#29

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Kau sudah cari tahu apa yang kusuruh kemarin?"

Seorang pria berpakaian rapi menurunkan koran yang semula digelar di pangkuan. Kacamata membingkai wajahnya yang tegas, ditarik, kemudian diletakkan pada meja kayu yang menjadi tumpuan tangannya saat ini. Wangi mint menguar dari ruangan luas yang sebagian besar dilapisi kaca-kaca. Sejauh mata memandang, cuma ada bangunan-bangunan tinggi yang tampak gemerlap ketika malam. Koran tadi dilipat dan disimpan di nakas yang dihiasi bertumpuk-tumpuk majalah fesyen edisi terbaru. Tujuannya beralih pada secangkir teh yang tersaji di meja. Dihidu harumnya, sebelum disesap perlahan-lahan.

"Sudah, dan saya menemukan sesuatu yang cukup mengejutkan."

Seorang lagi yang mukanya keras dan kaku terlihat berjalan lebih dekat, membungkuk sedikit, kemudian menarik sebuah berkas yang dibungkus map cokelat dari tas yang tadi ditenteng. Ada berlembar-lembar kertas yang mencetak informasi seseorang di sana.

"Apa itu?"

Cangkir teh sudah diletakkan ke tempat semula. Lalu telunjuknya bergerak memutar pada pinggiran cangkir sedangkan matanya memejam, menikmati suasana sore yang mendung. Lamat-lamat—setelah disadari—terdengar lantunan musik-musik Chopin yang diputar pada piringan hitam di pojok ruangan.

"K adalah anak dari Kim Sung Jin. Namanya Kim Mingyu," jelas si pria bermuka keras. Tidak ada tanda pengenal yang tersemat di pakaian formalnya. Yang ada cuma codet memanjang yang melintang di alis bagian kanan.

"Kim Sung Jin ... maksudmu Kim Sung Jin yang itu?" Wajahnya diangkat, membuka kelopak mata perlahan. Telunjuknya berhenti memutar pada pinggiran cangkir. Sekelebat profil wajah seseorang berhasil melintas di ingatan. Ada senyum samar yang tak bisa dijelaskan terpancar dari sudut bibir. Nama itu ... sudah lama sekali dia tidak mendengar nama itu disebut secara nyata setelah bertahun-tahun seperti hilang dilibas waktu.

"Benar, Sajangnim." Dua lembar foto segera disodorkan ke meja, menampilkan sesosok bugar yang wajahnya muda menawan dan berahang tegas. "Ini adalah foto yang berhasil saya dapatkan baru-baru ini."

"Wajahnya terlihat tidak asing. Dia punya garis rahang seperti ayahnya," ujarnya sembari mengamati foto yang kini telah berpindah ke tangannya. "Apa saja yang dilakukan anak ini? Apa dia pernah terlibat pembunuhan selain kasus Wakil Direktur J&S Group?"

"Dia adalah pembunuh bayaran dan sehari-harinya bekerja di sebuah toko bunga di Distrik Yeouido. Seperti yang sudah saya sebutkan, Anda pasti pernah mendengar nama K, bukan?"

"Ya, aku pernah mendengarnya sesekali, tapi tak pernah benar-benar tahu siapa dia. Bahkan pihak kepolisian belum berhasil mengungkap siapa orang di balik nama K."

Lagipula, inilah sebabnya dia menyuruh anak buah kepercayaannya itu mencari informasi tentang orang yang berhasil menjatuhkan rival perusahaannya, yang tak lain adalah J&S Group. Tentu saja secara tidak langsung merasa berterima kasih sebab tak perlu susah-susah mengotori tangan demi orang-orang seperti itu. Apalagi mengeluarkan uang untuk menyewa pembunuh bayaran.

"Bagaimana kau bisa mendapat informasi ini?" tanyanya lagi.

"Saya mengirim banyak uang pada seseorang untuk membeli informasinya."

Suara tawa menggelegar. Gemanya memantul pada dinding-dinding kukuh ruangan tersebut, membuat musik-musik Chopin yang diputar tenggelam begitu saja.

"Kerja bagus. Itulah sebabnya aku menyerahkan hal ini padamu. Kau memang dapat diandalkan."

Meski mendapat pujian, tak ada senyum atau setidaknya raut penghargaan yang dihadirkan pria bertampang kaku tersebut. Wajahnya tetap tegas dan menajam, tidak terpengaruh sama sekali. Yang ada hanya kepala yang menunduk sekilas sebagai rasa hormat dan terima kasih.

"Tapi ada yang lebih penting, Sajangnim."

"Mwonde?"

Ada jeda beberapa sekon. Pria yang duduk tenang di kursi kerja terlihat menunggu. Jemarinya kembali memilin pinggiran cangkir.

"Dia adalah orang yang ditugaskan membunuh pejabat Kwon, ayah Anda."

•ㅅ•

"Bagaimana kondisimu sekarang?"

Kim Mingyu bisa mendengar suara Wonwoo tepat ketika benda pipih menempel di telinga kembali. Dia baru saja selesai mengganti baju karena tak sengaja ketumpahan air yang dia minum.

"Baik."

"Bagaimana lukamu?"

"Baik-baik saja."

Kim Mingyu duduk bersandar sambil memejam malas. Di saat begini ia tidak berharap akan mendengar suara Jeon Wonwoo. Bahkan, bagaimana mungkin pria Jeon itu menghubunginya juga sewaktu dia sedang berada di toilet pagi-pagi sekali. Dan sekarang dia ingin menikmati waktunya untuk beristirahat tanpa gangguan, meski itu hanya sebatas dering ponsel sekalipun. Dia merasa harus cepat-cepat keluar dari tempat ini. Mengendap di rumah sakit terlalu lama bukanlah ide bagus. Namun, ya, apa boleh buat. Pada akhirnya, beginilah dia berakhir—berbaring dengan balutan perban di punggung, menerima perawatan dan obat-obatan seperti orang sakit. Ya ampun, dia memang sedang sakit, bukan?

"Apakah aku perlu ke Yeouido untuk menjengukmu?" Dari seberang Wonwoo kembali melontarkan pertanyaan.

"Dwaesseo." Mingyu berujar tanpa minat. Sangat kentara bahwa dia ingin segera menutup telepon dan tidur dengan nyaman.

"Bisakah kau memberiku jawaban yang tidak menguji kesabaranku?" Pria Jeon itu berdecak, merasa gemas sendiri dengan respons Mingyu.

"Memangnya aku melakukan apa?"

"Wah, kau benar-benar."

"Ada apa meneleponku?"

Mingyu memilih tak menggubris gerutuan Jeon Wonwoo dan mengembalikan fokus percakapan mereka, berharap ini akan segera berakhir. Pelipisnya dipijit lantaran merasa pusing gara-gara beberapa hari belakangan, semenjak dia melihat bagaimana Jung Chaeyeon tersenyum dan memperlakukan penyanyi muda tersebut secara berbeda. Dia nyaris tidak bisa tidur dan terus merasa gelisah setiap malam, memikirkan bagaimana dan seperti apa kedekatan mereka. Dan itu betul-betul menguras energi. Tenaganya seperti habis sia-sia. Menyebalkan. Lebih menyebalkan sebab dia masih bingung mengapa harus merasa begini. Dia hanya merasa tidak nyaman dan ingin marah—apalagi Jung Chaeyeon belum datang menjenguk lagi setelah hari itu.

"Aku sudah pernah berkata kalau Song Mino kaki tangan Choi Dae Hwan, bukan?" Jeon Wonwoo memulai setelah berdeham singkat. Suara ketikan pada kibor komputer terdengar samar-samar. Mingyu hampir selalu bisa mendengar suara itu setiap Wonwoo meneleponnya.

"Hm, lalu?"

"Mereka mengincar Jung Hyun Jae dan putrinya," ungkapnya.

"Lalu apa hubungannya denganku?"

"Ck, kau bilang perlu tahu apa motif Song Mino datang ke sana. Juga, kau tidak mau kalau targetmu didahului orang lain, bukan?" Wonwoo sepertinya sedang berusaha menahan sabar. Kadang-kadang Kim Mingyu memang senang menguji kesabaran tanpa alasan dan dia mau tak mau mesti menjadi pihak yang harus mengalah.

"Oh, benar." Mingyu membalas singkat setelah mengingat ucapannya sendiri kala itu.

"Apa-apaan reaksimu. Kau sedang datang bulan atau bagaimana? Menyebalkan sekali." Kali ini, meskipun Wonwoo sedang menahan agar tidak melempar sepatu ke muka Mingyu—kalau seandainya mereka bertemu—dia tetap saja tak bisa menahan gerutuan yang keluar dari mulut.

"Kau baru tahu kalau aku menyebalkan, Jeon?"

Mingyu akhirnya menahan kekehan agar tidak keluar terlalu kentara dari mulut atau Jeon Wonwoo akan menggila. Menyenangkan juga membuat pria itu emosi.

"Terserah kau saja. Aku hanya akan memberi tahu ini padamu. Jadi, dengarkan baik-baik." Wonwoo memberi jeda, berdeham lagi, lalu kembali menjelaskan. "Choi Dae Hwan yang kusebutkan tadi adalah orang kepercayaan bedebah Kwon. Dia selalu tunduk dengan Kwon Jung Ahn sialan itu. Kau sendiri tahu kalau mendiang ayahmu terlilit banyak utang padanya. Dan orang-orang yang datang ke apartemenmu waktu itu adalah suruhannya. Benar?"

Mingyu menegakkan tubuh, tidak bersandar lagi seperti sebelumnya. Kepalanya disiapkan untuk menampung segala informasi yang akan menjadi fokus obrolan mereka kali ini. Kwon Jung Ahn atau siapa pun itu, telinganya sudah cukup bosan mendengarnya. Namun, dia tetap menyimak karena memang untuk itulah Jeon Wonwoo repot-repot menghubunginya.

"Ya, aku tahu. Tapi aku baru tahu soal dia adalah kepercayaan Kwon Jung Ahn." Mingyu mengerutkan kening. Pelan-pelan obrolan ini membuatnya tertarik. Dia tahu kalau pria Kwon itu berengsek, dan dia juga tahu selicik apa Choi Dae Hwan. Siapa yang tidak mengenal Choi Dae Hwan di negara ini? Pria itu memang terkenal dengan sifatnya yang demikian.

"Lalu kau sendiri yang mengeksekusi si Berengsek itu." Wonwoo melanjutkan. "Kaupikir, mengapa mereka tiba-tiba datang ke apartemen dan melukai ibumu? Karena Choi Dae Hwan murka? Iya, itu bisa saja terjadi karena bos besarnya tiba-tiba mati. Atau bisa saja karena memang mereka hanya ingin menagih utang. Tapi bukan itu."

"Lalu?"

"Karena kau adalah Kim Mingyu, anak dari Kim Sung Jin." Wonwoo membalas lugas. Setiap kata diucapkan dengan penekanan tertentu seakan menegaskan bahwa menjadi anak dari seorang Kim Sung Jin adalah kesalahan paling fatal dan berbahaya. Atau setidak-tidaknya membuatnya di ambang kesialan. Atau ... entahlah. Yang jelas, begitulah yang ditangkap sesuai pemahaman Mingyu.

"Mwo?"

"Ayahmu adalah korban ketidakadilan di negara tercinta kita ini. Sementara anak bedebah Kwon adalah orang berpengaruh pemilik perusahaan elektronik terkenal di Korea. Sahamnya ada di mana-mana dan sebentar lagi akan mencalonkan diri sebagai wali kota Seoul. Dan omong-omong, kau dekat dengan Yerin akhir-akhir ini?"

"Yerin? Jung Yerin maksudmu? Kau mengenal Jung Yerin?" Mingyu agak tak mengerti mengapa Wonwoo tiba-tiba menyebut nama Jung Yerin ke dalam obrolan yang nuansanya tidak mengenakkan.

"Siapa yang tidak mengenal Jung Yerin, Bodoh. Dia adalah anak tunggal kaya raya dari salah satu mitra kerja perusahaan Kwon. Dan kabarnya mereka akan segera bertunangan."

Bertunangan. Jung Yerin?

"Benarkah? Yerin tidak pernah mengatakan apa-apa padaku. Yah, kecuali dia pernah bilang kalau ingin menikah." Mingyu tiba-tiba teringat celetukan Yerin waktu itu. Sekarang di kepalanya terangkai banyak cabang agar bisa menilik situasi macam apa yang sebenarnya tengah terjadi.

"Kau sama sekali tidak melihat atau membaca berita, ya? Itulah sebabnya kau tidak tahu bila wajahmu disamarkan di sebuah media karena diduga sebagai kekasih Jung Yerin. Kau tahu apa judul beritanya? 'Pria Misterius yang Berkencan dengan Jung Yerin, Putri Tunggal Pewaris Jung's Corp., di Rumah Sakit.' Kau gila, Kim?"

Mingyu tahu Jeon Wonwoo sedang menunjukkan keterkejutan di balik nada bicaranya yang hendak marah. Atau meskipun tidak marah, laki-laki itu tampaknya akan tercekik saking frustrasinya terhadap sesuatu yang Mingyu rasa bukanlah perbuatannya secara sengaja.

"Apa? Itu tidak mungkin. Aku tidak memiliki hubungan apa pun dengannya. Dia hanya adik kelasku sewaktu SMA." Bahkan Mingyu juga tak kalah terkejut kalau Wonwoo ingin tahu bagaimana reaksinya mendengar hal tersebut. Dari sini dia sudah sedikit menyadari, mengapa menjadi anak dari Kim Sung Jin seperti sebuah kesalahan. Jung Yerin, orang-orang Choi Dae Hwan, dan anak bedebah Kwon. Kini semuanya terasa jelas.

"Itulah mengapa aku menyuruhmu rajin-rajin melihat berita terkini. Sekarang foto itu sudah ramai dibicarakan. Apa yang akan kaulakukan? Melindungi identitas, Pantatmu." Wonwoo mengumpat berkali-kali setelah terdengar kursi didorong dengan begitu kasar. "Ini tidak baik, Kim. Mereka akan segera mengorek apa pun tentang dirimu. Itu gawat." Lalu detik berikutnya, nada bicara Jeon Wonwoo berubah menjadi kekhawatiran. Laki-laki Jeon itu tidak benar-benar ingin marah. Mingyu tahu dan paham. Namun karena di sini serasa dia satu-satunya orang yang patut disalahkan, dia merasa keberatan.

"Apa aku terlihat sengaja melakukan itu? Aku bahkan tidak tahu itu terjadi." Nada bicara Mingyu naik sedikit dari biasanya.

"Baiklah, maafkan aku. Aku tidak bermaksud menekanmu. Aku hanya terlalu cemas." Wonwoo sekarang lebih tenang. Bicaranya sudah kembali seperti biasa. Merasa bersalah karena mengucapkan kata-kata seperti tadi pada Kim Mingyu.

Migyu bergeming untuk sesaat. Tidak ada percakapan yang tersambung di antara keduanya selama beberapa detik, tapi telepon belum terputus. Wonwoo memilih menunggu. Mingyu pun tahu hal itu.

"Lalu kenapa mereka mengincar Jung Hyun Jae dan putrinya?" Setelah meredakan sedikit emosi, Mingyu melanjutkan. Dia memilih topik yang menjadi awal dari obrolan ini terlahir—tentang Jung Hyun Jae dan putrinya.

"Jung Hyun Jae mempunyai bukti-bukti tentang pelaku sebenarnya dari kasus yang membuat ayahmu dipenjara. Yah, kurasa orang-orang itu mengancam atau semacamnya. Aku belum mencari tahu banyak bagian ini. Yang jelas, kalau bedebah Kwon masih terkait dengan hal ini, sudah jelas, 'kan, kalau kemunculan Song Mino juga tak jauh-jauh dari mereka? Dan kuperingatkan, jangan dekat-dekat dengan Jung Yerin mulai sekarang atau anak Kwon berengsek itu akan mengganggumu. Mereka dekat dengan media, dan kita akan tamat bila identitasmu sampai terbongkar."

Mingyu meremas selimut yang menutupi setengah tubuhnya. Itu tidak boleh terjadi. Setidaknya, bukan untuk saat ini. Bukan ketika dia sedang berusaha menjaga sang ibu. Bukan juga ketika dia mulai ketergantungan dengan kehadiran Jung Chaeyeon. Tidak. Bukan sekarang. Dia harus bersembunyi sejauh mungkin sampai tak terendus dan diseret paksa ke permukaan.

"Aigoo ..., Mingyu-ya."

Mingyu refleks menoleh ketika pintu ruang rawat terbuka dan menampilkan seseorang yang familier di sana. Seseorang dengan wajah yang selalu hangat seperti ibunya.

"Nanti kita bicara lagi. Bibiku datang berkunjung," bisik Mingyu. Dengan cara seperti itu, sambungan teleponnya dengan Jeon Wonwoo berakhir. Seulas senyum segera disunggingkan demi menyambut wanita setengah baya di depannya tersebut.

"Bibi Lee." Kim Mingyu menyapa.

"Bagaimana kau bisa seperti ini? Apa kau banyak terluka?"

Wanita itu mengulurkan tangan usai menaruh sebuah tas besar demi bisa mengelus muka Kim Mingyu yang masih kepucat-pucatan.

"Ah, tidak, Bi. Aku sudah merasa lebih baik sekarang. Hanya perlu beristirahat sebentar." Mingyu mencairkan sebuah tawa pendek yang terdengar tetap menyenangkan.

"Astaga, lihatlah. Kau jadi terlihat kurus begini."

Melihat ini membuat Mingyu makin menyadari bahwa dia perlu menghilang sejauh mungkin agar tetap bisa menikmati hangat kasih orang-orang di sekitarnya. Hanya ada K. Dia akan segera membunuh Kim Mingyu. Atau justru sebaliknya. K yang akan lenyap tak berjejak.

•ㅅ•

huee dahal rencana mau ditamatin bulan ini, ternyata belum bisa :)

2021년 12월 26일

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro