalam keadaan sadar dengan mata terbuka.

"Lho kok?" Marco tercengang menunjuk Syifa. Ia kemudian berganti menunjuk Alsha dan Radit. Dan ternyata keduanya hanya memberi sengiran girang atas apa yang baru saja mereka saksikan. "Kok? Di-a ud-ah ba-bang-bangun?" Marco gelagapan menoleh Syifa, Radit, dan Alsha.

"Iya. Gue udah bangun daritadi," jawab gadis itu datar.

"Be- be." Marco menepuk dahinya.

Aish kok jadi gagap gini? Gue kan Marco bukan Aziz gagap.

"Loe denger semuanya?" tanyanya Marco. Syifa mengangguk membuat pria itu justru kini meringis dan menutup mukanya karena malu.

****

Bersambung.

Hai semua, masih pada nungguin update-an cerita ini kan? Iya dongs harus ya wkwkwk. #maksa banget. 😂 betewe makasih banyak yaa buat semua pembaca yang masih dan setia membaca A Silent of Friendship.

Tetap ikuti kelanjutan ceritanya ya, dan jangan lupa kasih vote, komentar, krititik, serta sarannya untuk cerita ini. Cause tanpa kalian aku butiran debu 😥

Aku sayang kalian semua 😙

elinaqueera 😊😊

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro