Tiga belas

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Usai makan malam yang lewat terlalu larut dari waktu yang seharusnya, Edymar, putri ketiga Vicente Rodriguez memeriksa luka-luka yang dialami oleh Adjani di satu kamar yang telah dipersiapkan untuk gadis itu. Meski mulanya merasa amat malu dan gugup, Adjani yang ditemani oleh Melody dan Lala pada akhirnya mau menunjukkan luka-luka di tubuhnya itu. Reaksi Edymar tidak jauh berbeda seperti yang dilakukan oleh Lala dan Melody saat pertama kali melihat Adjani yang malah menganggap luka di tubuhnya adalah hal biasa. Tabib muda nan jelita itu bahkan tidak bisa menghentikan laju air mata tiap kali matanya menjelajah tiap senti sudut tubuh Adjani yang penuh luka. Mulai dari sisi kepala yang pernah terbakar, sebelah mata yang memutih, luka gigitan Leon di sepanjang leher hingga bahu, bekas lecutan cemeti di punggung yang mirip daging panggang, luka sabetan di tangan, betis dan kondisi tulang kering yang tidak lagi normal membuat matanya basah.

"Setelah semua ini, aku tidak bisa bayangkan kau  tetap bertahan, Adjani." Edymar menggelengkan kepala. Gaun kirtle yang masih ia kenakan lewat dini hari itu terlihat amat indah di mata Adjani. Warnanya yang mirip lumut dan berbahan halus membuat gadis itu terpesona selama beberapa detik hingga ia nyaris lupa ada tiga orang wanita dewasa yang menatapnya prihatin.

"Oh, bukan masalah." Ia menjawab pendek. Nyatanya saat tangan Edymar terarah pada luka-luka di punggung gadis itu, ia sesekali mengerenyit. Butuh beberapa menit setelah pemeriksaan secara menyeluruh, tabib cantik itu memutuskan membalur ramuan obat yang telah ia racik untuk mempercepat luka mengering. Tentu saja tidak hanya itu, dengan gerakan tangan yang menakjubkan, Adjani dan Shield bisa melihat bahwa Edymar menggunakan kemampuan penyembuhan untuk memperkuat efek obat yang dibuatnya.

Ah, dia salah satu pemegang berlian, Shield menggumam lewat telepati pada Adjani, agar Lala, Melody, dan Edymar, tentu saja, tidak mendengar obrolan mereka.

Tangan kanan Edymar mengeluarkan asap putih mengepul berbau harum menenangkan yang membuat Lala serta Melody terkesima. Tidak setiap saat mereka bisa menemukan penyembuh menggunakan tenaga dalam mereka, terutama untuk mengatasi luka. Uap-uap yang terlihat amat lembut itu bercampur dengan ramuan obat sebelum akhirnya diletakkan dengan hati-hati pada setiap luka di tubuh Adjani.

 
Ada sedikit penghilang nyeri dan ia akan meresap langsung ke luka mu, menyatukan jaringan, urat yang rusak serta menumbuhkan tulang yang remuk tapi butuh waktu." Dia tersenyum saat tiap tetes ramuan itu mulai meresap pada luka. Mereka semua dapat melihat pergerakan obat yang menakjubkan sebelum hilang terisap oleh luka.

"Waw. Ash juga bisa menyembuhkan, tapi tadi malam tidak ada yang terjadi setelah dia berusaha berjam-jam. Agak sedikit aneh karena dia tidak pernah gagal. Apa kau tahu penyebabnya?"

Dengan tangan halusnya yang berlumuran ramuan obat masih menyentuh daerah betis Adjani yang tulangnya patah hingga menimbulkan tonjolan mengerikan, Edymar mengerling sambil tersenyum. Ia sempat mengalihkan beberapa detik waktunya sebelum menjawab, untuk memandangj Adjani dan Shield. Kata-kata sang ayah sebelum ini membuatnya berpikir sejenak lalu memutuskan untuk menjawab dengan bijak.

"Yang Mulia Aire Ash sudah pasti lebih kuat, tapi mungkin beliau tidak memiliki sesuatu yang disebut jodoh untuk menyembuhkan. Ada orang-orang yang walau berada dalam penanganan tabib paling hebat, tetap tidak bisa terselamatkan."

"Jo..jodoh untuk menyembuhkan?" Adjani bergumam bingung. Tidak paham bahwa untuk menyembuhkan ternyata harus ada jodohnya. Tapi tidak hanya dirinya yang belum mengerti. Melody dan Lala sama seperti dirinya, kesulitan untuk mencerna maksud dari dari jodoh tersebut.

Edymar mengangguk walau di mata Shield, tabib itu amat mencurigakan. Tatapan matanya agak sedikit ketakutan ketika ferret seputih salju itu berusaha menembus alam pikirannya dengan cepat.

Papito berkata tentang Anjana dan Ramidreju. Aku tidak bisa tidak terkejut, terutama setelah musang itu menaiki tubuh papito dan kemudian papito bersikap seolah tidak terjadi apa-apa. Sungguh suatu hal yang amat aneh.

Walau jauh dengan apa yang kami ketahui, mereka berdua amat mirip. Nona Adjani ini, walau putra mahkota menyebutkan bahwa dia adalah saudara angkatnya, tampak mencurigakan. Bagaimana bisa dia menanggung semua luka mengerikan ini dan tetap selamat?

"Adjani baik-baik saja, Nona Edymar. Kami berdua bukan Anjana dan Ramidreju, jangan khawatir."

Edymar tampak amat terkejut saat merasakan suara Shield hadir dalam benaknya. Ia sempat mencari-cari di antara ketiga orang wanita dihadapannya yang masih memandanginya kebingungan.

Ketika pandangannya beradu dengan Shield, dia menarik tangannya dari betis Adjani dan hampir menumpahkan ramuan obat yang dipegangnya,  terlalu kaget dan tidak percaya, mahluk mungil itu sedang mengajaknya bicara secara langsung lewat pikiran.

"Kau baik-baik saja, Edy?" Melody mendekat dan mengelus bahu wanita cantik berambut hitam lebat itu dan respon Edymar hanyalah anggukan gugup.

"Tolong rahasiakan tentang kami. Amat sangat berbahaya bila orang-orang jahat mengetahui tentang keberadaan Adjani, Nona. Anda seorang pejuang kemanusiaan, kan? Luka yang Adjani dapatkan adalah akibat dari orang-orang jahat yang menyakitinya."

Saat Edymar seolah mempertanyakan tentang Lala dan Melody, Shield yang kini berada di atas tempat tidur, berdiri dengan dua kaki di sisi kiri Adjani mencicit pelan, "Mereka tidak tahu. Bagi mereka, Adjani hanya seorang gadis yang butuh pertolongan untuk sampai ke Suaka."

"Benarkah? Wajahmu tampak pucat. Apakah membantu Adjani sudah menguras energimu sedemikian banyak? Sebaiknya kau beristirahat memulihkan tenaga. Bahkan Ash pun kesulitan menyembuhkan Adjani dan aku akan heran sekali kalau kau masih kuat hingga detik ini."

Edymar menggelengkan kepala lalu menunduk sopan pada Melody yang memperlakukannya amat baik, "Ah, tidak begitu, Yang Mulia. Adik anda, Yang Mulia Tuan Aire Ash tentu lebih hebat. Saya tidak bisa dibandingkan..."

Suara terkesiap terdengar dan asalnya tidak lain adalah Adjani. Dia hampir melepaskan sebagian baju yang menutupi dada karena terlalu kaget mendengar kalimat yang barusan disebutkan oleh Edymar. Dia bilang apa? Yang Mulia pada Melody? Tuan Ash adalah adiknya? Jadi Melody adalah seorang putri?

Astaga, Shield.

"Kau baik-baik saja, Djani? Lukamu nyeri atau efek obatnya sedang bekerja? Kenapa wajahmu ikut pucat seperti Edymar?" Lala kini memotong dan mendekat pada pasien yang memandanginya kebingungan.

Jika Aire Ash adalah putra mahkota, Melody adalah tuan putri, lalu siapa Lala? Permasuri atau bidadari nyasar?

Dan Dean berteman dengan mereka semua? Wow luar biasa.

"Oh, tidak. Aku baik-baik saja, Nona. Semua aman." Dia tersenyum, mengabaikan rasa khawatir dari Lala yang berparas secantik bidadari, sementara di depannya saat ini, Edymar sang tabib, penguasa satu berlian, memandanginya dengan kengerian.

"Kurasa, dia bukan Anjana, melainkan lebih dari itu. Aku tahu, Yang Mulia Aire Ash adalah pemegang Empat Berlian. Mustahil dia kesulitan untuk menyembuhkan seorang manusia. Logikanya, kemampuan satu berlian seperti ku berada jauh di bawahnya. Selain kekuatan penyembuhannya tidak berjodoh, aku yakin, ada sesuatu di balik itu. Bisa jadi, Adjani terlalu kuat walau aku heran, ramuanku bereaksi kepadanya."

Shield mengangguk-angguk setuju atas pemikiran tabib cantik itu.

"Pemikiranmu sedikit masuk akal." Dia menjawab.

"Tapi apa yang bisa mengalahkan seorang penguasa paling kuat di bumi? Empat Berlian adalah manusia paling hebat, tidak terkalahkan kecuali dia adalah seorang ahli nujum yang tinggal di Suaka, atau..."

Lala yang sedang membantu Adjani dengan luka-lukanya mendadak menoleh saat mendengar bunyi benda jatuh, begitu juga Melody yang berada tepat di sebelah Edymar yang menggigil ketakutan seraya menunduk dan memungut bejana perak miliknya yang jatuh ke lantai.

"Aku sedang menyembuhkan seorang Lima Berlian?"

Cicit nyaring milik Shield menggema dan tanpa ragu ia naik ke pundak kanan Edymar yang kini memegang bejana peraknya dengan tangan bergetar. Sisa ramuan obat untuk Adjani menetes-netes di lantai yang diterangi kandelar bertenaga minyak dari lemak lembu. Tidak terlalu terang hingga bisa menyamarkan raut kengerian di wajahnya saat ini, terutama saat matanya bertemu dengan salah satu mata cacat milik Adjani.

"Tepat sekali."  Shield mencium pipi mulus nona penyembuh itu, lalu dalam hitungan detik, Edymar roboh, tidak sadarkan diri.

****

Ooolaaah..

Siapa rindu Djani? 😍😍😍😍

Pelan-pelan ya apdetnya..mamak kudu belajar banyak..wkwkw..

Lagi suka penampakan jadul

Makasih vote dan komennya, Djani kemaren sempat Rank 6 di Fantasy, woooow..😍😍😍

Kira-kira ada yang bisa tebak ceritanya gimana?

Kalian ship siapa?

Djani-Dean?

Djani-Aire?

Lanjut ga?

💋💋💋💋

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro