PROM 40

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Jangan lupa diputer lagunya sampai selesai baca teman-teman :)

*****

Malam tanpa bintang dan udara yang semakin menusuk kulit tidak meruntuhkan pertahanan Raga untuk tetap duduk dibangku rumah sakit menunggu Adara keluar dari ruang operasi.

Cowok itu sudah melepas jas hitamnya dan hanya menggunakan kemeja hitam dengan lengannya yang digulung hingga mencapai siku.

Wajah tampan itu terlihat sangat lelah dan pucat. Mata yang selalu menyorotkan ketajamannya itu perlahan menjadi sayu. Raga memilih memejamkan kedua matanya hingga seorang dokter keluar bersamaan dengan Alden yang datang bersama keluarganya.

"Keluarga Nona Adara?" tanya Dokter.

"Saya kakaknya, dok," jawab Alden dengan wajah paniknya.

Dokter Zain yang pernah mengobati almarhumah Reta--Mama Adara, terdiam dengan wajahnya yang terlihat gusar.

"Hati Adara semakin lemah. Tidak ada jalan lain selain mencari pendonor hati untuk Adara tetapi yang menjadi masalah sangat sulit untuk mencarikan hati yang cocok untuk Adara dan golongan darahnya," jelas Dokter Zain yang membuat semuanya terkejut bukan main.

"Golongan darah Adara apa, dok? Bagaimana kondisi adik saya juga sekarang?" tanya Alden sedikit bergetar dinadanya.

"Golongan darahnya O dan untuk saat ini Adara dinyatakan koma," jawab Dokter Zain yang membuat Arina yang berada disana terkulai lemas.

"Kami pihak rumah sakit akan tetap membantu mencari pendonor yang tepat untuk Adara tetapi kami juga mengharapkan bentuan dan kerja sama dari pihak keluarga juga, saya permisi, untuk saat ini Adara kami pindahkan ke ruang ICU," sambung Dokter Zain sebelum meninggalkan tempatnya.

"AARGH! KENAPA DARAH GUE BEDA SIH! KAKAK NGGAK BERGUNA!" geram Alden meluapkan kekesalannya.

"Lo kakak terhebat yang Adara punya. Bukan salah lo karena memang kalian terlahir dirahim yang beda," kata Arga menenangkan.

"Ya Allah, cobaan apa lagi ini.." lirih Arina menangis."Yah, cariin pendonor untuk Adara. Adara harus sembuh, Yah."

Adam memeluk dan mengangguk menuruti permintaan Arina. Walaupun begitu Adara sudah melekat dikeluarga mereka. Siapapun yang dibawa Arina kedalam keluarga mereka tandanya sudah masuk kedalam keluarga Megantara, termasuk Adara.

Disaat kesedihan mereka terdapat seseorang yang sebenarnya paling terpukul. Raga menunduk, meruntuki dirinya yang tidak bisa memegang janji penuh untuk menjaga Adara sepenuhnya.

Kata seandainya menjadi teman disaat keterpurukan dan penyesalan menjadi satu. Percuma, apa yang sudah terjadi tidak bisa diulang kembali karena itulah hidup.

Raga merasa tubuhnya sangat lelah dan lemas. Penglihatannya yang mulai mengabur dan bagian jantungnya terasa berat untuk terus berdetak. Nafasnya yang semakin berat membuat Raga harus membuka mulutnya untuk mengatur nafasnya.

Tubuh kokoh itu jatuh. Raga jatuh dan untuk pertama kalinya Raga merasa tidak bisa bangkit lagi. Tubuhnya benar-benar lemas dan yang berada dipikirannya hanya senyum gadisnya yang sedang dalam masa kritis, Mahkota Adara Melodyna.

Semuanya panik melihat Raga jatuh dari duduknya dengan wajah yang pucat. Kenzi yang berada paling dekat langsung meraih tubuh Raga yang terlihat sangat lemas.

Kenzi panik dan terus menyadarkan Raga agar sahabatnya itu terus membuka matanya. Kenzi tahu Raga sakit tapi Kenzi memilih diam karena Raga tidak ingin terlihat lemah dan dikasihani.

"Ga! Bangun Ga! Jangan tidur dulu Adara butuh lo," ucap Kenzi dengan menepuk pipi Raga sedikit keras menyadarkan sahabatnya.

"Raga sayang bangun nak, ini Bunda sayang. Bangun Raga!" Arina mengunjangkan tubuh anaknya dengan air mata yang semakin deras mengalir.

"Bang Raga bangun bang!" teriak Raka panik.

Mata Raga terbuka perlahan meskipun terasa berat. Raga menatap semua orang yang mengerubunginya. Orang-orang yang selalu berada disampingnya, mendampinginya dikala senang dan susah, dan yang menjadi saksi kisah hidupnya selama ini.

Raga menatap Adam, ayahnya. Adam yang juga menatap Raga pun menggenggam tangan anaknya kuat. Raga tersenyum tipis menatap ayahnya dan bundanya dengan mata sedikit berkaca.

"Ikhlasin Raga donorin hati untuk Adara, ya." Raga berucap pelan dengan nafasnya yang tersengkal.

"Raga tau hidup Raga nggak lama dan untuk bersama Adara, Raga nggak punya waktu lama." Raga menarik nafasnya dan terbatuk sebentar,"setidaknya dengan hati Raga di Adara, Raga bisa ngerasain tetap dihidup dan ada didekat dia."

Arina menangis histeris dan memeluk Raga setelah mendengar permintaan anaknya. Alden menunduk menangis dalam diam mendengarkan semua yang Raga ucapkan.

Berat untuk Adam dan Arina harus kehilangan anak mereka lagi. Sedangkan melihat cinta Raga yang besar dan tulus terhadap Adara membuat Kenzi dan Arga selaku sahabatnya terharu dan sedih.

"Bun, Yah, Rak.." lirih Raga dengan nada memohon.

Adam mengangguk berat dengan air mata yang menetes begitupun Arina yang terus menangis dan mengusap wajah anak keduanya.

"Gue bakal jadi adik yang baik buat Kak Adara, janji gue ke lo." Raka memeluk abang satu-satunya yang ia punya.

Raga tersenyum dan perlahan kedua mata tajam itu tertutup dengan nafas yang terasa semakin berat.

Sedetik setelahnya, beberapa suster datang dengan bangkar begitupun dengan Dokter Zain yang juga datang dan langsung mengecek kondisi Raga yang sudah hampir kehilangan nafasnya.

Dokter Zain langsung menyuruh suster untuk membawa Raga ke ruang IGD untuk memberi pertolongan secepatnya. Saat Dokter Zain akan bergegas pergi, Adam mencegahnya.

"Kami sudah menemukan pendonor untuk Adara," ucap Adam dengan tegas meskipun terasa berat.

Dokter Zain menatap semua anggota keluarga itu dan membaca apa yang terjadi beberapa menit lalu.

"Anda bisa mengisi formulir untuk pendonoran hati Adara dibagian pendaftaran dan kami akan segera memberi tahu kapan operasi dilaksanakan," kata Dokter Zain dan berjalan menuju ruang IGD.

Adam terduduk lemas dengan memijat pelipisnya. Alden mendekat dan berjongkok menghadap sepasang suami-istri yang telah banyak membantu keluarganya.

Dengan air mata yang masih menetes dan juga rasa bersalah bercampur didalamnya Alden menggenggam tangan Arina dan Adam bersamaan yang membuat keduanya menatap Alden penuh tanya.

"Maaf Om, Tante.." ucap Alden dengan terisak.

Arina mengelus punggung Alden dengan sayang dan juga air mata yang masih menetes.

"Setelah orang tua kalian meninggal, kami sudah berjanji untuk melindungi kalian. Meskipun kalian bukan saudara kandung tapi kalian lahir dikeluarga yang sangat baik yang pernah kami kenal. Jadi, ini bukan salah kamu ataupun Adara." Arina berucap dengan nada yang bergetar.

Dikondisi menyedihkan yang sedang terjadi, dari kejauhan terdapat seseorang yang sedari tadi menyaksikan dan mendengar semua apa yang terjadi disana.

Setelah menghembuskan nafasnya ia pergi meninggalkan lorong rumah sakit dengan hati yang semakin yakin untuk melakukan suatu hal sebelum ia tidak memiliki waktu yang banyak berada di lingkungan luar.

****

Sebulan telah berlalu selepas cangkok hati Adara. Gadis itu membuka matanya setelah tertidur selama sebulan. Pandangan pertama yang Adara lihat adalah ruangan yang serba putih dan rasa nyeri dibagian uluh hatinya.

Adara tidak tahu apa yang terjadi selama ia tertidur karena tubuhnya terasa kaku seperti sudah lama tidak digerakkan. Pandangan Adara mengarah pada pintu yang terbuka lebar dan menampilkan Alden, Raka, dan kedua sahabatnya, Kania dan Agatha.

Semua mata terkejut dan berbinar menatap Adara yang sudah membuka kedua matanya dengan sempurna. Alden langsung mendekat dan melihat lebih jelas lagi bahwa Adara benar-benar sudah siuman.

"Alhamdulillah, akhirnya kamu siuman." Alden berucap syukur dan mengecup kening Adara.

"ADARA LO BENERAN SADAR!" seru Kania heboh.

"Alhamdulillah.." Agatha berucap syukur dan memeluk Adara dengan air mata yang menetes.

"Minum," pinta Adara dengan suaranya yang serak.

Raka yang berada dekat dengan nakas langsung mengambilkan segelas air putih untuk Adara dan menyerahkannya kepada Alden.

Setelah Adara minum, gadis itu memilih untuk bersandar dan menatap orang-orang yang ia sayang dengan senyuman. Raka mendekat, adik dari Raga itu tersenyum senang terlihat dari binar matanya.

"Salam dari Ayah dan Bunda. Maaf mereka nggak bisa jenguk karena pindahan dadakan sementara," ucap Raka yang membuat kening Adara berkerut.

"Pindah?"

"Ayah ada pekerjaan yang nggak bisa ditinggalin di Jerman jadi untuk sementara pindah," jelas Raka.

"Lo nggak ikut?" tanya Adara

"Gue sebentar lagi ujian dan gue lebih milih lanjut sekolah di Indonesia aja terus tinggal sama Kakek-Nenek," jawab Raka.

Adara mengangguk mengerti lalu setelahnya pertanyaan berikutnya membuat semuanya terdiam.

"Raga mana? Raga nggak ikut kan?" tanya Adara dengan wajah polosnya.

Hening. Tidak ada yang menjawab membuat Adara bingung dan menatap Raka dengan serius.

"Rak, Raga nggak ikut pindahkan?" tanya Adara dengan nada pelan.

Raka menggeleng, "Nggak."

"Terus sekarang Raga dimana?" tanya Adara lagi.

Agatha mendekat dan mengusap tangan Adara pelan. Melihat mata Agatha yang berkaca-kaca dan melihat semua yang ada diruangan hanya diam membuat Adara semakin gelisah.

"Tha, Raga dimana? Lagi bareng Kenzi sama Arga kan? Atau masih tidur di rumah? Jawab, Tha!" ucap Adara dengan nada gelisah.

Lalu Agatha beralih ke Alden yang hanya diam menunduk.

"Kak, Raga dimana? Raga baik-baik aja kan?" tanya Adara yang tidak dibalas sama sekali.

"Kania lo ketemu Raga kan pasti? Dia dimana? Dia nggak papa kan?" Kania hanya diam menahan tangisnya.

"KENAPA SEMUANYA DIAM SIH? KASIH TAU GUE RAGA DIMANA!" teriak Adara histeris yang membuat tangis Agatha pecah saat itu juga.

Agatha memeluk tubuh Adara yang bergetar. Agatha mengelus rambut panjang Adara dengan terisak.

"Raga ada dihati lo, Ra," ucap Agatha pelan yang saat itu membuat Adara mematung.

Adara menggelengkan kepalanya. Perlahan tapi pasti air matanya keluar dengan deras. Adara menyentuh bagian yang diperban dengan tangan yang bergetar.

"Raga-" Adara menatap Alden.

Alden mengangguk seakan tahu apa yang akan ditanyakan Adara dan saat itu juga tangis Adara semakin kencang.

Adara menggeleng kuat. Raga mendonorkan hatinya untuk Adara dan itu berarti Raga sudah pergi meninggalkan Adara untuk selamanya.

"Nggak mungkin kan? Raga pasti masih hidup! Raga nggak mungkin ninggalin Adara! Raga udah janji." Adara menangis histeris yang membuat Kania dan Agatha memeluk Adara erat.

Sedangkan Raka menatap nanar pacar kakaknya itu. Raka menengadahkan wajahnya menahan air mata yang siap menetes.

Sedangkan Alden menunduk dalam diam dan menatap pilu Adara. Dalam lubuk hatinya Alden merasa bersalah terhadap Adara.

Tuhan, mengapa kau ambil dari ku lagi untuk selamanya? lirih Adara dalam hatinya.

Jika begini akhirnya Adara lebih memilih untuk yang pergi bukan Raga. Adara sudah ikhlas dengan kepergian Rangga dan menerima Raga untuk menemani hidupnya.

Adara bahagia bersama Raga. Adara tidak ingin merasakan kehilangan seseorang yang ia cintai untuk selamanya.

Tidak masalah bila masih berada didunia yang sama. Namun, bila harus berbeda dunia lagi Adara tidak ingin. Rasanya lebih menyakitkan dari apapun itu.

Adara ingin Raga kembali. Adara berjanji tidak akan menyerah lagi. Asalkan Raga kembali.

Tangis Adara yang semakin pelan terdengar begitu menyayat hati. Hingga siapa saja yang mendengarnya menatap pilu kearah gadis itu.

"Aku mau ketemu Raga," ucap Adara pelan dengan hati yang masih belum sepenuhnya yakin.

****

Sore hari yang mendung mengingat sudah masuk musim hujan membuat suasana dingin terasa di pemakaman besar dipinggir kota.

Pemakaman yang terlihat rapi dengan rumput-rumput yang selalu dirawat agar tidak memanjang membuat pemakaman itu tidak nampak menyeramkan.

Adara yang berada dikursi roda itu menatap nanar gundukan tanah yang tergolong masih baru itu dengan bertuliskan nama Raga beserta tanggal lahir dan kematiannya.

Adara memilih turun dari kursi roda dan duduk disamping makam Raga. Air mata yang Adara tahan pecah saat itu juga. Adara memeluk nisan hitam itu dengan tangis yang semakin kencang.

"Kamu ingkar janji sama aku," ucap Adara pelan.

"Kamu janji bakal selalu ada buat aku sampai aku benar-benar nggak butuhin kamu lagi tapi sekarang kamu justru tinggalin aku disaat aku masih butuhin kamu. Aku selalu butuh kamu buat dampingi hidup aku, sayang.." Adara menangis disela ucapannya.

"Kamu tau waktu aku dikabari kamu udah pergi dihati aku masih nggak percaya itu semua. Bahkan yang lebih parahnya lagi sekarang aku ada di makam kamu aku masih yakin kalau kamu masih hidup," sambung Adara yang membuat Kania terkejut.

"Ra, lo nggak boleh gitu. Lo harus ikhlasin Raga," ucap Kania mengelus punggung Adara.

Adara tidak menjawab dan memilih diam dengan hati serta otaknya yang tidak sejalan.

Otaknya mengatakan Raga sudah meninggal dan pergi untuk selamanya dengan terbukti adanya makam cowok itu. Sedangkan hatinya mengatakan Raga masih hidup dan Adara hanya membutuhkan beberapa waktu lagi untuk menunggu.

Adara bingung dia harus menuruti kemauan hati atau otaknya. Jujur Adara masih belum ikhlas namun hati yang berada ditubuhnya ini membuat Adara semakin yakin kalau Raganya sudah pergi untuk selamanya seperti Rangga, Papa, dan Mamanya.

"Dari Abang untuk Kak Adara," ucap Raka dengan memberikan kotak berwarna silver.

Raka yang mengerti tatapan tanya Adara tersenyum tipis, "dibuka di rumah aja."

Sedetik setelahnya air hujan turun membasahi bumi. Raka dan Kania membantu Adara untuk bangkit dan pergi dari makam Raga. Sedangkan Alden dan Agatha tidak ikut karena masih banyak yang harus diurus di rumah sakit.

Hujan semakin deras, Adara terdiam selama diperjalanan. Hati Adara terasa kosong dan otaknya memutar kembali kenangan Adara bersama Raga selama ini.

Mengingat setiap hujan Raga selalu memarahi Adara bila cewek itu bandel karena memilih hujan-hujanan. Raga yang akan menyelimuti Adara ketika mereka terkena hujan meskipun Adara hanya terkena sedikit air.

Bagi Raga, Adara adalah hidupnya. Tahta seorang Raga adalah Adara. Gadis itu yang berhasil membuat hati Raga yang beku kembali cari.

Raga mencintai Adara melebihi dirinya sendiri.

Lagi-lagi Adara menangis dalam diam dan menarik nafasnya dengan berat. Sesak dihati semakin terasa membuat Adara tidak sanggup merasakannya.

Kenapa disaat aku ikhlasin kamu rasanya berat banget dan justru hati aku ngerasa semakin yakin kamu masih hidup, ucap Adara dalam hati.

****
semoga feelnya terasa yah :')
Salam Cia!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro