⏺️ 25 ⏺️

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Shou meremas bahu Hee Young. Protektif. Matanya tajam tertuju pada pria jangkung yang berjalan santai menghampiri mereka. Dan detik itu pula, waktu berhenti berjalan.

Aura tegang terasa tebal di udara hingga nyaris mampu diiris. Dua netra beda warna saling beradu pandang. Saat Shou menoleh, kebisuan yang mencekam terasa sesak.

Buku jarinya mengelus lembut garis rahang Hee Young. Perempuan itu membeku serupa patung. Senyum tipisnya tersungging bersanding dengan raut terkejut. Shou mengikuti arah pandangan sang istri dan bertanya dingin.

"Siapa kau?"

Yong Jin berdiri di hadapan pasangan itu. Senyum malas-malasan menghiasi wajah tampannya. Dia menggerakkan telunjuk dan pusaran besar tercipta dari daun-daun yang berguguran, membentuk badai daun yang tertuju lurus ke arah sang malaikat.

Shou membentangkan sayap lebarnya. Dalam hitungan detik, sayap itu terayun ke depan membentuk kurungan raksasa. Badai dedaunan hancur berantakan kala bertumbukan dengan kungkungan sayap Shou.

"Gerakan bagus, Jenderal. Senang rasanya melihatmu kembali." Bahasa cheonsa yang lancar mengalir dari bibir Yong Jin, menerbitkan rasa penasaran pria itu.

Shou melipat sayapnya lagi. Bayangan Yong Jin masih ada. Namun, tatapan mata lelaki itu hampa seolah tak berjiwa.

"Siapa kau?" Shou mengulang pertanyaannya. Kali ini turut menggunakan bahasa para malaikat.

Dia berusaha merasakan aura sosok misterius yang menyaru sebagai sahabat masa kecil istrinya. Nihil. Yong Jin yang berada di depannya tak mengeluarkan kilasan energi apapun. Dia seolah mayat hidup yang digerakkan oleh tali-tali tak kasat mata.

"Tak penting siapa aku, Jenderal." Seringai lebar tercetak di wajah itu. "Kedatanganku ke sini hanya untuk memperingatkanmu."

"Memperingatkan apa?"

"Gaemu memang sudah tersegel di Dunia Bawah. Tapi berjuta anak buahnya lebih dari siap menuntut balas. Kau, Pedang Langit, harus bersiap menghadapi perlawanan salah satu agma terkuat milik Gaemu."

Shou mendengkus. Aroma pemberontakan agma memang sudah terendus olehnya. Telik sandi Imoogi secara rutin menyuplai informasi meski dia sedang berada di Bumi sekalipun. Yang mencurigakan justru sosok di hadapannya ini. Siapa dia hingga mau repot-repot memperingatkannya secara langsung?

Shou berusaha menembus benak Yong Jin gadungan itu. Namun, kabut tebal serupa milik Hee Young menghalanginya untuk masuk lebih jauh.

"Percuma saja, Jenderal. Kau tak akan bisa membaca pikiranku."

Yong Jin mengibaskan tangan. Waktu kembali berjalan. Riuh suara orang kembali terdengar. Sorot hampa di mata Yong Jin menghilang, berganti kebingungan yang kentara jelas.

Meski Shou yakin sosok yang menyusup melalui media manusia di hadapannya ini sudah menghilang, tapi suara asing itu masih terus berbicara dalam kepalanya.

"Berhati-hatilah. Istri manusiamu akan menjadi sasaran empuk Nakai."

Sudut-sudut bibir Shou berkedut. Diamatinya seksama yang sudah kembali menjadi Yong Jin. Si tengil yang selalu berusaha mendekati istrinya.

"Yong Jin? Kau ada pekerjaan di sini?"

Lelaki itu terlihat linglung. Shou mengertakkan gigi. Dalam satu gerakan cepat dia menyentak lengan lelaki itu kuat-kuat dan memeriksa pergelangannya. Tak ada gurat kehitaman. Ciri khas apabila ada agma yang merasuki tubuh manusia.

"Hei, lepaskan! Kau kenapa, sih?" Yong Jin sewot.

Shou melepas tangan Yong Jin begitu saja. Dia mencoba menerobos pikiran lelaki itu dan berhasil membacanya sangat gamblang. Siapapun yang sudah merasuki Yong Jin bisa dipastikan telah keluar seutuhnya dari tubuh lelaki itu.

Kemarahan pria itu bangkit. Apapun ide gila yang hendak dilakukan Yong Jin, bocah sialan itu tak akan pernah bisa menyentuh istrinya begitu saja.

"Hanya mencoba melindungi istriku," jawab Shou ketus.

"Hah, akhirnya kau mengakui takut padaku, kan?"

Shou mendelik kesal. "Tak mungkin aku takut padamu."

Yong Jin bersuara lagi, tapi segera dibungkam Shou dengan tatapan setajam pedang. Saat lelaki itu hendak buka mulut, Shou langsung mengibaskan tangan menyuruh diam.

"Ayo pergi, Hee Young? Kita masih punya urusan lain."

"Tunggu dulu!" Yong Jin perlahan pulih dari rasa linglung. "Kenapa tempo hari kau tak datang?"

"Datang?" Ganti Hee Young yang kebingungan. Namun, dia segera ingat dengan janjinya pada sang sahabat setelah pertemuan dengan Sora.

"Astaga, maafkan aku Yong Jin. Aku lupa."

Hee Young tak berbohong. Permasalahan dengan Sora dan Shou sangat menyita perhatiannya. Tak ada ruang lagi untuk mengingat hal lain.

"Aku bisa lihat itu." Yong Jin melempar tatapan tak suka pada Shou. "Suamimu sepertinya sudah membuatmu repot. Kau bahkan tak bisa bebas keluar rumah karena kejaran wartawan."

Hee Young meringis. "Kita jadwal ulang pertemuannya, oke? Kali ini aku janji akan datang."

Shou menarik Hee Young pergi. Tak memedulikan pandangan tak suka Yong Jin padanya. Dia hanya berbisik di telinga istrinya.

"Kita jadi tontonan orang-orang. Ayo, pergi?"

Hee Young mengangguk cepat. "Dah, Yong Jin. Aku akan meneleponmu nanti."

"Ibuku sakit, Hee Young."

Perempuan itu menghentikan langkah. Dia tertegun. "Bibi Park sakit?"

"Hee Young, kita pergi sekarang." Shou mendesak.

Tapi Hee Young bergeming. "Kenapa kau tak memberitahuku lewat pesan singkat?"

"Apa kau akan segera datang jika aku memberitahumu?" Yong Jin melirik Shou.

"Tentu saja! Ibu sahabatku sakit, pasti aku segera datang menjenguk."

"Kalau begitu, kau bisa datang ke rumah sakit. Eomma baru selesai menjalani operasi jantung."

Hee Young terkesiap. "Operasi jantung? Astaga, baiklah. Aku akan datang menjenguk."

Shou kembali membimbing istrinya meninggalkan trotoar ramai itu. Keduanya berjalan tanpa menoleh lagi. Namun, Shou masih bisa merasakan tatapan tajam membakar milik lelaki muda itu.

Kejengkelannya tersulut sangat cepat. Dia tak suka segala hal yang direncanakan oleh Yong Jin. Namun, memberitahu Hee Young begitu saja berisiko tak dipercayai perempuan itu. Shou harus melakukan sesuatu. Sebelum takdir berkata lain dan membelokkan tujuannnya ke jalur lain.

Dalam mobil, pria itu menahan tangan Hee Young yang hendak mengenakan sabuk pengaman. Wanitanya menatap heran.

"Ada apa?"

"Kau istriku, tapi aku belum memberimu perlindungan Langit." Shou mengecup bibir lembap di depannya.

Hee Young terperangah kaget. "Shou, ini di tempat umum."

Pria itu tak menanggapi kekhawatiran Hee Young. Tangannya menjentik udara. Kelopak teratai mungil tiba-tiba muncul dari ketiadaan. Benda itu melayang turun dan membuka perlahan, menampilkan sebentuk sulur sangat mungil berwarna hijau giok.

"Ini cincin perlindungan yang dibuat ibuku saat aku masih kecil." Jemari Shou mengambil sulur dari dalam kelopak teratai. "Di Dunia Atas, sangat lazim menggunakan perlindungan gaib untuk mencegah anggota keluarga menjadi mangsa agma."

"Agma? Yang pernah kau bicarakan dengan manajer Park itu?"

Shou mengangguk. Dia mengambil jari manis Hee Young, tempat cincin pernikahan mereka tersemat. Ibu jarinya mengelus kulit halus punggung tangan Hee Young.

"Akan sedikit sakit, tahanlah." Shou tersenyum manis.

Alis Hee Young terangkat bingung. Tak mengerti maksud ucapan suaminya. Detik berikutnya, ringis kesakitan dan kesiap lirih lolos dari bibir Hee Young. Berbarengan dengan sulur yang melingkari jari manisnya dan menyerap ke dalam kulit.

"Shou, apa ini?" Hee Young refleks melepas genggaman pria itu. Jari-jarinya terentang lebar. Mata kecokelatannya mengamati teliti bagian yang disusupi si sulur. Tak ada jejak tertinggal.

"Perlindungan keluarga Prunos untuk istri tercintaku." Shou meraih kepala Hee Young lalu mengecupnya mesra. "Andainya aku punya kekuatan Yoseong."

"Kakakmu?"

Shou mengangguk. "Aku akan menghentikan waktu dan bercinta denganmu di sini."

"Shou!" Hee Young memukul bahu suaminya.

~~oOo~~

Lounge itu tergolong sepi di awal malam. Tak banyak tamu berkunjung. Segelintir orang mengisi sudut-sudut tersembunyi. Alunan musik lembut menenangkan saraf-saraf yang tegang. Udara sejuk yang berembus dari mesin seolah mencoba meniru kealamian alam. Konsekuensi untuk ruangan tanpa jendela dengan ventilasi terbatas.

"Hei, Yong Jin!" Seorang lelaki menyapa tamu yang duduk di balik keremangan lounge.

"Lama sekali datangmu." Yong Jin mengacungkan botol minuman yang disambut lelaki kurus tinggi bersetelan formal itu.

"Kantor sedang banyak masalah. Aku butuh waktu menenangkan kantong-kantong uang yang berisik itu."

Yong Jin menyeringai. Dong Wan, sahabatnya selain Hee Young, memang terlahir dengan sendok perak di mulut. Persahabatan yang hampir putus setelah usaha orang tuanya bangkrut kembali terajut kala Yong Jin memutuskan terjun ke dunia hiburan. Kini Dong Wan resmi menjadi salah satu sponsornya setelah pabrikan tekstil lelaki itu memintanya jadi model iklan.

"Ada makanan baru?" Dong Wan menandaskan botol yang diberikan Yong Jin.

"Ada, sebentar lagi." Pandangan lelaki itu menerawang. "Aku bertemu Hee Young siang ini."

Decih mencibir terdengar dari arah Dong Wan. "Sampai kapan kau akan mengharapkan si lusuh itu, heh?"

"Dia tak lusuh!" bela Yong Jin sewot. "Jika kau lihat penampilannya hari ini, air liurmu pasti menetes."

"Hanya air liurmu, Sobat. Seleraku jauh lebih tinggi dibanding buntalan hitam berjalan itu."

Yong Jin tak membalas olokan Dong Wan. Faktanya memang Hee Young sudah dijuluki buntalan hitam berjalan sejak bertahun-tahun silam. Dia ingin memamerkan kecantikan perempuan itu siang tadi. Sayangnya, dia lupa memotret penampilan Hee Young.

Semua gara-gara Shou sialan itu!

Yong Jin memesan lagi sebotol minuman. Jalannya yang semula mulus berdekatan dengan Hee Young, kini terjegal mantan artis yang suka membuat sensasi itu.

"Ngomong-ngomong, Hee Young jadi viral sekarang." Dong Wan mengungkit lagi topik tentang Hee Young.

"Ya, gara-gara suami sialannya itu."

"Bukankah itu bagus? Pernyataan Sora pasti akan memicu perceraian di rumah tangga Hee Young. Kau bisa segera mendekatinya lagi setelah dia menyandang status janda."

Yong Jin menggeleng tak setuju. "Dari yang kulihat siang tadi, kata cerai sepertinya jauh sekali. Sialan, mereka sangat mesra. Ingin rasanya kutonjok muka Shou itu."

Dong Wan terbahak. "Jangan! Bahkan setelah memutuskan pensiun pun, fans pria itu masih militan. Kudengar sekarang Jung Sora yang balik kena hujatan."

Yong Jin menyeringai. Dia tak suka arogansi Sora, juga sifat penuntutnya yang sangat susah ditoleransi. Bagus jika wanita itu sedikit dibuat repot oleh ulah fans Shou.

"Ada satu grup daring yang sering merundung Sora. Aku menemukannya tak sengaja saat menjelajah internet."

"Grup daring?" Yong Jin tertarik.

"Ya, sepertinya itu grup yang baru dibuat. Basisnya adalah penggemar berat Shou dan dikelola oleh admin anonim. Tiap anggotanya seolah berlomba memamerkan perisakan pada Sora."

"Perisakan macam apa?"

Dong Wan mengedikkan bahu. "Aku tak tahu pasti. Ada foto-foto manajernya dengan tubuh tersiram kimchi lobak. Terakhir kulihat ada seorang penggemar yang berhasil melemparkan telur busuk ke rambut Sora."

"Astaga!" Yong Jin terpingkal-pingkal. "Aku tak salah dengar, kan? Mana grupnya, Dong Wan?"

"Yang kulihat sudah hilang. Tapi banyak grup serupa bertebaran di internet. Rumornya muncul petisi menuntut Jung Sora meninggalkan Korea Selatan."

"Wow, meninggalkan Korea Selatan? Bukan hanya dunia hiburan?" Yong Jin terperangah. "Penggemar Shou mengerikan sekali."

"Ingat saja itu saat kau berusaha merebut istrinya." Dong Wan memutar-mutar gelas birnya. "Aku tak mengenal Shou dengan baik, tapi sekretarisku adalah penggemar loyal. Katanya banyak pendukung terpecah saat kabar pernikahan Shou tersebar. Tapi, setelah Sora membuat pengumuman resmi lewat agensi, fandom itu justru mendukung penuh hubungan Shou dan Hee Young."

Yong Jin termangu. Dia pun mendengar rumor panas itu dari kru syuting. Penggemar yang awalnya menentang, kini berbalik mendukung Hee Young. Sementara Sora justru menjadi bulan-bulanan publik.

"Di agensi pun tak terlalu baik," aku Yong Jin. "Hoejangnim ingin Sora vakum untuk sementara waktu. Setidaknya hingga kemarahan publik mereda. Tapi wanita itu menolak."

"Ah ya, kalian bertiga satu agensi sekarang."

"Hanya berdua." Yong Jin meralat. "Shou sudah keluar. Keputusannya itu memicu gelombang kemarahan pegawai."

"Apa maksudmu?"

Lelaki yang ditanya bergidik ngeri. "Sora jadi sansak hidup. Kupikir tiap dia datang ke agensi seolah akan memasuki medan peperangan."

Yong Jin tak merinci penjelasannya. Dia kembali menandaskan botol kedua. Masih tak kapok meski pening melanda, dia memesan lagi botol ketiga.

"Jangan mabuk!" tegur Dong Wan.

"Ada kau," balasnya enteng. "Kau bisa mengantarku pulang."

"Patah hatimu parah sekali, Yong Jin." Dong Wan berdecak keras.

Yang diolok hanya diam. Ya, dia butuh mabuk hingga semabuk-mabuknya. Sampai detik ini dia masih didera rasa bersalah. Dan Sora makin memperparah suasana hatinya yang buruk.

Wanita iblis itu patut mendapat pelajaran, geramnya dalam hati. Apa lagi saat momen-momen tertentu dia merasa kehilangan dirinya sendiri. Kondisi setengah linglung, tapi harus mendapat semprotan pedas Sora.

Seperti siang ini. Yong Jin merenung. Dia masih tak habis pikir. Ingatan terakhirnya adalah berada di tepi trotoar dan sedang melihat Hee Young yang keluar dari gedung. Tiba-tiba dia sudah berada di hadapan wanita itu tanpa mengingat perjalanannya sama sekali.

"Jadi, kapan kau akan melaksanakan rencanamu?" Dong Wan membuyarkan lamunan temannya.

Yong Jin meringis. "Kau sama berengseknya dengan Sora."

"Ayolah, Yong Jin. Kau mengenalku lebih baik dari itu." Dong Wan terkekeh.

Yong Jin memindahkan sebagian cairan cokelat keemasan di botol ke dalam gelasnya. Namun, dia urung meminum.

"Lusa aku akan pergi ke apartemen baruku. Kita berpesta di sana."

~~oOo~~

Apa yang akan dilakukan Yong Jin?

😢😢

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro