0.1

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Jenna...!" seru Abry, dan kemudian berlari kecil menghampiri kursi yang sahabatnya duduki.

"Please deh, Bry. Ini kelas bukan hutan,"

Abry terkikik kecil. "Jen, lihat Bryan enggak?" tanyanya to the point sambil mengedarkan pandangannya ke penjuru kelas. Biasanya Bryan selalu datang lebih awal darinya. Biasanya.

Jenna menggidikkan bahunya acuh. "Mana gue tahu, lagian gue bukan emaknya yang selalu tahu dia di mana." jawab Jenna. "Lagian, lo kenapa sih bisa awet sama cowok batu kali itu?"

Satu fakta: Jenna tidak suka dengan Bryan. Tidak suka dengan sifat dinginnya---lebih tepatnya. Jenna sering sekali menyebut Bryan dengan sebutan cowok batu kali. Mungkin karena sebutan nama cowok kulkas sudah mainstream. "Udahlah, Jen, jangan mulai. Kamu tahu sendiri perasaanku sudah terakreditasi setia sama Bryan. Dari kecil malah,"

Jenna yang mendengar perkataan Abry hanya memutar kedua bola matanya. Jenna membuang pandangan ke arah pintu, dan bertepatan dengan Bryan dengan wajah datarnya muncul di sana. Panjang umur.

Wajah Abry seketika sumringah menatap Bryan. Kemudian berjalan menghampiri Bryan. "Pagi, Bryan." sapa Abry sambil menunjukkan senyum manisnya.

Bryan sama sekali tidak menjawab sapaan Abry. Tetapi, ia menutup telinganya dengan headphone mengatur volume lagu yang lumayan kencang. Salah satu cara untuk menghindari omong kosong yang dilontarkan Abry.

Abry hanya mengerucutkan bibirnya. "Ish, Bryan nyebelin." sungutnya kesal yang perkataannya dari tadi tidak dihiraukan Bryan. Kemudian mencabut kasar headphone yang sedang dipakai oleh Bryan. "Bry, aku mau ngomong penting..." mohon Abry.

"Kalau elo cuma mau ngomong tentang perasaan lo, gue enggak ada waktu,"

Abry mencabik bibirnya. Lagi-lagi, Bryan menolaknya. Menolaknya secara langsung. Dengan tatapan yang membunuh, dengan perkataan yang menusuk. Dan lagi-lagi, ia tidak menyerah akan itu. Kemudian Bryan bangkit dan meninggalkannya.

"Ini sudah biasa, mungkin... Aku harus berusaha lebih keras lagi. Yah, mungkin. Ayo, Abry, terus berjuang." Abry memegang dadanya kemudian menyemangati dirinya sendiri agar berusaha lebih keras lagi.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro