Cerita 9

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Hee Young terbelalak. Tanpa banyak kata, dia meninggalkan Shou. Kakinya menghentak keras masuk rumah. Di belakangnya Shou mengekor sembari tergelak.

“Sudah kubilang pulang sana ke rumahmu sendiri!” Hee Young gusar.

“Tak mau! Malam ini aku menginap di sini.” Shou mengabaikan kemarahan istrinya. Dia melenggang masuk rumah. Decakan keras lolos dari bibir melihat suasana dalam rumah Hee Young. “Rumahmu semungil dirimu.”

“Tak usah mengkritik hunian orang lain.” Meski kesal, tak urung dia menyiapkan minuman hangat untuk Shou. “Aku menerimamu malam ini demi sopan-santun belaka.”

“Tak ada sopan-santun di antara suami-istri.” Shou mengungkung tubuh mungil Hee Young di konter dapur. Hidungnya menghidu aroma mawar dari rambut perempuannya. “Kau wangi.”

“Shou, lepas!”

“Tidak, Chagiya.” Lelaki itu malah memeluk Hee Young dari belakang. Suara desis air di kompor menjadi pengiring keheningan rumah berkonsep studio itu. “Aku tak ada hubungan apapun dengan Jung Sora.”

Hee Young mematung. Dia bisa merasakan hangat napas Shou di telinganya. Jantungnya berdebar kencang. Mereka terlalu dekat. Perempuan itu mulai merasakan napasnya tersengal. Jemari Hee Young tertekuk di tepian konter dapur. Matanya terpejam rapat.

“Kau takut lagi padaku,” gumam Shou.

Hee Young bernapas susah-payah. “Aku—aku tak takut. Aku hanya—hanya ....”

Tubuh Hee Young lemas. Sebelum ambruk, Shou berhasil menangkapnya. Lelaki itu menatapnya prihatin. “Kau tak takut pada Yong Jin, tapi hampir pingsan saat berada dekat denganku?”

Hee Young diam saja. Shou berdecak keras. Dia mematikan kompor dan membopong tubuh mungil istrinya. Perempuan itu sempat meronta, tapi Shou tak berniat kalah dengan mudah. Dia menolak melepas Hee Young.

Lembut Shou membaringkan perempuannya ke atas tempat tidur. Penuh kehati-hatian dilepasnya sepatu dan mantel Hee Young. Saat hendak meloloskan kancing blus, Hee Young mencengkeram tangannya keras.

“Jangan ...,” ujarnya lirih.

Shou menghela napas panjang. “Kau mau tidur dengan baju seperti itu?”

Hee Young mengangguk. Shou bangkit dari tempat tidur.

“Sayangnya aku tidak,” kata Shou. Dia mulai melepas sweater lalu kaus di baliknya. Dalam sekejap, lelaki itu sudah bertelanjang dada memamerkan otot-otot yang kekar sempurna.

Jantung Hee Young berdegup kencang. Ada rasa aneh yang mengaliri hati. Sebentuk kenyamanan yang masih asing. Enam tahun dihabiskannya menghindari kaum adam. Hanya bersama Shou, ketakutannya pada lelaki perlahan sirna.

Ini aneh, Hee Young membatin. Mengapa hanya pada Shou? Dia bersahabat dengan Yong Jin sangat lama, tetap sama masih canggung melihat lelaki itu telanjang dada. Berkebalikan dengan Yong Jin, saat berhadapan dengan Shou dia tak merasa kikuk. Seolah Shou adalah bagian dari dirinya yang tak perlu ditakuti.

“Lihat aku, Hee Young.”

Netra Hee Young perlahan menelusuri garis otot yang tercetak tegas. Shou adalah mahakarya Tuhan. Dia sempurna. Perempuan itu menjilat bibir yang mendadak kering.

“Aku ingin bercinta denganmu.”

Hee Young tertegun. Bulu matanya mengerjap-ngerjap cepat. Perempuan itu bisa merasakan hawa panas menjalari kedua pipi. Dia tak mampu menjawab permintaan Shou karena hantaman rasa syok.

“Aku sudah menahan diri, Hee Young. Aku tahu ketakutanmu pada lelaki. Tolong, ijinkan aku menyembuhkanmu.”

“Apa kau bisa?” tanya Hee Young sangsi. “Kalian semua sama saja, kan, jika sudah berhadapan dengan perempuan?”

“Aku berbeda,” sanggah Shou lembut. “Aku tak sama dengan dia yang telah membuatmu trauma.”

Hee Young berjengit mendengar pernyataan Shou. Bola matanya membesar. Seolah mengetahui isi hati istrinya, Shou berkata pendek.

“Aku sudah tahu semuanya.”

“Kau tahu dan masih mau menerimaku?” Hee Young terpaku menuntut penjelasan. Nihil. Lelaki di depannya hanya tersenyum.

“Ijinkan aku menyembuhkanmu.”

Hee Young merasakan kasur di sebelahnya melesak. Lalu sentuhan hangat jemari yang merapikan rambutnya. Telinga Hee Young sudah semerah kepiting rebus sekarang.

“Percaya padaku, Chagiya. Aku akan menghilangkan ketakutanmu.”

Itu janji termanis yang pernah Hee Young dengar dari seorang lelaki. Pengalamannya bersama lawan jenis selalu berakhir buruk, kecuali terhadap Yong Jin. Sekarang ada sosok lain yang berniat menyaingi sahabat masa kecilnya. Anehnya, Hee Young tak merasa keberatan.

Sikap jantannya yang ingin melindungi Hee Young sudah mencuri hati perempuan itu. Lelaki itu memang menggunakan cara licik. Mengancamnya dengan skandal masa lalu hanya demi memaksa Hee Young setuju menikah.

Perempuan itu termangu. Benarkah dia terpaksa? Diam-diam Hee Young mencela dirinya sendiri karena telah berbohong. Hanya Shou seorang yang berhasil membuatnya meluapkan kemarahan. Lelaki itu selalu memancing emosinya, berdebat, menggodanya, dan beradu mulut. Ekspresi jiwa yang tak pernah Hee Young bisa lakukan selama beberapa tahun ke belakang.

Hee Young mulai nyaman. Shou bersikap jujur. Dia tulus dengan caranya sendiri. Hatindan otaknya sejalan mengakui bahwa dia sudah tertarik dengan aktor tampan itu sejak syuting dimulai.

Ya, sejak Sora dan Shou memeragakan adegan pernikahan di kapel. Batin Hee Young gundah. Perasaan iri dan jengkel yang menguasainya membuat dirinya terkejut. Kecemburuan yang belum pernah dirasakan sebelumnya kini diterima perempuan itu dengan linglung.

Lalu, kini Shou dengan lembut meminta ijin padanya. Lelaki itu menunggu persetujuannya sebelum menyentuh tubuh Hee Young. Perempuan itu diliputi rasa bahagia yang pekat. Shou memperlakukannya penuh hormat, juga pemujaan menilik sesuatu yang menonjol dari balik celana lelaki itu.

Ada Jung Sora yang sepuluh kali lipat lebih sempurna dibanding dirinya, tapi gairah Shou malah tertuju padanya. Hee Young tersanjung.

Dia mendongak. Netra cokelatnya bertemu dengan sepasang mata keemasan Shou. Perempuan itu menelan ludah. Tak ada salahnya mencoba. Mungkin setelah bertahun-tahun menghindari kaum adam, kini Hee Young bisa mulai mempercayai salah satu di antaranya.

Setelah satu hembusan napas panjang, kepala Hee Young mengangguk. Dia tak ingin berpura-pura. Dia juga menginginkan lelaki di hadapannya ini.

“Oke,” jawab Hee Young pendek.

💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞

Seok Jung meletakkan gawai. Dia mendongak berbarengan dengan daun pintu Prunos yang terayun membuka.

“Wah, ada aktris populer datang.”

Seok Jung menoleh ke arah istrinya. “Siapa?”

“Kau tak tahu? Lain kali tolong tinggalkan sejenak tanaman-tanamanmu dan bukalah sosial media,” tegur Ae Ri. Dia sedikit kerepotan untuk duduk dengan perut membuncit.

“Istriku, aku sibuk membangun Prunos kembali. Tak ada waktu mengurusi tetek-bengek tak penting macam itu,” kilah Seok Jung. “Jadi, siapa dia?”

“Suamiku tersayang, perempuan yang baru datang itu seorang artis terkenal. Lihat, para pengunjungmu semua menoleh, kan?”

Lelaki tampan itu mengamati para pelanggan Prunos. Istrinya benar. Mereka jelas-jelas tertarik dengan si pengunjung baru. Mata Seok Jung menyipit.

“Siapa namanya tadi?”

“Jung Sora. Gosipnya dia yang jadi lawan main Shou di drama terbarunya.”

“Shou? Anak itu tak bercerita apapun.” Seok Jung mengernyit heran. “Yah, dia memang tak pernah membahas kariernya denganku. Ngomong-ngomong bagaimana kau bisa tahu hal itu?”

“Adikmu itu sangat loyal pada fansnya dan aku adalah salah satu dari sekian juta fans fanatiknya.”

“Kau fanatik dengan Shou?” Seok Jung kaget. “Harusnya kau fanatik dengan aku.”

“Kalau padamu bukan fanatik, tapi posesif.” Ae Ri memajukan bibirnya. Mata cokelatnya berkilat. Dahinya berkerut kecil. “Apa kau juga mengenal Jung Sora?”

“Kenapa?”

“Dia memberi tanda bersulang padamu.”

Seok Jung mengalihkan pandangan. Istrinya benar. Perempuan cantik itu mengangkat gelasnya. Bibir tipisnya mengucapkan sebaris kalimat tanpa suara, tapi terbaca oleh lelaki itu.

Tak urung senyum Seok Jung terkembang. Dia mengangguk dan mempersilakan tamunya minum. Di sampingnya, Ae Ri terheran-heran.

“Kau mengenalnya?” Ae Ri penasaran.

“Sangat mengenalnya,” jawab Seok Jung. Kekehannya terdengar geli. “Dia datang ke pernikahan kita.”

“Pernikahan kita? Bukankah kita menikah di Dunia Atas? Tak ada manusia yang ada di sana kecuali aku ....” Bola mata Ae Ri membesar seolah tersadar akan sesuatu. Dia meninju tangannya sendiri. “Ah, aku tahu! Dia seorang malaikat juga, kan?”

“Bukan malaikat.” Koreksi Seok Jung. “Dia dewi.”

Ae Ri terbelakak. “Dia dewi? Omo, kenapa dia ke sini.”

“Ke Prunos? Untuk memberi salam pada kita kurasa.” Seok Jung kembali menekuni laptop di meja.

Ae Ri menyenggol siku suaminya tak sabar. “Bukan itu. Maksudku, kenapa dia datang ke Bumi?”

Seok Jung menghentikan gerakan jemarinya di papan tombol. Dagunya sedikit terangkat. “Aku tak tahu dan tak mau tahu.”

“Sayangku, kenapa kau sedingin itu?” Ae Ri senewen.

“Aku tak mau ikut campur urusan Jung Sora. Lebih baik kita fokus saja menjaga adik ipar baru.”

Ae Ri menelengkan kepala. Teringat perempuan mungil yang beberapa hari lalu dinikahi Shou. Wajahnya cerah.

“Bolehkah aku mengundang Hee Young makan malam bersama kita? Aku ingin lebih akrab dengannya.”

“Tentu!” Seok Jung mematikan laptop, lalu berkonsentrasi penuh pada istrinya. “Istri Shou yatim-piatu. Kurasa kita perlu memberinya suasana keluarga yang hangat.”

“Oke! Aku akan hubungi Shou.”

Ae Ri silam ke belakang menelepon adik iparnya. Sepeninggal sang istri, Seok Jung melayangkan tatapan pada Jung Sora. Melalui telepati, dia mengirimkan salam perkenalan dalam bahasa cheonsa.

“Selamat datang di Prunos, Dewi Agung. Ada gerangan apa Anda datang ke sini?”

Jung Sora menaikkan alis. Bibir merahnya membulat, tapi sorot matanya jenaka.

“Jenderal Cahaya Yoseong, Langit benar-benar kehilanganmu. Kau memang layak menyandang gelarmu karena langsung mengenaliku.”

Seok Jung tertawa kecil. “Kutebak Haes-sal tak tahu kedatangan Anda. Jadi, kali ini apa tujuan Anda turun ke Bumi?”


💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞

Apakah masih ada yang menunggu Haes-sal?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro