PROM 32

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Malam semakin larut dan jam sudah menunjukkan pukul setengah satu malam sedangkan Adara masih setia duduk di sofa gantung yang berada didepan jendela kamar.

Dengan segelas cokelat hangat yang berharap bisa menghantarkan rasa kantuk tapi justru semakin membuat matanya susah tertutup.

Adara menatap langit malam untuk kesekian kalinya dengan mengingat perkataan Raga beberapa jam lalu di rooftop perusahaan keluarganya.

"Ma, kenapa Adara masih ngerasa ragu ya sama ucapan Raga tadi?" Tanya Adara sambil menatap langit malam seakan Mamanya akan menjawab.

Adara menghembuskan nafasnya berat. Saat gadis itu akan beranjak Raga sudah berada diambang pintu dengan celana training berwarna abu-abu dan kaos berwarna hitam.

Dengan penampilan akan tidur saja Raga terlihat sengat tampan. Cowok itu berjalan mendekat ke arah Adara dan berjongkok dibawah gadis itu. Menggenggam salah satu tangannya dan mengambil gelas putih itu untuk ditaruh dinakas terdekat.

Raga menatap teduh Adara dengan tangan yang menggenggam erat gadis itu hangat.

"Dari kapan kamu di kamar aku?" Tanya Adara pelan.

"Dari kamu ngegumam sendiri." Jawab Raga dengan suara yang berat dan serak.

"Kamu dengar aku ngomong apa?"

Raga mengangguk dan Adara terdiam.
Detik setelahnya Raga mengusap kepala gadisnya lembut. Menatap bola mata cokelat terang itu yang bersinar dibawah rembulan malam ini.

"Maaf.." Lirih Adara.

Raga tersenyum, "Nggak perlu minta maaf. Kamu nggak salah, Bie.."

Adara menengadahkan kepalanya sebentar menatap langit-langit kamarnya.

"Apa alasan kamu cinta dan sayang sama aku?" Tanya Adara.

Raga terdiam.

"Apa karena kamu cuma kasihan sama aku? Dimata kamu aku kayak apa sih, Ga?" Tanya Adara lagi.

"Apa semua ini karena janji dan rasa kasihan kamu ke aku? Karena aku udah nggak punya siapa-siapa lagi?" Adara terus bertanya dan tanpa sadar matanya mulai berkaca-kaca.

"Kenapa kamu diam aja? Apa semua pertanyaan aku benar?" Timpal Adara lagi. Kemudian gadis itu terkekeh.

"Harusnya aku sadar dari dulu kalau emang nggak ada orang yang beneran peduli sama aku. Begitupun kamu. Semuanya cuma kasihan sama aku nggak ada yang tulus cinta dan sayang sama aku." Cecar Adara.

Raga terdiam membiarkan Adara mengungkapkan semua keraguan dan isi hatinya selama ini.

Adara melepas genggaman tangan Raga tapi ditahan oleh cowok itu. Sedangkan Adara terdiam dan menatap Raga dengan tatapan yang sukar diartikan.

"Udah ngungkapin semua keraguan kamu sama aku?" Ucap Raga setelah beberapa lama diam.

"Aku sengaja diam biar kamu leluasa ngeluarin unek-unek kamu yang kamu simpan selama ini dan keraguan kamu sama aku." Sambungnya lagi.

"Aku selalu berusaha cari cara supaya kamu mau jujur sama aku. Ngeluarin apa yang kamu simpan sendirian. Setiap aku tanya kamu pasti jawab nggak papa tapi mata kamu nggak bisa bohong, Ra. Aku nggak pernah minta banyak sama kamu. Cuma mau minta apa yang kamu sembunyiin lewat mata kamu bisa kamu ucapin ke aku semuanya." Raga tersenyum meskipun hatinya sedikit sakit melihat Adara yang ternyata belum sepenuhnya percaya kepadanya.

"Aku bingung dan aku takut gimana caranya cerita ke kamu.." Ucap Adara dengan pelan.

"Apa yang kamu takutin?" Balas Raga.

"Aku takut kalau aku bilang kamu bakal ninggalin aku." Ucap Adara menatap mata Raga.

"Aku nggak bakal ninggalin kamu meskipun kamu minta sama aku pun aku nggak akan mau melepaskan genggaman tangan ini. Tangan yang udah terasa pas digenggaman aku dan sulit buat aku lepas. Kasih tau aku apa yang harus aku lakuin supaya kamu percaya sama aku?" Kata Raga dengan serius.

Adara menggelengkan kepalanya, "Nggak perlu. Mata kamu udah nunjukkin semuanya, sayang."

Raga menatap dalam mata cokelat terang kesukaannya itu.

"Kamu boleh pegang setiap kata yang aku ucap kalau suatu saat nanti aku buat salah dan buat kamu sakit hati kamu boleh ungkapin semua ucapan aku dan pegang semua kata yang keluar dari mulut aku." Kata Raga dengan keseriusan dimata tajamnya.

Adara tersenyum dan menghapus air matanya yang tiba-tiba keluar dari pelupuk matanya.

"Iya. Aku pecaya sama kamu mulai saat ini dan nanti Raga Tahta Megantara." Ucap Adara yang membuat senyum tipis cowok itu terbit.

"Kamu hal terindah yang pernah Tuhan kirimkan buat aku selama aku hidup di dunia ini." Balas Raga sebelum akhirnya mencium kening Adara sayang.

Kembali terulang. Ucapan terakhir Raga mengingatkannya kepada seseorang yang juga sama persisi mengatakan hal itu kepadanya. Saat itu jantung Adara berdebar dan hatinya seperti berada diambang perasaan masa lalu dan saat ini.

Adara membalas pelukkan Raga dengan erat. Meredamkan perasaan aneh itu dan kembali berpikir positif jika semuanya akan baik-baik saja.

Semoga..

****

Mungkin kalian akan berpikir jika Adara terlalu lemah dan takluk akan pesona sosok Raga Tahta Megantara. Tapi justru sebenarnya Raga lah yang sangat takluk dan lemah jika sudah menyangkut berliannya itu.

Raga pikir jika ia membiarkan Garneta bahkan mengacuhkan gadis itu akan membuat Garneta menyerah. Tapi nyatanya itu tidak berlaku untuk cewek nekat seperti Garneta.

Obsesi Garneta kepadanya kali ini sudah melewati batas. Bayangkan saja jika kalian dikirim banyak orang pengintai disekitar rumah untuk mengawasi kalian? Apa itu tidak gila?

Dan beberapa hari lalu saat Adara pergi keluar rumah malam-malam. Raga menemukan amplop sedang berwarna cokelat tergeletak didepan pintu dengan tulisan 'Untuk Adara'.

Raga yang penasaran pun membuka amplop itu dan menemukan sebuah foto dirinya bersama Garneta yang bahkan Raga tidak ingat kapan itu terjadi. Akhirnya cowok itu memilih untuk menyimpannya dan menyembunyikannya dari Adara.

Raga yakin jika pelakunya Garneta.

Hingga saat ini pun Garneta masih suka meneror tapi dengan otak cerdas Raga, cowok itu selalu bisa mengetahuinya lebih dahulu sebelum Adara mengetahuinya.

Raga tidak ingin Adara khawatir dan kepikiran yang membuat Adara takut.
Jam menunjukkan pukul sebelas siang. Setelah selesai melaksanakan ulangan Raga segera memberi tahu kepada Kenzi untuk mengumpulkan anggota Alangka dari kelas sepuluh sampai kelas duabelas.

Ditempat yang sering disebut "Markas Besar" Raga memimpin dengan berdiri ditengah-tengah lingkaran yang dibuat anak buahnya.

"Tanpa gue harus ngomong kalian semua tau kan apa yang terjadi?" Ucap Raga memulai pembicaraan.

Semuanya mengangguk.

"Untuk saat ini kita ikuti alur yang dia buat. Kalau pun nanti semua sekolah pada percaya kalian juga harus percaya kecuali Kenzi sama Arga." Kata Raga dengan menatap satu persatu pasukannya.

"Tapi capt, Lo nggak mikirin Adara nanti bakal gimana?" Tanya Alfa salah satu anggota inti.

"Justru karena gue mikirin Adara gue sampai buat rencana ini." Balas Raga cepat.

Tiba-tiba pintu terbuka dengan kasar dan menampilkan Agatha dengan wajah paniknya.

"He started it.." Ucap Agatha.

Raga terdiam dengan tangan mengepal.

"Sesuai perintah. Sekarang!" Perintah itu dengan mantab diangguki oleh pasukkannya.

Setelah dirasa semua keluar dan hanya menyisakan Agatha, Raga, Kenzi dan Arga disana.

Agatha berjongkok dengan tangan yang satu memegang rambutnya. Gadis itu menangis dalam diam.

"Gue takut.. Gue nggak bisa." Lirih Agatha pilu.

Ketiga cowok itu menatap punggung Agatha yang bergetar. Kenzi berjalan dan mendekap tubuh mungil itu dengan mengusap bahunya menenangkan.

"Kania lagi sama Adara. Gue nggak bisa, Ga.." Ucap Agatha lagi.

Raga mendekati Agatha dan memegang pundak sepupunya itu dengan erat.

"Gue janji Adara akan baik-baik aja." Janji Raga kepada Agatha.

"Kalau dari kemarin gue yakin sama lo. Tapi setelah gue tau kalau nggak cuma Garneta doang yang bakal ngelakuin keraguan gue mungkin nggak akan sebesar ini." Ucap Agatha dengan mata berkaca-kaca.

"Mereka bukan manusia. Mereka Psyco!" Seru Agatha.

"Tha.." Peringat Kenzi.

"Apa sih?! Emang benar kan, Ken? Lo juga dengar sendiri waktu itu kalau mereka bakal bunuh semua keturunan keluarga Aksa untuk dapatin semua aset dan harta keluarga itu. Dua tahun lalu mereka seharusnya mengincar Adara tapi justru Rangga yang jadi korban. Gue yakin Rangga tau semua ini karena nggak cuma nyelamatin Adara doang tapi juga nyelamatin keluarga kita, Ga. Mereka nggak main-main kali ini.  Keluarga Aksa sekarang cuma ada Adara dan Kak Alden. Nggak mungkin mereka mengincar Kak Alden karena pewaris semuanya itu Adara." Ucap Agatha menggebu-gebu.

Mata gadis itu memerah dan air mata pun semakin deras mengalir dari matanya. Raga terdiam menatap Agatha yang kali ini sudah berdiri dan berjalan mondar-mandir dengan menggigit kukunya yang menandakan ia sangat cemas saat ini.

"Lo masih sama kayak Agatha kecil yang suka gigitin jari kuku." Celetuk Raga ditengah keteganggan.

Agatha meliriknya sinis, "Apaan sih lo!"

Raga menghembuskan nafasnya berat dan berjalan mendekati Agatha.

"Abang bakal baik-baik aja, Tha." Ucap Raga lembut.

Agatha melihat kearah Raga sebentar. Melihat kakak sepupunya itu sebentar dan mengalihkan pandangnya.

Tapi sialnya air matanya terus mengalir dan Agatha sesekali melihat Raga yang masih berada didepannya dengan tersenyum tipis khas sosok kakak yang selalu ia rindukan.

Agatha tidak kuat menahannya. Ia menunduk sebentar dan memeluk kakak sepupunya itu dengan erat dan tangis yang susah dibendung.

"Abang janji harus bisa jaga diri baik-baik dan buat Adara aman. Nggak mau tau." Ucap Agatha ditengah isaknya.

Raga mengelus adik sepupu perempuannya itu dengan sayang dan mengangguk walaupun ia tidak begitu yakin tapi setidaknya itu mampu menenangkan adik kecilnya itu.

Sedangkan Kenzi dan Arga mereka tersenyum haru dan ikut memeluk dua saudara sepupu itu.

JUMLAH KATA : 1448

*****
Muehehe maaf yaa ngaret banget updatenya huhu..

Sudah back too school tugas pun juga come back :"

Tapi tenang sebisa mungkin aku terus update walaupun lama tapi aku usahain panjang okay!

Salam Ciaaw!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro