Cerita 18

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Hee Young mengetik cepat angka sandi. Dengung statis pintu yang terbuka menyambut kedatangannya. Terburu-buru dia melepas sepatu dan mengganti dengan sandal rumah. Tas kertas berisi gaun dilemparkannya begitu saja ke atas tempat tidur. Langkahnya lantas terarah ke kamar mandi.

"Sabun mana yang harus kupakai?" Hee Young kebingungan di depan lemari kaca. Koleksi sabun mandi Shou berderet rapi. Mayoritas beraroma maskulin.

"Yang mana?" Hee Young mulai panik. "Seharusnya kuletakkan sabunku juga di sini." Keluhannya terdengar berat.

Hee Young jarang bertindak impulsif. Dia tipikal orang yang memiliki ketenangan dan pengendalian diri sangat baik. Namun, hari itu dia ingin melepas citra dirinya. Setelah rencana fashion show seksinya gagal total, Hee Young ingin menebus dengan sesuatu yang istimewa.

Merasa putus asa karena tak menemukan yang dicari, Hee Young meraih botol favorit sang suami dan mulai menelanjangi diri. Kakinya melangkah ke bawah pancuran. Debaran jantungnya mulai melandai saat air hangat menyiram tubuh.

Aku tak akan bersembunyi lagi. Hee Young bertekad. Pertemuannya dengan Hana meningkatkan rasa percaya dirinya hingga titik tertinggi.

Lagipula, dia sudah memutuskan akan membuat Shou jatuh cinta padanya. Tekad sudah digulirkan. Tak ada jalan untuk berbalik lagi.

Jemari Hee Young mencengkeram selang pancuran. Selama enam tahun dia terus bersembunyi. Namun, pertemuan dengan Shou mengubah ritme hidup Hee Young. Ada yang menggelegak di hati. Shou mendukungnya. Untuk pertama kali setelah sekian tahun berlalu, dia merasa dihargai. Dan perasaan itu sangat menyenangkan.

Hee Young menyiram kepala dengan air hangat. Dia sudah terlalu lama berjuang sendiri, menutup jati dirinya dari dunia, dan berpura-pura tak ada seorang pun yang mengenali.

Namun, jauh di lubuk hati terdalam perempuan itu merindukan eksistensi diri. Matanya menyorot tajam ke dinding kamar mandi. Dia sudah cukup patuh. Seharusnya sekarang tak ada masalah jika Hee Young mulai membuka diri.

Kepalanya terasa pening. Kejadian demi kejadian yang beruntun dialaminya selama durasi singkat pertemuan dengan Shou, membuatnya kewalahan. Persahabatannya dengan Yong Jin tak pernah memberinya motivasi apa pun. Berbeda dengan Shou. Hanya memikirkan pria itu saja sudah mengobarkan semangat perubahan.

Diraihnya shower puff lalu menuang sabun. Jemarinya menggosok tubuh dengan busa yang tercipta. Hee Young bersiul sembari bergoyang pelan. Aroma citrus menguar kencang dari sabun Shou.

"Baumu harum."

Hee Young memekik kaget. Spontan dia berbalik dan terkejut setengah mati melihat Shou berdiri di hadapannya. Jantungnya nyaris melorot mendapati pria itu tak tertutup sehelai benang pun. Dia berpaling tepat waktu dan menghindari sebisa mungkin anatomi tubuh Shou yang menggoda.

"Kau pakai sabunku?" Shou mendekat.

Hee Young mundur selangkah. Shou berhenti bergerak. Mata emas itu menatapnya sangat tajam.

"Kau masih takut padaku, Hee Young?"

"Aku ...." Kerongkongannya tercekat. Dia masih gugup, tapi komitmennya untuk berubah berkobar kuat. Hee Young berdeham, mengalihkan topik pembicaraan untuk menutupi kegelisahannya.

"Semalam ... semalam aku merencanakan sesuatu untukmu."

"Oh ya? Apa itu?" Satu sisi alis Shou terangkat penasaran.

Bahkan dalam guyuran pancuran, Hee Young masih bisa merasakan wajahnya memanas. "Kemarin kau menjanjikan kencan. Aku menyiapkan pakaian dalam baru setelah kita pulang. Tapi ...."

Hening. Hanya terdengar suara guyuran air. Hee Young memberanikan diri melirik ke depan. Wajah suaminya tampak terperangah.

"Shou?"

Pria itu mengerjap bingung. "Aku minta maaf, Hee Young." Dia menatap lurus ke arah perempuan di hadapannya. "Seharusnya kemarin aku mencarimu. Tapi aku mempercayai ucapan manajer Sora."

Hee Young terdiam. Lisa yang telah memberikan berita palsu. Lisa juga yang telah menguncinya di kamar mandi hotel. Lisa si biang kerok, batin perempuan itu geram.

"Kupikir kau tak mau pergi denganku. Jadi aku memutuskan ikut ke rumah Jagga-nim."

Hee Young mengerjap bingung. "Kenapa aku tak mau ikut denganmu?"

"Selama ini kau selalu ketakutan saat bersamaku. Kurasa kau masih butuh waktu hingga terbiasa dengan kehidupan pernikahan kita. Jadi ...."

"Jadi semalam kau menyimpulkan aku pulang lebih dulu karena menolak pergi kencan denganmu?"

Shou menghela napas panjang. "Aku minta maaf telah memaksamu, Hee Young. Aku memang salah, terlalu terburu-buru. Seharusnya ...."

"Seharusnya kau tetap menungguku." Hee Young memotong cepat.

Dia memutuskan tak akan bercerita soal Lisa yang menguncinya di kamar mandi hotel. Manajer jahat itu akan diurusnya belakangan. Sekarang dia hanya ingin bersama Shou tanpa intervensi siapapun.

Dilihatnya Shou terperangah. Hee Young tak tahan untuk tidak tersenyum. Pada akhirnya bibirnya membentuk lengkung ke atas. Sepasang lengannya terulur. Tangannya yang masih berbalut busa sabun menangkup rahang yang kokoh, menariknya mendekat, dan mendaratkan kecupan termanis yang mampu dilakukan Hee Young.

Tubuh pria di depannya tak bereaksi. Masih diam sekaku patung. Jantung perempuan itu berdetak kencang. Rona merah menyebar di pipi. Apa Shou tak suka sikap agresifnya?

Hee Young hendak bergerak mundur saat Shou menariknya. Pria itu mendekapnya erat-erat. Bukti gairah pria itu menekan perut Hee Young. Telapak Shou menangkup bokong sang istri dan bibirnya melumat panas bibir Hee Young.

Perempuan itu bersorak dalam hati. Dibalasnya ciuman Shou sepenuh hati, memeras setiap emosi yang tersisa di jiwanya. Apa yang Hee Young tak miliki dalam hal teknik, diimbanginya dengan semangat menggebu. Tangannya mencengkeram rambut Shou kuat-kuat, melupakan traumanya, meninggalkan rasa rendah diri dan ketakutan jauh-jauh di belakang.

"Hee Young?" Mata pria itu berkabut. Dahi mereka saling menempel. Shou menarik napas setelah ciuman panas mereka yang membuatnya bergetar. "Kau bisa membunuhku," gumamnya lirih.

"Jangan mati dulu." Ujung jemari Hee Young menyusuri pertemuan rahang dan leher Shou. "Aku belum memberimu kenikmatan."

Bola mata emas itu berpijar. Percik gairah tersulut cepat. Geraman rendahnya lolos. "Merayuku, Nyonya Kim?"

"Tidak! Kau yang merayuku, Tuan Kim." Keberanian Hee Young makin meningkat. Senyumnya terkembang penuh semangat. "Seharusnya kau dilarang masuk kamar mandi saat aku berada di dalamnya."

"Tubuhmu terlalu indah untuk dibiarkan," balas Shou serampangan.

Hee Young terkikik geli. Gerakannya berani saat menyapukan jemari ke perut berotot Shou. Seseorang di masa lalunya pernah memintanya melakukan ini, dan sangat suka hingga membuatnya tersiksa. Namun, itu dulu. Sekarang perempuan itu akan melakukannya dengan sukarela.

"Tubuhmu juga terlalu indah untuk dilihat saja, Tuan Kim." Hee Young merayu lembut.

Satu alis Shou terangkat. "Apa yang bisa diperbuat tubuh ini?"

"Banyak." Pandangan Hee Young menunduk. Suaranya setengah melamun.

Hee Young melepaskan pelukan lengan Shou. Pria itu menatapnya dalam diam, menunggu tindakan selanjutnya. Dia mengulas senyum, garis bibir yang dulu pernah diberikannya hanya pada seseorang. Dia sedikit menjauh, tak lepas menatap kejantanan Shou yang berdiri kokoh.

"Aku senang malaikat sepertimu punya gairah besar." Hee Young menyentuhkan ujung jemari ke puncak diri Shou.

Nafas pria itu terkesiap berat. Senyum perempuan itu makin lebar. Gerakannya makin berani. Perlahan digenggamnya gairah Shou, merapatkannya ke dirinya sendiri, menikmati pria itu yang terus menahan napas. Pandangan Shou sangat intens. Seolah mampu mencairkan diri Hee Young, membangunkan keberanian femininnya yang selama ini tertidur.

"Terus atau berhenti?" tawar Hee Young jahil. Bersorak gembira atas kuasanya pada diri sang suami.

Kabut di mata Shou kian pekat. Hee Young menyeringai senang. Kendali ada di dirinya. Sang malaikat yang dominan kini bertekuk lutut.

Shou mencengkeram bahu Hee Young. Suaranya serak. "Kau akan jadi iblis jika berhenti merayuku."

Hee Young terkikik. Dia meremas Shou. Pria itu terlonjak. Tubuh mungil Hee Young mulai turun dalam gerakan erotis, berjongkok di bawah Shou. Mata indahnya melirik ke atas dan bersirobok dengan netra emas Shou. Dia memosisikan diri sedemikian rupa memberi akses tak terbatas sang suami pada dua payudara indahnya.

Perempuan itu melemparkan ciuman jarak jauh, menikmati reaksi Shou yang mematung takjub. Lalu bibir Hee Young menggantikan tangannya.

Shou menggerakkan keran. Guyuran air hangat menyiram mereka berdua. Pria itu mendongak dengan mata terpejam, memutuskan bahwa sekarang akan menjadi salah satu momen indah yang wajib masuk ke kolam kenangannya. Saat gerakan Hee Young makin intens, Shou hanya mampu mendesahkan nama sang istri dalam nada penuh kesyahduan.

"Kim Hee Young, kau memang dewi pembunuh ...."

~~oOo~~

Gaun hijau yang dibelinya baru mendapat kesempatan unjuk gigi berjam-jam kemudian. Karena Shou jelas tak rela membiarkan istrinya selesai dengan cepat.

Setelah permainan kecil di bawah pancuran, pria itu menarik perempuannya ke ranjang dan meneruskan percintaan hingga Hee Young nyaris kehabisan tenaga.

Kini dia berdiri di dapur, lincah meracik berbagai bahan makanan. Kaki telanjangnya mondar-mandir di antara kompor, kulkas, dan meja dapur. Jendela besar di salah satu sisi menampilkan pemandangan langit malam tak berbintang. Jam dinding menunjukkan mereka belum terlalu lama melewatkan makan malam.

"Memasak?"

Hee Young menoleh. Senyumnya terkembang melihat Shou bersandar di konter dapur. Penampilan pria itu segar. Aroma krim cukur dominan dari tubuh maskulin itu. Kapan Shou datang?

"Kau sudah membuatkan makan siang. Sekarang ganti diriku." Cekatan Hee Young memasukkan potongan tofu ke kuah merah. Gerakannya terhenti saat lengan Shou melingkari perut rampingnya.

"Kau tak takut lagi." Itu sebuah pernyataan.

Hee Houng mengulum senyum. Masih dengan Shou yang memeluknya dari belakang, dia memasukkan lagi bahan-bahan ke panci keramik. "Tidak lagi."

"Benar?"

Hee Young memikirkan jawabannya. "Masih sedikit takut. Tapi ...."

"Tapi?" Shou mengangkat kepala. Hembusan napasnya terasa panas di kulit leher Hee Young. Dia menunggu kelanjutan penjelasan perempuan itu.

"Tapi bukan padamu." Hee Young berteka-teki.

Dia terlalu sibuk mengamati kuah di panci, hingga tak menyadari perubahan ekspresi Shou. Setelah memastikan panasnya stabil, dia berbalik menghadap suaminya.

"Kau sudah merelakan dirimu menjadi tamengku. Sangat memalukan jika aku terus bersembunyi dalam tempurungku."

"Bersembunyi dalam tempurung?" Shou bertanya geli.

Hee Young mengangguk. "Aku sudah memutuskan, Shou."

Kilat di netra itu penuh kemantapan. "Aku akan memantaskan diri berdiri di sampingmu. Meski kau makhluk astral dan imortal, tapi kau punya popularitas. Aku tak akan mencoreng nama baikmu sebagai manusia. Ini juga rasa terima kasih karena telah melindungiku."

Hee Young menyentuhkan ujung jemarinya ke rahang tegas Shou. Jempolnya mengelus kulit selembut satin bibir pria itu. Berani, tak canggung sedikit pun.

"Selain itu, aku sudah memutuskan untuk membuatmu jatuh cinta. Jadi, aku tak bisa terus-terusan bersembunyi di balik setelan gelap."

Shou meraih pergelangan Hee Young. Dikecupnya punggung tangan perempuannya. Suaranya berat dan dalam, sedikit parau oleh keputusan yang telah diambilnya.

"Kita coba, Hee Young."

"Coba apa?"

Shou merapatkan tubuhnya ke tubuh mungil sang istri. Bahkan, setelah berjam-jam bercinta dengan perempuan itu, antusiasme Shou masih terbangkitkan saat berdekatan dengan Hee Young.

Dan dia tahu istrinya bisa merasakan jelas. Alis yang terangkat tinggi sudah menjelaskan pengetahuan Hee Young akan anatomi baru tubuh suaminya.

"Kau merasakannya?" bisik Shou bergetar. "Gairah itu hanya milikmu. Tak ada wanita lain yang bisa melakukannya."

"Shou ...."

"Dengarkan aku, Chagiya." Shou memotong cepat. "Aku terima tawaranmu. Kau bisa lakukan apa pun untuk membuatku jatuh cinta. Dan sebagai gantinya ...."

Shou sengaja menggantung kalimatnya. Tangannya dengan nakal menyusup ke balik gaun Hee Young.

"Sebagai gantinya ... apa?" Hee Young terengah saat jemari Shou mulai bermain di balik pakaian dalamnya.

"Sebagai gantinya ...," senyum Shou licik. "... kita berdua harus bersikap jujur satu sama lain. Setuju, Hee Young?"

Perempuan itu mengangguk tanpa pikir panjang. Gerakan jari Shou sudah melewati batas pertahanan dirinya. Hee Young bersandar ke dada bidang sang suami. Lemas.

"Bagus kau setuju." Shou menarik tangannya. Terdengar rengekan manja Hee Young.

"Kau mau lagi?"

"Ya, tolong, Shou?" Wajah Hee Young merah padam.

"Boleh, tapi ada syaratnya."

"Katakan syaratnya!"

Shou menyibak rambut bergelombang Hee Young. "Jujurlah padaku. Siapa yang memaksamu menutup diri, Hee Young?"

~~oOo~~

Hemm ... tercium bau-bau misteri baru, nih ....

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro