⏺️ 23 ⏺️

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Senyum Lisa luntur. Tangan yang menggenggam gawai itu gemetar hebat. Wajahnya pun pucat pasi.

“Ini ... ini pasti bohong.” Segumpal rasa panas menyumbat tenggorokannya. Ujung jemarinya serasa terkena sengatan listrik saat mencoba menggulir lagi layar gawai.

“Lisa, ada apa?” Jagganim keheranan melihat ekspresi syok perempuan di hadapannya.

Lisa nyaris menangis. Suaranya sangat kalut, tapi berhasil ditahannya agar tak tercium wanita eksentrik itu.

“Nyonya, sepertinya saya harus pulang secepatnya. Apakah perombakan naskah ini sudah bisa saya ambil?”

Jagganim mengamati Lisa tajam. Karena ulah Sora beberapa hari lalu, dia ikut kena getahnya. Produser meminta perubahan lagi untuk alur cerita drama. Pria itu berusaha menjaga proyeknya dari kehancuran akibat skandal. Meski gimmick dan sensasi diperlukan untuk promosi, sayangnya pihak produser tak terlalu setuju dengan kehebohan yang dibuat Sora.

Penulis naskah itu memijat kening. Sora yang bertindak, kru satu produksi dibuat repot. Dia hendak menjawab pertanyaan Lisa, si manajer yang hari ini menggantikan artisnya mengambil skenario baru, saat ponselnya sendiri berdering.

“Sebentar.” Jagganim menyentuh layar.

Pucat di wajah Lisa makin tebal memergoki raut keterkejutan di wajah sang penulis. Jantungnya berdegup kencang.

Tidak, tidak! Kumohon, jangan katakan itu pesan dari produser!

“Lisa.” Wanita itu melepas kacamata. “Aku mohon maaf, sepertinya aku tak bisa menyerahkan naskah ini padamu.”

“Tidak, Jagganim, kumohon.” Lisa memelas. “Sora akan marah besar jika saya gagal membawa naskah ini. Tolong bujuk produser, Nyonya.” Perempuan itu merengek.

Namun, permintaan Lisa dijawab dengan gelengan kepala. “Maafkan aku, Lisa. Aku tidak bisa. Produser dari awal sudah tak menyetujui artismu berperan di sini. Hanya hubungan baik dengan Hoejangnim agensi yang membuatnya mau menerima Sora sebagai pemeran utama. Namun, Sora berulah. Kupikir bukan salah pihak drama jika memecatnya dari proyek ini.”

Lisa sangat ingin menyembah di kaki sang penulis. Namun, kekuasaan berada di tangan pihak produser. Pesan yang diterima Jagganim sudah lebih dulu diterimanya dan membuat dunia kecil Lisa terguncang.

Sora dipecat dari produksi drama menyusul Shou yang lebih dulu mengundurkan diri. Praktis proyek itu akan terkatung-katung karena dua pemeran utamanya tak ada.

"Aku menyukai artismu, Lisa. Tapi jujur saja, penggerak drama ini adalah Shou. Popularitasnya jauh lebih besar dibanding Sora, dan dia bisa jadi jaminan sukses. Jika Shou hengkang, produser tak mau berurusan dengan artis pencipta skandal."

"Sora hanya mengatakan kejujuran, Jagganim." Lisa berusaha membela diri.

Penulis yang mulai mematikan laptopnya menatap Lisa sangat tajam. "Entahlah, aku hanya berharap jika Sora menginginkan Shou, maka tindakannya akan lebih elegan. Daripada memancing keributan seperti ini."

Lisa lemas. Ucapan Jagganim benar adanya. Dia sudah tahu dari awal jika tindakan Sora akan memancing keributan besar. Langkah wanita cantik itu mulai keliru setelah konferensi pers berakhir. Antisipasinya akan dukungan fans meleset. Alih-alih diterima oleh seluruh penggemar Sora, wanita itu justru dihujani hujatan luar biasa.

Hal yang menjadi alasan mengapa sekarang dirinya yang berada di ruang tamu rumah Jagganim, bukannya Sora.

"Baiklah, kurasa kau harus pulang. Tak ada lagi yang bisa kuperbuat."

Lisa menggigit bibir. Dilepasnya cekalan tangan di sofa. Jari-jemarinya terasa kebas, tapi dia tak menghiraukan. Menunduk dalam-dalam, Lisa pamit undur diri dari hadapan wanita itu.

"Lisa?"

Perempuan itu menoleh saat langkah kakinya sudah sampai di ambang pintu.

"Seharusnya Sora tak menciptakan skandal apapun untuk mengambil hati Shou. Pria beristri perlu perlakuan khusus."

Lisa mengangguk lemah. Senyumnya tak sampai ke mata. Dia menutup pintu perlahan dan bergegas menuju mobil.

Sepanjang perjalanan ke agensi, pikiran Lisa berkecamuk. Noktah ketakutan semakin lama semakin membesar. Bahkan keindahan Dongdaemun sama sekali tak mampu memberi penghiburan untuknya. Laju mobilnya kian cepat saat bersirobok dengan dering telepon. Nama Sora berkedip-kedip di layar.

"Kau memang pembuat masalah, Sora!" rutuk Lisa memelototi gawainya.

Dia tak mengangkat panggilan itu dan memilih berkonsentrasi mengemudi. Benaknya mengingat lagi pesan yang dikirim pihak agensi dan produser drama.

Agensi memanggil Sora untuk pertemuan darurat. Produser memecat Sora dari proyek dramanya. Juga satu pesan lagi dari Tuan Kwon, kepala divisi humas agensi yang menangani konferensi pers tempo hari. Pria gendut itu memberi kabar sangat buruk.

Shou mundur dari drama dan agensi.

"Sial! Sial! Sial!" Lisa memukul roda kemudi. Impiannya untuk memiliki rumah sendiri di Gangnam pupus sudah. Kejadian saat ini akan membuktikan ketidak mampuannya mengurus satu masalah. Jika dia gagal mengangkat Sora ke kasta tertinggi dunia hiburan, maka kariernya pun akan turut terhempas.

Mobil mulai memasuki pelataran gedung bertingkat 40. Terburu-buru dia memarkir kendaraan dan meloncat keluar menuju arah lobi. Langkahnya tergesa-gesa dengan kepala menunduk ke gawai yang terus berdering membuatnya lengah. Hingga siraman likuid berbau pedas membasahi bagian atas bajunya.

"Yaa!" teriaknya marah.

Mata Lisa membeliak lebar. Saus kimchi merembes cepat di blus ribuan wonnya. Potongan-potongan lobak bahkan menempel di beberapa titik bahu. Dengan gusar, dia mencari sumber malapetaka yang membuat penampilannya hancur berantakan.

"Oops, maaf, Nona Lisa." Hana membungkuk dalam-dalam. Toples yang menyisakan secuil kimchi lobak tergenggam di tangannya.

Lisa seketika meradang. Telunjuknya menuding wajah polos Hana. "Kau ... apa yang kau lakukan di sini, hah? Ini gedung penting. Tak sembarangan orang bisa masuk."

Hardikan Lisa tak memengaruhi sikap Hana. Santai gadis cantik itu melambaikan kalung identitasnya. "Saya bekerja di tempat ini. Hari pertama masuk.”

Lisa menggeram marah. Namun, emosinya harus teredam kala ponsel di tangan menjerit-jerit minta perhatian. Mengentakkan kaki kesal, dia melangkah lebar-lebar memasuki lobi. Beberapa detik kemudian dia terbirit-birit keluar lagi mendekati Hana.

“Mana tanda pengenalmu?” Telapak tangannya terjulur ke arah perempuan muda itu.

“Untuk apa?” tanya Hana lugu.

“Tentu saja untuk ganti rugi! Biaya cuci pakaian ini sangat mahal. Aku tak mau pegawai baru seenaknya kabur tanpa bertanggung jawab.”

Hana melongo. Lisa berdecak kesal. Ditariknya kalung tanda masuk dan memotretnya. Lantas, tanpa permisi, dia berbalik lagi memasuki gedung pencakar langit itu. Masih dengan blus penuh tumpahan kimchi lobak.

Di depan lobi, Hana tersenyum misterius memandang kepergian Lisa. Dia melepas kalung identitasnya dan melemparnya begitu saja ke tong sampah. Bersiul-siul riang dia menuju Lamborghini biru metalik yang terparkir tak jauh dari mobil Lisa. Begitu berada di belakang roda kemudi, dia mengirim unggahan ke grup fandom yang diikutinya.

Aksi beres, teman-teman. Tahap awal mempermalukan Sora sudah terlaksana.

Balasan beruntun diterimanya dalam hitungan detik. Perempuan itu mengetik lagi.

Bagaimana caraku mempermalukannya? Oh, tentu saja dimulai dari manajernya. Aku menyiramkan kimchi lobak ke tubuhnya. Manajer mana yang berkeliaran dengan pakaian kotor di gedung agensi seelit Superstar?

Gawainya bergetar lagi. Kali ini balasan untuk unggahannya datang lebih banyak lagi. Emotikon pujian bertebaran untuknya.

Tentu saja target selanjutnya adalah Jung Sora. Itu balasan untuk wanita gatal yang sudah melukai hati Shou tercinta kita.

Hana meletakkan gawai dan memasang kacamata hitam. Kakinya menginjak pedal gas dan rem dalam-dalam. Raungan garang mobil super itu menarik perhatian orang-orang sepanjang jalan. Hana menyeringai sebelum melepas tarikan remnya. Lalu kendaraan mewah itu melesat bergabung dengan keramaian jalan raya.

~~oOo~~

Lisa mendapat dampratan keras. Bagaimana tidak? Dia datang ke pertemuan penting agensi dengan bau tak sedap dan penampilan berantakan. Sora, yang sudah menunggu di kantor CEO, hanya mampu menelan kejengkelannya melihat tingkah ceroboh sang manajer. Sialnya, pertemuan yang dihadirinya berlangsung cukup lama dan penuh diskusi alot praktis tak memberi kesempatan Lisa untuk menunjukkan aksi profesionalnya.

Baru setelah keduanya keluar kantor, Sora menyeret Lisa ke toilet dan menampar keras-keras wajah cantik si manajer. Bekas kemerahan tercetak di pipi perempuan itu.

“Kau berniat mempermalukanku, hah?” Sora menusuk dada Lisa dengan telunjuknya. Suaranya dingin dan kejam.

Lisa memucat. “Sora, ini kecelakaan. Aku begitu terburu-buru tadi dan bertabrakan di pintu masuk gedung.”

“Setidaknya kau bisa ganti baju dulu. Ada banyak butik di depan sana. Demi Tuhan!” bentak Sora.

Lisa mengertakkan gigi, menahan luapan kemarahan. Ingin dia meneriakkan pembelaan diri. Bagaimana sempat berganti baju jika telepon dari Sora tak henti berdering? Namun, perempuan itu memilih bungkam dan menerima kemarahan sang artis.

“Bagaimana Jagganim?”

Lisa menggeleng pelan. “Dia tak bersedia memberikan naskahnya. Kau sudah tahu kan, kau dipecat dari drama itu?”

“Seharusnya kau berupaya lebih keras membujuk produser. Itu gunanya dirimu dibayar!” Sora nyaris berteriak.

Lisa mengepalkan tangan. Sora yang biasanya anggun dan tenang, kini berubah bak monster. Kecantikannya menghilang, yang tertampil hanya kebengisan dan ambisi yang terluka.

“Kita masih bisa memperbaiki ini, Sora.” Bahkan saat menyarankan hal itu, Lisa tahu ucapannya hanya penghiburan semu. Fans fanatik Shou sudah bertindak lebih cepat. Media sosial Sora mulai dibanjiri hujatan, alih-alih dukungan.

Tak ada yang menyukai klarifikasi hubungan asmara Sora dan Shou.
Lisa memijat pelipis. Kepalanya pening. Sora berkata dengan suara teramat dingin.

“Perbaiki ini semua dan buat aku kembali ke drama itu.”

“Sora, apa gunanya drama itu jika Shou tak ada lagi di sana?” Lisa tak mengerti.

“Popularitasku harus tetap dijaga.” Hanya itu jawaban Sora. Lantas dia berbalik dan pergi tanpa menoleh.

Lisa menggelosor lemas. Bekerja bersama Sora sangat melelahkan jiwa. Diraupnya muka dan menghela napas panjang. Air mata mulai merebak. Situasi yang mulai di luar kendali perlahan-lahan menggeroti kepercayaan dirinya.

“Sialan!” Dia memaki diri sendiri.

Masih dengan penampilan berantakan, Lisa keluar toilet. Tanpa memedulikan bau tak sedap yang menguar kuat, perempuan itu menuju bagian personalia di lantai empat.

“Aku ingin kalian memotong gaji pegawai ini.” Lisa menyodorkan ponsel dengan tampilan potret kalung identitas Hana ke staf personalia.

“Oh, Lisa, apa yang terjadi?”

“Dia merusak pakaianku,” ujarnya ketus.

“Dia tak mau ganti rugi?” si staf tersenyum geli.

Lisa melotot galak. “Jika dia mau ganti rugi, untuk apa aku datang ke sini.”

Tawa tertahan terdengar dari arah kubikel tempat Lisa duduk. Perempuan itu merengut.

“Sepertinya kau harus mengeluarkan uang sendiri, Lisa.” Staf di depannya memutar layar komputer. “Tak ada nama Hana di sini.”

“Dia pegawai baru. Datanya mungkin belum masuk ke pangkalan data kalian.” Lisa menjelaskan.

Staf itu menggeleng dan tersenyum prihatin. “Aku minta maaf memberimu kabar buruk. Tak ada penerimaan pegawai baru saat ini. Terakhir kami melakukan rekrutmen adalah pada masamu. Itu berarti hampir setahun lalu.”

Tubuh Lisa membeku. Wajahnya memucat. “Maksudmu ... tak ada nama Hana di sini?”

“Tak ada.”

Perempuan itu menggelosor lemas. Emosinya turun drastis. Keringat dingin menitik di dahi. Jarinya sangat cepat membuka ruang percakapan di internet, tempat fandom Sora dan Shou. Wajahnya pucat pasi.

Apa yang ditakutkannya telah terjadi. Hana adalah pegawai gadungan. Bisa jadi dia seorang fans Shou. Ribuan ujaran kebencian mengalir deras di beranda media sosial Sora. Sebaris unggahan membuat jantungnya serasa melorot.

Tentu saja target selanjutnya adalah Jung Sora. Itu balasan untuk wanita gatal yang sudah melukai hati Shou tercinta kita.

~~oOo~~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro