#5

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

GESANG

Ini masih aku, Gesang.

Sekitar jam 1-an, aku, dan anak-anak nakal lainnya dibawa ke ruang OSIS. Tidak banyak, tapi juga tak begitu sedikit. Aku bergabung saat masih ada 10-an orang yang di situ. Dan, semakin matahari tergelincir ke ufuk barat, semakin banyak murid yang berdatangan. Kurang lebih sampai 60-an, lah.

Di sana, aku cuma duduk-duduk di bangku depan ruang OSIS. Harusnya panik, tapi mungkin karena masih polos aku malah jadi banyak kenalan. Ada Mai, cewek yang nggak begitu cantik tapi dilihat nggak ngebosenin. Kita berdua ngobrol banyak. Kupikir, Mai punya apa yang biasa orang sebut dengan kecerdasan interpersonal. Dia dihukum ke sini karena tugasnya hasil ­copy-paste doang.

"Punyaku juga iya." ucapku. "Tapi gak kena hukum."

"Paling yang diperiksa yang acak doang."

"Oh,bisa juga sih."

"Kalau kamu kenapa disuruh ke sini, Ge?" tanyanya.

"HP. Kesita."

"Emang di HP-mu ada apa?"

"Ada, lah."

Mai diam. Aku ikutan diam. Kulihat Mai dengan saksama. Wajah dan bodinya lumayan. Matanya agak sipit, bibirnya tipis seksi, dan lehernya kecil. Jadi ingin kuelus, pake lidah, sambil sedikit digigit.

Waktu bergulir, tiba giliran Mai bertemu dengan entah siapa di dalam ruangan sana. Saat Mai masuk, dari kira-kira 60 murid yang dihukum hanya tersisa aku, cowok yang tampangnya gahar, dan satu cewek yang rambutnya panjang dan familiar.

Mai keluar, dengan wajah yang sumringah. Dia senyum ke aku, yang kubalas dengan senyum terbaik yang pernah kubikin. Dia lalu memegang kedua bahuku, lalu minta pamit pergi. Setelahnya, giliran cowok gahar yang masuk. Meninggalkanku dengan si cewek rambut panjang.

"Hey." sapaku ke cewek tadi.

Dia diam, tapi karena bosan kuputuskan untuk ngobrol dengannya.

"Kayaknya kita pernah ketemu, ya? Kamu dari kelas Betawi kan?"

"Iya."

"Kenalin, aku Gesang."

"Andini."

Sudah. Hanya begitu perkenalanku dengan Andini. Cuma sebentar sampai kami diam dengan pikiran masing-masing. Saking diamnya, cuma ada sunyi yang terdengar. Sunyi yang mengantarkan suara-suara aneh dari ruang OSIS.

Andini menatap ke wajahku, dengan raut muka yang aneh. Dia terlihat bingung dengan keadaan. Biar begitu, dihadapkan lagi pandangannya ke depan demi kemudian semakin jelas terdengar suara desahan.

"Mmh... itu suara apa, ya?" tanya Andini.

"Tau." jawabku singkat.

Sebenarnya, aku tahu suara apa itu. Suara desahan seperti dalam film-film dewasa. Seperti saat suami istri bersenang-senang dengan pasangannya. Tapi, untuk suatu alasan, aku enggan menjelaskannya pada Andini.

Sialnya, Andini malah berdiri mencari arah suara.

"Mau apain?"

"Penasaran. Kali aja ada yang nggak beres."

Kudekatkan bibirku ke telinganya lalu berbisik pelan. "Mereka lagi nge-sex."

Andini memelototkan matanya. Ditatapnya diriku dengan wajah tak percaya. Hanya, anehnya, meski dia kaget luar biasa aku dapat melihat binar di wajahnya. Seperti ratusan kembang api yang diledakkan bersama.

Sudah dengar itu, Andini malah semakin bersemangat ke ruang OSIS.

"Ngapain?" tanyaku.

"Ngintip." jawabnya.

Nih cewek, kayaknya kepalanya rusak dah. Memang, sih, saat tahu ada orang yang berbuat gituan, bawaannya ingin mengintip. Ingin ikut-ikutan melihat atas dasar penasaran. Dan Andini, meski cewek, mengakuinya dengan gamblang. Terlihat dari posisinya yang berjongkok mengintip dari jendela yang sedikit terbuka.

Aku tidak ikutan ngintip. Justru kupandangi Andini yang bergairah dengan mata penuh lecitan semangat. Andini terlihat sangat bersenang-senang.

Sekitar beberapa menit kemudian, Andini kembali duduk di sampingku.

"Udah selesai." katanya. "Empat-empatnya."

****

Giliranku masuk ke ruang OSIS.

Saat masuk, hanya kurasakan pengap yang dahsyat. Udara yang terasa panas dan bikin sesak. Di sana, di dalam ruang OSIS, ada cowok bertampang garang yang siap-siap keluar. Lalu ada 3 kakak kelas, dua cewek dan satu cowok. Salah satu ceweknya adalah yang menggeledah sakuku saat di kelas.

Aku duduk, di hadapan cewek penggeledah. Sementara dua kakak kelas lain berdiri di pojokan. Ada semeribit bau amis yang sangat familiar. Bau amis yang mati-matian ditutupi dengan parfum tapi aku masih tahu apa itu. Itu bau dari madunya cowok.

"Kamu tahu kesalahanmu?" tanya cewek penggeledah.

"Tahu, kak."

"Apa coba?"

"Punya video tak senonoh di HP."

"Bagus kalau kamu tahu." ucap cewek penggeledah dengan tampang puas. "Siapa cewek itu?"

"Saya nggak tahu, kak."

"Masak nggak tahu."

"Saya ngerekamnya nggak sengaja, kak."

"Kirain sengaja, pas mau merkosa dia."

"Nggak, kak."

Cewek penggeledah senyum jelek kepadaku. Dia lalu mengalihkan pandangan pada dua kakak kelas yang ada di dekat pintu. Seakan sudah tersistem, salah satu dari mereka lalu menutup pintu dan gorden ruangan. Menyisakan remang dan pengap campuran keringat dan parfum murahan.

"Ada apa ini?" tanyaku pada cewek penggeledah.

"Ini waktunya hukuman." ucap cewek tadi.

Lalu, dia mulai beranjak dari tempatnya duduk. Aku yang masih terduduk di kursi jadi merasakan gusar. Kuarahkan pandangan ke pintu untuk meminta jalan keluar, namun dua kakak kelas yang menghadang. Sementara, cewek penggeledah tadi lalu duduk di atas meja dengan tak sopannya. Disilangkannya kaki hingga roknya tersingkap.

"Gesang sudah pernah ML?" tanya cewek tadi.

Dalam tahap ini, aku sudah paham dengan segala kondisi. 32 GB file video porno di laptopku mengajarkanku ke arah mana situasi ini menuju. Aku suka hal-hal yang mesum, tapi tidak jika itu dilakukan di kehidupan nyata. Maka, dengan sigap aku berdiri dan berjalan cepat ke pintu keluar.

Di sana, kakak kelas cewek menghadangku.

"Minggir." kataku pada cewek di hadapanku, peduli setan dengan sopan santun pada kakak kelas.

Malah, yang menyebalkan adalah cewek itu membentangkan kedua tangannya di depan pintu ruang OSIS. Gayanya yang manja dan kemayu membuatku ingin menendang pantatnya yang tepos itu.

"Kalau mau lewat, cium dulu." kata cewek tadi, diikuti dengan tawa semua orang di ruangan. Kecuali aku, tentu saja.

"Udah, cium aja Ge!" ucap si kakak kelas cowok. "Ratna orangnya keras kepala. Nggak bakal nyerah kalau kamu belum cium dia. Lumayan, tuh. Dapet ciuman gratis."

"Aku nggak doyan." jawabku kesal.

"Ih, kamu nggak doyan aku?" kata Ratna. "Santini doyan nggak?"

Santini yang Ratna sebutkan adalah kakak kelas cewek yang menggeledahku saat di kelas.

"Apalagi dia." jawabku kemudian.

"Ih, jangan-jangan kamu sukanya yang berbatang? Suka sama Galih, berarti?"

Aku mendengus kesal.

"Kak Ratna, boleh aku lewat? Maaf, aku nggak suka meladeni yang beginian."

"Nggak boleh dong." jawab Ratna. "Kan kamu belum dapat hukuman dari kita karena punya video mesum di HP. Harusnya hukumannya foursome bareng kita, tapi karena kamu masih kikuk... hukumannya cium aku di bibir."

"Curang kamu, Ratna. Aku juga pingin." tukas Santini.

Aku menghela napas berat. Aku tahu, dari beberapa cerita Mas Nugi bahwa selama MOS ada baiknya aku menjaga kelakuan tetap kalem agar tak diincar kakak kelas brengsek seperti mereka. Saat sudah mengalaminya sendirilah, baru aku paham apa yang Mas Nugi maksudkan.

Seharusnya aku tetap menjaga kekalemanku. Tapi, pada akhirnya kucium juga Ratna. Hanya saling menyentuh kedua bibir karena Ratna sendiri juga tak menyangka aku akan meladeninya. Satu hal yang kutahu saat itu adalah Santini melecitkan pijar kegirangan pada bola matanya saat aku mengecup bibir Ratna di hadapannya dan Galih.

****

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro