EPILOG

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Diputer lagunya sampai selesai baca okay :)
Happy Reading!

*****

Malam hari yang penuh dengan kesedihan. Hati dan pikiran saling berkecamuk. Mengikhlaskan dan merelakan hal yang memang sulit untuk dilakukan bagi pasangan suami istri yang tengah gundah dikursi tunggu rumah sakit.

Hingga kesunyian itu tertahan ketika cowok jangkung dangan rambut yang sedikit gondrong menemui mereka. Tersulut rasa kesal ketika mata tajam Adam bertemu dengan mata hitam Gardu.

Adam bangkit dan bersamaan dengan Kenzi, Alden, Ari, dan Arga yang datang.

"Mau apa lo kesini? Belum bisa nerima kenyataan?" tanya Ari sinis.

Kenzi yang sudah tersulut emosinya langsung maju menarik kerah baju Gardu dan memberikan bogem mentah ke wajah cowok yang sangat dibencinya.

"KALAU LO BISA TERIMA SEMUANYA NGGAK BAKAL KAYAK GINI BANGSAT!" umpat Kenzi yang akan kembali memukul Gardu namun ditahan oleh Adam dan Alden.

"PUAS LO SEKARANG! Raga udah pergi sekarang ambil tuh Adara yang gue yakin dia bahkan nggak akan pernah nerima lo! Orang yang udah bunuh dua orang yang dia cintai." Gardu mematung ditempatnya mendengar semua kalimat yang dilontarkan Kenzi.

Gardu berdiri dan menatap semua yang berada di tempat itu. Lalu pandangan Gardu terhenti pada seorang wanita paruh baya yang sedang menunduk menangis dan Gardu yakini itu Arina.

Gardu memberikan surat dengan logo rumah sakit yang sama. Gardu memberikannya kepada Arina yang membuat wanita itu menatapnya dengan tanya.

Arina membaca surat itu dengan teliti, kemudian tangannya bergetar menutup mulutnya. Matanya kembali berkaca-kaca menatap Adam dan Gardu.

"Ini benar?" tanya Arina dengan suara bergetar.

Adam meraih surat yang dibawa istrinya dan membacanya dengan ekspresi yang sulit diartikan.

"Iya tante, om itu benar. Saya dan Garneta yang akan mendonorkan hati dan jantung untuk Adara dan Raga. Jadi, yang ada didalam ruang operasi itu Garneta bukan Raga. Sedangkan Raga berada di ruang ICU, operasi akan dilaksanakan besok pagi." Gardu berhenti berucap yang membuat semuanya terkejut.

"Kata maaf mungkin nggak cukup untuk membayar apa yang sudah keluarga kami perbuat," sambung Gardu lagi.

"Kamu tidak seharusnya begini. Sebenci apapun kami sudah memaafkan," ucap Adam yang membuat Gardu terharu.

"Tapi saya tetap ingin mendonorkan jantung saya untuk Raga. Saya sudah lelah dengan ego Papa saya dan saya sangat ingin bertemu dengan Mama diatas sana," balas Gardu dengan menunduk.

Arina mendekati Gardu dan memeluk cowok jangkung yang tingginya hampir sama dengan Raga. Arina mengelus kepala Gardu dengan air mata yang terus mengalir.

"Kamu anak yang baik," ucap Arina yang membuat Gardu tak tahan menahan air matanya.

Untuk pertama kalinya setelah Mamanya meninggal Gardu merasakan pelukan hangat seorang ibu. Gardu menyesal sudah berbuat jahat kepada keluarga Megantara. Gardu membalas pelukan Arina.

Setelah Arina melepas pelukannya. Arga dan Kenzi mendekat dengan wajah yang tidak bisa diartikan.

"Heran gue kenapa dapet temen yang modelannya begini semua," keluh Arga memeluk Gardu.

"Lo beneran bangsat sih," celeuk Kenzi juga dan ikut memeluk Gardu.

Gardu terkekeh, "Maafin gue, bro," kata Gardu dengan tulus.

"Udah kita maafin dari dulu," sahut Arga.

Alden dan Ari yang melihatnya tersenyum haru hingga seorang suster datang menghampiri Gardu.

"Tuan Gardu silahkan masuk ruangan untuk memasang infus dan pengecekan lainnya," kata suster itu.

Gardu mengangguk dan melepas rangkulannya kepada dua sahabat lamanya itu. Gardu menghembuskan nafasnya dengan lega dan tersenyum.

"Udah saatnya gue jadi orang berguna dulu ya," pamit Gardu kepada Kenzi dan Arga.

Gardu berjalan mengikuti suster yang memberi tahunya tadi. Sebelumnya Gardu menitipkan dua surat yang berbeda kepada Kenzi dan Arga.

Raga tersenyum sendu menatap dua surat dengan warna yang berbeda. Sedangkan Adara sudah meneteskan air matanya sedari tadi.

"Jadi, hati yang ada ditubuh aku hati Garneta?" tanya Adara dengan suara yang bergetar.

Raga mengangguk mengusap kepala Adara pelan,"dan makam itu sebenarnya makam Gardu."

Nafas Adara memburu dengan air mata yang semakin mengalir tanpa henti. Gadis itu menatap Raga dengan matanya yang sulit diartikan.

"Terus selama ini kamu kemana? Kenapa kamu nggak cari aku? Kenapa kamu nggak temui aku?" tanya Adara beruntut menjauh dari Raga.

Raga terkejut dan mendekati Adara tapi gadis itu langsung menghindar.

Raga mengusap wajahnya kasar, "Aku koma selama satu tahun. Ayah bawa aku ke Jerman dan disana aku dapet kabar kalau kamu kuliah juga di Jerman. Aku berusaha cari kamu tapi Ayah bilang cinta aja nggak cukup. Ayah nyuruh aku untuk sekolah dan lanjut kuliah sampai akhirnya aku keterima di maskapai penerbangan. Aku bekerja keras supaya sukses dengan keringat aku sendiri sampai akhirnya Tuhan pertemukan kita lagi. Apa yang aku lakuin selama ini semuanya buat kamu, Ra," jelas Raga sungguh-sungguh.

Adara terdiam dengan air mata yang mengalir. Raga mendekat dan menarik Adara kedalam pelukannya. Adara membalas pelukan Raga memejamkan matanya menghirup aroma tubuh maskulin cowok itu.

"Maafin aku. Aku nggak tau kalau-"

"Ssst.. Nggak usah dilanjutin."

Adara kembali terdiam menatap Raga yang lebih tinggi darinya. Raga mengusap air mata Adara yang masih menetes.

"Jangan nangis. Aku nggak bisa lihat mata indah kamu keluar air matanya," Raga mencium kedua mata Adara bergantian yang membuat pipi gadis itu bersemu merah.

"Gobal banget," ucap Adara yang membuat Raga terkekeh.

Raga kembali memeluk Adara dengan gemash. Hingga suara dehaman merusak moment romantis mereka.Raga menatap datar Agatha dan Kenzi disana yang menyengir kuda.

"Maaf aja nih, masa pingitan segera dimulai masalahnya." Agatha berucap dengan terkekeh.

"Nahan kangen lima tahun aja bisa masa tahan cuma lima hari nggak bisa," ledek Kenzi kepada Raga yang mendengus kesal.

Agatha mendekati Adara dan menggandeng lengan gadis itu."Makanya nikah mah nikah aja nggak usah segala pingit-pingitan."

"Ya kan biar berkesan," kata Adara walaupun didalam hatinya sedikit menyesal menyetujui permintaan Arina kali ini.

"Kalau nggak usah dipingit bisa nggak?" tawar Raga yang membuat Kenzi tertawa.

"Santai aja masbro. Ibarat aja puasa terus bukanya akad nah habis itu terserah lo mau ngapain aja," bisik Kenzi tapi masih bisa didengar oleh dua cewek didepan mereka.

"Udah, Ra. Mending kita turun daripada dengerin omongan dua orang ini," kata Agatha menarik Adara.

Adara melepas genggaman tangannya dengan Raga yang terasa berat. Namun, Adara tertawa pelan melihat wajah melas Raga.

Adara melepas sebentar genggaman tangan Agatha dan berjalan menuju Raga yang bersender dipinggiran balkon.

"Cuma lima hari, sayang," kata Adara dengan mengelus rahang Raga dan mengecup pipi tunangannya yang sebentar lagi akan menjadi suaminya.
Raga mengangguk dan tersenyum manis kepada Adara. Kemudian, gadis itu pergi bersama dengan Agatha.

"Udah kayak binatang sama pawang aja ya," cetus Kenzi dengan memutar bola matanya.

*****

Hari semakin cepat berlalu dan kini saat yang mendebarkan untuk dua pasangan yang berbeda tempat.

Adara menggigit kukunya gelisah ditempat tunggu pengantin putri. Adara sudah sangat cantik dan menawan dengan kebaya putih dan sanggul jawa yang tertata rapi dikepalanya.

Sedangkan Raga walaupun wajahnya terlihat tenang tapi sebenarnya hatinya berdebar ketika Alden datang sebagai wali Adara yang akan menikahkan adiknya.

Tangan kedua lelaki itu saling berjabatan dan bersiap mengucapkan ijab qobul. Setelah penghulu mempersilahkan Alden untuk mulai menikahkan Adara dengan Raga saat itu lah latihan ucap ijab qobul yang Raga hafalkan selama beberapa hari ini diujikan.

Dengan mengucapkan basmallah dan satu tarikan nafas Raga mengucapkan kalimat sakral itu, "Saya terima nikah dan kawinnya Mahkota Adara Melodyna dengan mahar emas seberat dua ratus gram dan pesawat pribadi dibayar tunai."

"Semua saksi sah?"

"SAAAH!"

"Alhamdulillah.."

Raga menghembuskan nafasnya lega dengan senyum lebar yang merekah dibibirnya. Setelah membaca doa, mempelai wanita dipersilahkan masuk dan saat itu juga Raga terpaku melihat Adara yang sangat cantik dan anggun berjalan kearahnya dengan didampingi Bunda dan kedua sahabat gadis itu.

Adara mencium tangan suaminya dan tersenyum manis kepada Raga. Setelah bertukar cincin dan menandatangani buku nikah pesta pernikahan pun dimulai dengan meriah dan penuh kebahagiaan serta cinta didalamnya.

Penantian, pengorbanan, dan lika-liku lainnya yang Adara dan Raga hadapi bersama berakhir dengan pertemuan kembali dan kebahagiaan yang tiada henti. Raga dan Adara sangat bersyukur Tuhan kembali mempertemukan mereka untuk melanjutkan kisah cinta dan berjalanan hidup bersama berdampingan sebagai suami-istri.

Tidak ada akhir yang bahagia atau sedih. Semua itu saling berdampingan dan memiliki akhir cerita yang saling berbeda dan yang pasti memiliki pesan serta arti tertentu didalamnya. Begitupun dengan kisah Adara dan Raga yang mengajarkan arti cinta dari sebuah perjuangan dan penantian yang sangat berharga dikemudian hari..

TAMAT

FINALLY!

Akhirnya aku mampu menyelesaikan cerita ini sampai akhir berkat kalian semua dan keniatan ini wkwk :')

Semoga kalian suka dan share ke temen-temen kalian 🙌 komentar kalian setelah baca aku tunggu nyaw!

Selamat tahun baru 2020 🎉
Sampai bertemu di cerita ku yang lainnya cintah-cintahku ❤

Salam hangat
Author 💕

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro