Rusuh 15 [Tenjiku's Rebellion Arc]

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kakucho membaringkan tubuh kecil sang gadis yang dipenuhi oleh lebam di wajahnya. Ia bergegas mencari kotak P3K untuk menutupi luka di kepala (Name) serta membersihkan darah dan luka lebam yang timbul di wajahnya. Selesai membersihkan luka di wajah (Name), Kakucho segera memberikan perban di kepala (Name). Tidak lupa, ia menempelkan plester di mulutnya (Name) yang terluka, terlebih di ujung bibirnya.

Kakucho berlanjut menempelkan plester besar di pipi (Name) yang sangat lebam. Sesudah mengobati luka (Name), Kakucho menghela napas lega namun ia prihatin melihat kondisi (Name) yang hampir mendekat ke kematian.

'Izana... Seburuk inikah lu nyakitin anak kecil sekaligus?'

Kakucho merasa frustasi dan kesal atas tindakan dari Izana. Pemuda itu merapikan kotak P3K, kemudian ia menyelimuti tubuh (Name) agar gadis itu tidak kedinginan. Kakucho sesekali menatap wajah (Name) yang dipenuhi oleh lebam dan goresan.

Ia sadar, (Name) hanyalah seorang gadis kecil yang tidak tahu apa-apa soal konflik yang terjadi. Namun apa daya, berkat kesalahpahaman mengira dia adalah anggota Tokyo Manji, (Name) berakhir ikut terlibat dan menjadi korban.

Jujur, Kakucho merasa bersalah sekarang ini.

"Maaf... Lu seharusnya gak masuk dalam masalah ini...."

Kakucho mengelus rambut sang gadis kecil dengan lembut, ia benar-benar tidak tega melihat kondisi (Name) sekarang.

Ting tong!

Tiba-tiba saja, bel kamar apartemen Kakucho berbunyi. Pemuda itu menoleh dengan cepat dan bersiaga, takut jika yang datang ternyata anggota Tenjiku kiriman Izana.

"Siapa?"

Melalui lubang pintu apartemen, Kakucho mengintip sosok siapa yang datang ke kamarnya.

"Ini gue, Rindou."

Ya, sosok itu tak lain adalah Rindou. Rindou yang notabenenya termasuk pelindung (Name) merasa khawatir karena ia melihat Kakucho membawa (Name) yang pingsan dan penuh luka lebam. Karena tak ingin dihantui oleh rasa kekhawatiran, Rindou pun memutuskan untuk mengikuti Kakucho sampai ke tempatnya.

Kakucho yang tahu Rindou tidak di pihak Izana, memutuskan untuk membukakan pintu. Terlihat Rindou dengan wajah datar, tetapi menyimpan rasa khawatir dan gelisah dibaliknya.

"... Bagaimana keadaan (Name)?"

Pertanyaan itulah yang dilontarkan Rindou ketika sampai di apartemen Kakucho. Kakucho yang sadar bahwa Rindou melihat kondisi (Name) yang parah, ia pun cuma bisa menunduk dan mempersilahkan Rindou untuk masuk.

"Masuklah...."

Rindou kemudian masuk ke apartemen Kakucho, mencari keberadaan (Name). Begitu melihat (Name) terbaring di kasur dalam keadaan pingsan dan sudah diobati, Rindou tidak bisa berkata apa-apa. Pria itu cuma bisa mengepalkan tangan, seolah rasa amarahnya tidak bisa dikendalikan.

"Maaf... Gue... Gue seharusnya bisa melindungi (Name) di awal." Ucap Kakucho merasa bersalah.

"Gak, ini bukan salah lu. Lu udah berusaha dengan cara yang terbaik."

Rindou lalu menghampiri (Name). Ia pandang wajah sang gadis sejenak, sebelum ia mengelus rambutnya.

"(Name)... Cepat sadarlah."

Rindou lalu memeluk (Name) yang masih tidak sadarkan diri. Pelukan itu murni kasih sayang Rindou kepada (Name), alasannya hanya ada di dalam Rindou sendiri.

Kakucho yang melihat pemandangan itu tidak habis pikir. Sihir macam apa yang dipakai oleh (Name) sampai bisa meluluhkan hati Haitani bersaudara padahal mereka aslinya monster yang ganas? Bahkan Hanma, yang pada dasarnya dingin dan arogan, bisa tunduk juga sama (Name) apalagi bersikap lembut kepada dia.

Kakucho mulai berpikir, apakah (Name) juga akan meluluhkan hati Izana yang sedingin es dan tidak berperikemanusiaan?

"Kakucho."

Rindou lalu memanggil Kakucho sambil memandanginya.

"Ya?"

Rindou terdiam sejenak sebelum ia menepuk pundak kanan Kakucho dan berucap pelan.

"Jaga (Name) dan rawat dia. Kalo-kalo Izana mencari keberadaannya, biar gue yang menahannya."

Ucapan Rindou membuat Kakucho tidak berkutik. Tetapi tatapannya tersirat bahwa ia sepakat akan menjaga sang gadis kecil.

"Gue mengerti, Rindou."

Rindou tersenyum tipis dan segera beranjak menuju pintu apartemen. Sesaat berada di pintu apartemen, Rindou lalu berpesan kepada Kakucho.

"Ah iya, gue saranin lu kasih dia makanan manis. Gue yakin dia bakal tenang kalo lu beri dia jajanan manis."

Setelah mengatakannya, Rindou akhirnya pergi dari apartemen Kakucho. Kakucho berdiam sejenak sebelum ia kembali ke kamar untuk mengecek keadaan (Name) lagi.

'Jajanan manis ya....'

~~~

Pah-Chin mengecek ATM sambil menghela napas. Kenapa bisa-bisanya dia dipilih sama Erika? Padahal finansial Pah-Chin tidak seberapa banyak, paling kalo uang jajan dikasih 50 ribu Yen.

Jumlah saldo anda adalah 500 juta Yen

Melihat nominal angka di mesin ATM, Pah-Chin merenung. Jumlah segitu cukup gak ya buat beli alat menyelam?

Trrtttttt!

Trrtttt!

Pah-Chin merogoh saku celananya ketika hapenya berdering menandakan seseorang menelepon dirinya.

'Lho, Takeomi-san? Kok tumben nelpon gue?'

Pah-Chin mengernyitkan dahinya ketika melihat nama penelepon adalah Takeomi. Akhirnya Pah-Chin menjawab panggilan tersebut.

"Moshi-moshi."

"Yo, Pah-Chin. Lu hari ini ada waktu gak? Gue lagi sama Shin sekarang."

Pah-Chin semakin mengernyit, Takeomi lagi sama Shinichiro? Kenapa nadanya terdengar seolah mau membicarakan sesuatu?

"Um... Gak ada sih. Emang... Takeomi-san ada sesuatu kah?" Tanya Pah-Chin.

"Ini perihal Adik lu yang disekap di markas Tenjiku. Gue sama Shin ada info penting soal Adik lu... Dan ini bukan kabar baik."

Pah-Chin seketika syok, ia langsung buru-buru menanyakan lokasi dimana Takeomi dan Shinichiro berada.

"K-kalian dimana sekarang? Cepat beritahu gue!"

Takeomi pun menjawab bahwa ia dan Shinichiro ada di tempat bengkel seperti biasa. Pah-Chin pun buru-buru mengendarai motornya dan bergegas pergi menuju bengkel milik Shinichiro.

Sesampainya di bengkel Shinichiro....

Pah-Chin memarkirkan motornya. Ia kemudian masuk ke bengkel dan mendapati bahwa Shinichiro dan Takeomi sudah menunggu kedatangannya.

"Yatto oita na, Pah-Chin." (Akhirnya lu datang juga, Pah-Chin) Ujar Shinichiro.

"G-gue pingin dengar, gue pingin dengar soal kabar Adik gue! Ada apa sama dia?!" Pah-Chin dengan wajah panik berusaha bertanya apa yang sebenarnya terjadi.

"Ochitsuke, (Tenanglah) gue sama Shin bakal beritau soal kabar Adik lu."

Takeomi sambil merokok menghela asap rokok dari mulut dan hidung, kemudian ia menatap Pah-Chin yang sudah terlihat tegang.

"Bro, ini info dari anak buah gue yang nyamar di markas Tenjiku. Dia liat Adik lu disekap di salah satu kontainer warna merah di dermaga." Ucap Takeomi.

Pah-Chin menghela napas lega, setidaknya adiknya masih selamat. Akan tetapi, Pah-Chin juga sangat khawatir dan tegang jikalau adiknya akan disakiti oleh pihak Tenjiku. Pah-Chin kembali bertanya kepada mereka.

"L-lalu... Apakah (Name) baik-baik saja? Dia gak disakiti kan?" Tanyanya dengan wajah penuh tegang.

"Itu...."

Takeomi sejujurnya tidak enak mengatakan ini kepada Pah-Chin, ia takut jika Pah-Chin akan meledak amarahnya jika bersangkutan sama adik tirinya. Tetapi Takeomi ditepuk pundaknya oleh Shinichiro, kali ini pria berambut hitam kelam itu yang memberitahu Pah-Chin.

"Gue jamin lu bakal marah dengar ini. Adik lu, disiksa sama pimpinan Tenjiku." Jawab Shinichiro lancar tanpa terbata-bata.

Suasana seketika berubah menjadi mencekam. Pah-Chin merasakan amarah yang luar biasa ketika mendengar bahwa (Name) telah disakiti oleh pimpinan Tenjiku, tak lain dan tak bukan adalah Izana. Shinichiro yang menyadari perubahan sikap Pah-Chin lalu memberitahu hal lain.

"Dan lagi... Orang nyiksa Adik lu itu... Dia Adik angkat gue."

Betapa terkejutnya Pah-Chin, jadi pimpinan Tenjiku itu adik angkatnya Shinichiro? Berarti masih bagian keluarga Sano.

"Gue kaget juga, gue udah lama gak liat dia. Tapi... Tau-tau dia udah jadi ketua geng. Gue juga harus mengawasi Manjiro kalo dia sampe kumat sisi gelapnya."

Shinichiro menghidupkan batang rokoknya dan menghela napas mengeluarkan asap rokok. Takeomi lalu memandang Pah-Chin sesaat sambil berkata.

"Gue cuma ngingatin lu, Pah-Chin. Jangan terbawa sama emosi lu, kita coba melakukan pendekatan aman kalo gak mau lu berakhir babak belur di tangan Tenjiku. Asal lu tau, Tenjiku ada kartu as terkuat, sekali senggol esoknya lu tinggal nama." Ucap Takeomi.

Pah-Chin terdiam sesaat, ia bisa memahami apa yang dikatakan oleh Takeomi. Sekali pun Pah-Chin terbawa oleh emosi, tetapi semuanya akan semakin kacau kalau ia bertindak gegabah.

~~~

SPLASH!

"ANAK HARAM! ANAK HARAM!"

Gadis berusia 8 tahun itu tidak bisa berkata apa-apa ketika ia disiram air comberan oleh teman sekolahnya. Mereka menertawakan dirinya karena ia tidak bisa berbuat apapun selain menunduk dan berjalan.

(Name) kecil sudah setiap hari dikucilkan, disakiti, dan dibully oleh orang sekitar. Ia tahu dirinya adalah anak diluar nikah, terbukti semua orang memanggilnya anak haram.

Hanya ibunya yang selalu menerima dirinya, tidak pernah sekali pun beliau menyakiti atau mengatai (Name).

Dalam perjalanan pulang, (Name) kecil melihat banyak orang menerima beras gratis dari seorang pria dermawan. Dia masih muda, berusia sekitar 25 ke atas. Ia membagikan beras gratis kepada yang lebih membutuhkan, terlebih orang miskin. Teringat bahwa persediaan beras di rumah mulai habis, (Name) kecil pun menghampiri kerumunan tersebut.

Tiba ketika penerima beras gratis tinggal dirinya, (Name) kecil melihat satu kantong beras terakhir di dekat sang pria muda. (Name) kecil pun memandang sang pria penuh pengharapan.

"Kakak... Berasnya tinggal satu. Aku harap Kakak bisa memberikan satu untuk aku dan Ibuku."

Namun... Sang pria yang ternyata tahu kalau gadis yang di depannya ini adalah anak ilegal yang dibicarakan oleh banyak orang, ia memandang jijik sang gadis dan mendorong (Name) sampai gadis kecil itu terbentur ke tanah. Pantatnya terasa sakit... Tetapi ia berusaha untuk tidak menangis.

"K-kenapa...? Bukankah tadi Kakak memberikan beras itu kepada orang yang tidak mampu?" Tanya (Name) dengan tubuh bergetar menahan rasa sakit.

"Anak gak diinginkan kayak kau gak pantas menerima beras ini! Emang kau siapa berani nunjukin wajah menjijikkan itu?! Enyah kau dari sini!"

Sang pria muda dengan wajah merasa jijik mengusir (Name) dengan sangat frontal. Gadis kecil itu tidak bisa berkata apa-apa selain hanya berkaca-kaca mendengar ucapan yang menyakitkan itu. Dengan penuh kesedihan dan menahan rasa sakit yang ia terima, (Name) bergegas pulang dengan lemah.

Sesampainya di rumah, sang ibu melihat (Name) yang berkaca-kaca dan terisak menahan tangisan. Bau menyengat bekas air comberan sangat tercium jelas di hidung sang ibu, membuat wanita itu menutup hidungnya.

Ia lalu mengambil parfum dan handuk untuk sang anak, lalu ia dekati (Name) yang masih terisak nangis.

"Hiks... Hiks... Kenapa kita selalu disalahkan? Ibu... Kenapa kita harus hidup di lingkungan yang kejam ini?"

Gadis kecil itu mengutarakan perasaannya kepada sang ibu. Sang ibu tersenyum dan menaruh handuknya di kepala (Name) yang basah. Sembari mengeringkan rambutnya, ia berkata.

"Nak, orang lain memang tidak akan bisa menerima kita,"

Sang ibu lalu melanjutkan ucapannya sambil memeluk tubuh (Name) meski sang gadis kecil masih bau menyengat.

"Tapi kita tidak sepantasnya harus membalas tindakan kasar mereka. Kau tidak sendirian, (Name)... Jika kau mau membuka matamu, pasti ada orang yang mirip denganmu. Ibu yakin... Kau akan menemukan orang yang benar-benar mirip dengan situasimu."

(Name) tertegun dengan ucapan sang ibu. Gadis kecil itu lalu melepaskan pelukan sang ibu.

"Apakah itu berarti aku tidak sendirian yang disakiti, Ibu?" Tanyanya dengan wajah polos.

Sang ibu tertawa kecil mendengar ucapan anaknya yang polos.

"Iya, nak. Ibu yakin kau tidak sendirian, pasti ada orang yang mirip denganmu."

Ucapan sang ibu menjadi fondasi penting untuk (Name) yang masih kecil kala itu. Ia yakin, pasti ada orang yang mirip sama dia....

~~~

Mata yang terpejam itu mulai terbuka perlahan. Iris (Color Eye) miliknya mulai memandang langit-langit putih yang masih terasa buram.

Aku... Dimana?

Ketika berusaha bergerak, sang gadis merasakan rasa sakit yang luar biasa. Ia sadar, kepalanya diperban. Bahkan pipi serta anggota tubuhnya sudah diobati. Seseorang telah menyelamatkan nyawanya yang hampir saja diujung maut.

Bukankah aku harusnya diikat di dalam kontainer itu?

(Name) mengingat sesaat kalau ia harusnya disandera di dalam kontainer yang ada di dermaga. Ia pingsan karena kepalanya ditendang oleh Izana.

"Yatto okita ka, omae." (Akhirnya lu sadar)

(Name) menyadari saat mendengar suara seseorang yang memanggil dirinya. Ketika ia menoleh, Kakucho datang sambil membawakan teh hijau hangat untuk gadis berusia 12 tahun itu.

"Lu aman disini, luka lu udah gue obati."

Kakucho lalu memberikan teh hijau hangat itu kepada (Name).

"Minumlah, lu pasti haus. Oh, gue juga ada mochi."

(Name) memandang gelas teh hijau yang diberikan oleh Kakucho. Merasa kalau pemuda itu menyuruh (Name) untuk minum, gadis itu akhirnya menerima minumannya. Ia sangat senang ketika ada mochi yang merupakan jajanan manis kesukaannya.

Walaupun (Name) tidak begitu suka minuman pahit, tetapi gadis itu tidak enak jika menolak pemberian orang lain. Ia pun meminum teh hijau yang terasa pahit tersebut.

Ugh... Pahit....

Wajah (Name) langsung terlihat lemas setelah meminum teh hijau tersebut. Untung saja ada mochi, jadi sang gadis memakan jajanan itu untuk menghilangkan rasa pahit dari teh hijau.

"Gimana rasanya? Udah baikan?"

(Name) memandang Kakucho yang memandangnya dalam khawatir. Gadis itu sadar ada seragam merah yang tergantung di hangar baju. Sadar itu adalah seragam yang sama dikenakan oleh Izana, (Name) tidak menjawab apapun.

Tetapi, (Name) bukanlah gadis yang bodoh. Ia sadar bahwa orang yang di depannya ini bukan orang jahat, terbukti dari caranya memandang serta sudah mengobati dirinya.

"Dare... Desu ka?"

Pertanyaan pertama yang dilontarkan oleh (Name) adalah menanyakan nama Kakucho. Kakucho yang sadar kalau dirinya belum memperkenalkan diri langsung menepuk jidat betapa bodohnya ia belum mengenalkan diri.

"Astaga... Gue lupa. Ehem... Gue Kakucho, gue yang sudah nyelametin elu. Dan... Nama lu siapa?"

Kali ini Kakucho yang menanyakan nama (Name). (Name) yang sudah mulai memahami sedikit Bahasa Jepang lalu menjawab pertanyaan dari Kakucho.

"Watashi wa... (Name) desu."

Ia tersenyum ramah kepada Kakucho. Gadis kecil itu tidak mempedulikan sosok Kakucho yang memiliki bekas luka yang membutakan mata kirinya. Baginya, Kakucho adalah orang yang sangat baik.

Meskipun aslinya Kakucho sudah tahu nama (Name) sebelumnya, tetapi pemuda itu tetap menanyakan nama sang gadis. Daripada ia dicurigai dari mana ia tahu nama (Name). Kakucho merasa tertegun melihat sikap (Name) yang diluar dugaan baginya.

Gadis ini... Apa dia gak merasa takut sama gue gitu atau merasa jijik?

Kakucho tahu kalau orang-orang disekitarnya sangat takut ketika bertemu dia untuk sesaat. Kecuali sesama gangster, tak ada orang lain yang mau mendekatinya.

Tapi... Kenapa hanya (Name) yang tidak takut melihat Kakucho?

つづく....

Dedek (Name) soalnya hidup di lingkungan kedjam, Kakucho.

Author yakin nih, pasti reader yang membaca nih fanfic greget ya sama sikap dedek (Name) yang polos minta ampun.

Cuma mau bilang, tahun 2005 itu emang ada android? Tahun 2005 masih hape Nokia cuy :"v makanya anak-anak yang lahir era 90-an pada masih lugu semua, gak kayak jaman sekarang anak SD SMP udah panggil ayah bundaー.g

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro