18

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Tunggu, kau mengatakan apa Devis?" tanya Edward yang membuat semua temannya melihat Edward bingung tetapi tetap berjalan dengan Eva yang memimpin jalan.

"Apa maksudmu?" tanya Devis bingung tanpa memberhentikan langkahnya.

"Alasanmu mengetahui dia bukan Deva," kata Edward sambil melirik Eva.

"Ia terlalu feminim untuk ukuran Deva," kata Devis santai yang membuat teman-temannya kecuali Hayate, melihat Eva cepat.

"Kau benar, padahal aku sempat senang akhirnya Deva semakin feminim," gerutu Leo.

"Kalau itu terjadi mungkin badai api akan melanda dunia ini," ejek Katryson sambil terkekeh kecil.

"Mengapa harus badai api?" tanya Rose bingung.

"Rahasia," kata Katryson pelan sambil tersenyum lebar.

"Kita sudah sampai," kata Eva sambil menyibak semak-semak di depannya.

Terlihat rumah bergaya eropa dengan dinding dan atap yang berwarna biru tua. Rumah itu terlihat megah tetapi tak terurus dengan baik.

"Cukup bagus walaupun tidak begitu bersih," kata Edward sambil melihat sekeliling rumah itu.

"Ada berapa ruangan di dalamnya?" tanya Shafira sambil melihat Eva.

Eva melirik ke atas untuk mengingat-ingat kembali, "ada ruang tengah yang luas, kamar tidur yang luas dan yang biasa saja, ada ruang makan yang panjang, dapur yang besarnya hampir sama seperti ruang makan, lab, penjara bawah tanah... Sepertinya hanya itu yang pernah di tunjukan oleh tuan."

"Masih ada yang lainnya?!" seru Chloe tak percaya.

Eva mengangguk, "karena waktu yang singkat, aku tak dapat melihat semua ruangan."

Perkataan Eva membuat semuanya terdiam tak percaya. Eva mulai melangkah menuju rumah itu disusul dengan yang lainnya.

"Rumah ini mengingatkanku pada istana hitam, tetapi lebih kecil," kata Devis.

"Tentu saja, ini adalah rumah bukan istana," kata Katryson yang masih mengikuti Eva.

"Bagaimana kabar Jon ya?" tanya Shafira tiba-tiba.

"Aku juga penasaran," kata Chloe.

"Kalian membuatku mengkawatirkan segelnya..."

"Edward, kau membuatku takut," kata Hayate yang mulai kesal.

"Segel itu termasuk yang terkuat karena ada yin dan yang di sana. Lagi pula aku merasa ia baik-baik saja, mungkin sebentar lagi kekuatan yin akan mengantarnya untuk tidur dengan tenang," jelas Leo tanpa melihat orang-orang yang ia ajak berbicara.

Hayate, Edward, Shafira, Chloe, Katryson dan Devis mengangguk-angguk mengerti. Sedangkan Rose, Eric dan Eva hanya memilih untuk mendengarkan mereka.

"Jadi, kita akan masuk lewat mana?" tanya Devis tepat sebelum Eva menyentuh pintu yang besar itu.

Pertanyaan Devis membuat semua pandangan mengarah padanya.

"Kenapa? Aku hanya bertanya. Aku dapat pastikan jika Deva di sini ia akan memilih jalan yang lain," kata Devis sambil mengangkat kedua bahunya.

Keheninganpun terjadi di antara mereka tetapi terbuyar karena kekehan Eva.

"Aku mengerti, tetapi pintu ini tidak akan membuat suara yang besar. Kalian tidak perlu kawatir," kata Eva sambil tersenyum.

"Baiklah, kau yang pimpin jalannya," kata Devis sambil tersenyum setuju.

Memang benar pintu yang Eva buka tidaklah besar tetapi seperti pintu rumah pada umumnya. Suara deritan pintu yang warnanya senada dengan dinding rumah itu memang tidak menjadi perhatian. Terlihatlah keadaan di dalam rumah yang lebih bersih dibandingkan keadaan diluar rumah.

Dari sebuah ruangan yang tak berpintu terdengar suara seseorang yang sedang bercakap-cakap. Mereka saling bertatapan lalu berjalan mengendap-endap mendekati ruangan itu.

"Ayolah, jangan malu-malu," kata seorang pria terdengar manja.

"Malu-malu? Yang benar saja deh, sadar dong. Aku tendang juga nih," kata seorang wanita yang terdengar kesal.

Seketika itu mereka semua menghentikan langkah mereka lalu saling bertatapan kembali dengan ekspresi kaget. Akhirnya mereka memilih mengintip sebelum masuk ke dalam ruangan itu.

Dari sana terlihat dua lantai yang di hubungkan oleh tangga. Di lantai yang lebih tinggi terlihat seseorang yang memakai dress yang unik tetapi pemakainya terlihat marah.

"Wah ingatkah kau sedang memakai apa?" tanya seseorang yang tak terlihat karena terhalang oleh dinding.

"Grrr... Kembalikan bajuku! Itu lebih nyaman di bandingkan pakaian ini!" kata seseorang yang sepertinya wanita itu kesal.

"Tidak, kau lebih terlihat cantik dengan gaun itu Deva...-"

"(DEVA!)" mereka semua di dalam hati. Langkah mereka yang sudah mulai memasuki ruangan itu terhenti begitu saja.

"Coba kau bertingkah lebih anggun, kecantikanmu akan lebih terlihat," sambung seseorang itu dengan senang.

"Ogah!" kata Deva ketus.

"Hm? Begitukah? Sepertinya kita telah kedatangan tamu," kata seseorang yang lain sambil berjalan dan melihat mereka yang terdiam.

Deva yang melihat teman-teman datang langsung tersenyum senang. Kini dress yang di pakai Deva dapat terlihat lebih jelas.

(Pic by : pinterest (aku udah jatuh hati sama ni gambar pas pertama kali liat))

Semua terdiam melihat Deva, yang dilihat bingung mengapa teman-temannya tidak bereaksi.

"Jangan kau coba-coba," kata seseorang di samping Deva dengan pelan.

Deva hanya membalas dengan menatap tajam laki-laki yang ada di sebelahnya. Hal itu terlihat jelas oleh teman-temannya yang berada di bawah.

"Deva?" panggil Leo bingung.

Baru saja Deva berjalan mendekati pinggiran lantai dua, ia tiba-tiba saja terhenti seperti tertahan tetapi entah oleh apa.

"Selamat datang," kata laki-laki yang selama ini berbicara dengan Deva, ia memasang senyum tak berdosa.

"Baguslah kau benar-benar membawa mereka kemari. Kerja bagus, tak sia-sia aku membuatmu," sambung laki-laki itu.

Eva yang mendengar itu langsung terlingkupi oleh rasa bersalah yang membuatnya menundukkan kepalanya. Devis berjalan di depan Eva.

"Kami datang karena keinginan kami sendiri. Bukan karenanya, lalu kembalikan saudara kembarku," kata Devis sambil menatap tajam laki-laki di sebelah Deva.

"(Wah, tumben Devis keren. Harusnya aku membawa kamera untuk mengabadikannya,)" pikir Deva.

"Ngomong-ngomong kita belum berkenalan bukan?" tanya laki-laki itu yang menghiraukan perkataan Devis. "Namaku adalah Jason, pemilik rumah ini. Sekaligus calon suami Deva," kata Jason dengan tenangnya.

Perkataan Jason membuat semua teman Deva terkejut (apalagi Hayate) tetapi terkejutan itu sirna saat melihat ekspresi jutek Deva yang sedang menahan hasrat ingin muntahnya.

"Deva apa itu benar?" tanya Hayate pelan yang dapat terdengar oleh semua orang yang di sana.

"Oh tent...-"

"HOAX! Jangan percaya dengan orang gila satu ini. Udah menangkap orang tiba-tiba lalu minta menjadi pasangan? Aduh... Manjanya..." kata Deva kesal dengan suara yang agak di keraskan dan gaya yang mendukung perkataannya.

Mendengar hal itu Hayate bernafas lega dengan pelan, tak ada yang mengetahui hal itu.

"Tentu saja, aku senang jika bermanja-manja denganmu," kata Jason yang sukses membuat kaki Deva melayang sebelah tetapi sukses juga dihentikan oleh yang ditendang.

"Harusnya kau ingat sedang memakai apa sekarang," kata Jason dengan senyuman di wajahnya.

Deva terkejut dan langsung menurunkan kakinya dengan cepat. Ia mendecih kecil karena kesal. Jason hanya menampilkan senyum yang sama, senyuman yang membuat Deva ingin meninju wajahnya.

Deva POV

Tunggu, meninju?
Itu mungkin bisa menjadi perhatian agar aku bisa lompat ke bawah. Tetapi aku harus alihkan perhatiannya terlebih dahulu. Bagaimana caranya?

"Jadi, kau pemilik rumah ini?" tanya Devis sambil tersenyum miring.

Oh, terserah kau tau atau tidak yang terpenting terimakasih banyak! Aku menunjukan jempolku di samping badanku. Terlihat senyuman Devis semakin lebar. Sepertinya dia mengerti.

"Tentu saja, bukankah rumah ini Indah?" tanya Jason dengan percaya dirinya.

Astaga aku kepengen muntah mendengarnya.

"Rumah ini memanglah indah, tetapi mengapa kau membiarkan debu di depan rumahmu?" tanya Devis.

"Apakah aku harus membersihkan bagian luar? Tidak ada yang akan berkunjung kemari dan juga aku tidak begitu menghabiskan waktuku di luar rumah," kata Jason dengan wajah datar.

"Tetapi bukankah kau tau bahwa kami akan kemari dan melihat bagian depan rumahmu?" tanya Devis kembali.

Keheningan terjadi beberapa saat kemudian terpecah oleh suara tawa Jason. "Kau benar, maafkan aku yang tidak menunjukan sisi Indah bagian rumah ini pada kalian."

Kapan aku pukulnya ya? Rasanya belum pada waktu yang pas. Hm...

"Seperti yang ada di sana?" tanya Devis sambil menunjuk satu arah.

Dengan refleks aku juga menoleh ke arah yang Devis tunjuk. Tidak ada... Ah!

"Apa maksud...-"

Sebelum perkataannya selesai dengan cepat aku meninju bagian wajah atasnya. Ia terlihat sedikit terpental dan ini saatnya MELOMPAAAT!!

Author POV

Dengan gerakan yang cepat Deva langsung memegang pinggiran itu dengan sebelah tangannya dan memutar tubuhnya.

Entah demi apa Hayate berlari mendekati tempat perkiraan Deva terjatuh. Saat hampir menyentuh tanah, Hayate telah menangkap Deva terlebih dahulu. Walau sempat terjatuh, mereka langsung mengubah posisi mereka agar duduk saling berhadapan.

Hayate dan Deva saling bertatapan lalu tersenyum, bukan hanya mereka berdua tetapi juga teman-teman mereka. Jason yang sudah dapat memfokuskan penglihatannya langsung geram melihat hal itu.

Tiba-tiba saja Deva memegang lehernya dan terlihat seperti kesusahan bernafas.

"Ada apa Deva?!" tanya Hayate panik.

Deva tak dapat menjawab pertanyaan Hayate sama sekali karena lehernya terasa terikat dan ia tau siapa yang melakukan ini.

"Seharusnya kau tau ini akan terjadi," kata Jason dengan nada datar yang menyeramkan.

Tangan Deva meraih sesuatu di lehernya yang tak tersentuh tetapi sangat terasa di lehernya. Kepalanya terangkat ke atas, bersamaan dengan tubuhnya yang juga mulai terangkat ke atas.

Hayate yang panik tak bisa melakukan apapun sambil melihat apa yang ada di leher Deva, tetapi nihil. Ia tak dapat menemukan apapun. Leo baru saja ingin mendekati Deva tetapi di hentikan oleh Devis.

"Lebih baik tidak melakukan apapun dari pada melakukan kesalahan," kata Devis datar yang membuat Leo tersentak.

Angin sedikit bertiup di sekitar Devis dan mengubah pakaian yang dipakainya menjadi pakaian Yang. Ia meraih pedangnya tetapi yang terlihat ia menarik kipas.

"Tak aku sangka akan melakukan ini," katanya sangat pelan yang hanya di dengar Leo yang terkekeh pasrah mendengar itu.

Devis mengibaskan kipasnya ke arah Hayate dan Deva. Setelah itu ia menangkap sesuatu, seketika itu juga kipasnya berubah menjadi pedang dalam sekejap.

Tanpa banyak berbicara, Devis langsung berlari ke arah Hayate dan Deva dengan pedang yang telah siap di tangannya. Melihat itu semua orang tercekat tanpa bisa melakukan apapun.

Devis mengayunkan pedangnya cepat tepat di atas kepala Deva. Seketika itu juga Deva terjatuh tetapi dengan sigap Hayate memegangnya.

"Uhuk uhuk uhuk!"

"Deva, apa kau baik-baik saja?" tanya Hayate yang masih panik.

"Untuk sekarang ya... Terimakasih Hayate, kau juga Vis. Hebat kau bisa menyadarinya," kata Deva yang masih memegang lehernya seperti melepaskan sesuatu.

"Tentu saja, jangan remehkan aku," kata Devis dengan soknya.

"Kenapa... Kenapa?! Seharusnya tak ada yang bisa memotongnya!!" kata Jason frustasi.

Devis mengarahkan pedangnya ke arah Jason. "Seharusnya kau yang tau pedang ini," kata Devis dengan santainya.

Jason terlihat bingung dan kesal tetapi Devis tak peduli.

"Kalau begitu karena rantainya telah lepas itu artinya ia bebas bukan? Jadi kau tak punya hak untuk menghentikan kami mengambil wanita jadi-jadian ini," kata Devis sambil tersenyum miring.

Deva yang kesal langsung mendorong kedua lutut Devis dari belakang dengan sebelah lengan. Dengan cepat Devis menahan tubuhnya dengan pedang di tangannya.

"Maaf, maaf," kata Devis dengan suara pelan di ikuti kekehan kecil.

Jason hanya melihat ke arah Devis dengan geram. Tanpa aba-aba, Hayate berdiri lalu mengulurkan tangannya ke arah Deva untuk membantunya berdiri. Setelah itu mereka bertiga berbalik menuju pintu keluar yang di ikuti teman-temannya.
.
.
.
"Mirip! Kok bisa?!" seru Deva sambil meraba-raba wajah Eva yang terlihat pasrah.

"Inget umur," kata Leo datar.

"Biarin! Soalnyakan ini sama sekali belum pernah terjadi. Kok bisa sih? Kau android?" tanya Deva dengan polosnya yang langsung mendapat jitakan keras oleh Leo.

"Jangan pakai kekerasan boleh nggak sih??" tanya Deva sambil mengusap-usap kepalanya.

"Kegemasanku terhadapmu tak akan habis hanya dengan itu," kata Leo yang seakan-akan ada aura hitam di sekelilingnya.

Deva terkekeh takut melihat Leo yang seakan-akan segera memakannya.

"Um..."

"Kenapa?" tanya Deva yang langsung memutar kepalanya cepat membuat Eva tersentak kaget.

"Kau cukup seram walaupun senyum terpasang di wajahmu," ejek Katryson sambil melipat tangan di dadanya.

"Lebih seram lagi saat dia berjalan dengan laki-laki sambil bergandengan tangan," kata Deva dengan senyum sinis.

"Hei!" seru Katryson kesal tetapi Deva dengan pulasnya tertawa lebar.

Tiba-tiba sesuatu masuk ke dalam mulut Deva dan langsung di kunyah oleh yang empunya mulut. "Enak," kata Deva singkat.

"Tentu saja, siapa dulu yang membuat," jara Devis dengan gaya soknya.

"Di pastikan ini bukan biatanmu Vis," kata Deva datar.

"Betul sekali!" kata Devis sambil tertawa kecil. Ia meletakkan sebuah piring di depan teman-temannya yang sedang duduk di atas rumput dengan tenangnya.

"Ini... Kare?" tanya Deva bingung.

"Iya, aku mencampurkan kare di dalam roti. Aku pikir ini akan menjadi makanan lumayan enak," kata Hayate yang datang sambil membawa piring yang sama seperti yang di bawa Devis.

"Enak," kata Deva sambil menunjukan jempolnya.

"Baguslah," kata Hayate sambil tersenyum dan bergabung dengan teman-temannya.

"Baiklah Eva, tadi kau mau berbicara apa?" tanya Deva ceria.

"Um itu... Apakah kau ingin bertukar pakaian?" tanya Eva yang melihat Deva duduk bersila dengan dress yang sama.

Pertanyaan Eva membuat suasana menjadi hening untuk beberapa saat, menyisakan Eva yang sedang takut jika perkataannya salah.

"SANGAT-SANGAT MAU!"

"JANGAAAAN!!!" seru Shafira, Chloe dan Leo bersamaan.

"Jangan dengarkan mereka, aku dengan senang hati akan bertukar pakaian denganmu," kata Deva sambil mencengkeram kedua lengan Eva kuat dan mendekatkan wajahnya dengan wajah Eva.

"Jangan! Jarang-jarang banget Deva pakai dress!" seru Shafira panik.

"Iya, dia sama sekali tidak ingin memakai dress!" seru Chloe panik.

"Jarang-jarang ia akan berpakaian feminim!" seru Leo sama paniknya.

"Setuju!!" seru Shafira dan Chloe serempak.

"Yang pake siapa yang komen siapa," kata Deva pelan dengan logatnya.

"Kenapa tidak membiarkan Hayate yang menentukan?" tanya Devis jail.

"Eh?! Aku?!" tanya Hayate kaget lalu ia melihat tatapan serius Shafira, Chloe, Leo dan Deva.

"Bukankah Deva terlihat sangat cantik dan anggun dengan gaun itu?" tanya Chloe dengan nada yang dibuat-buat.

"Tetapi dalam pertarungan, nyaman adalah nomor satu," kata Deva kesal.

"Sekali-kali saja kau menjadi wanita," kata Chloe datar.

"Lebih baik wanita seperti laki-laki dari pada laki-laki seperti wanita," kata Deva yang tak mau mengalah.

"Jika laki-laki seperti wanita itu artinya wanita bisa lebih baik dari pada laki-laki," kata Chloe yang tidak mau mengalah.

"Bagaimana jika laki-laki itu lebih cantik dari pada wanita? Apakah kau akan tetap berjuang?" tanya Deva jail.

"I-itu bisa di tutupi oleh make up!" seru Chloe panik.

"Bagaimana jika sudah memakai make up, tetapi masih kalah dengan laki-laki itu?" tanya Deva yang gemas dengan tingkah Chloe yang mulai panik.

"Ta-ta-tapi walaupun begitu pasti ada laki-laki yang menyukaimu!" seru Chloe yang sudah mulai kebingungan.

"Akh... Kau yakin? Mencari seorang laki-laki normal yang baik itu sudah langka loh akhir-akhir ini," kata Deva dengan nada jail.

"Pa-pasti ada kan!!" kata Chloe panik.

"Ada sih... tapi... kita tak akan tau apa yang akan terjadi esok hari," kata Deva yang sedari tadi tidak menyingkirkan senyuman jailnya.

"Eh! Itu! Em..."

"Lagi pula.... Rok dan high heel itu sebenarnya di tujukan untuk laki-laki, hanya saja tiba-tiba bisa ke sasar untuk perempuan," kata Deva dengan wajah soknya.

Chloe terdiam kesal sambil mencari kata-kata yang pas untuk membalas Deva. Sedangkan yang menjadi lawannya sedang tersenyum jail melihat ekspresinya.

"3! 2! 1! Yak! Anda kalah!" seru Deva semangat.

"Jadi Hayate kau memilih yang mana?" tanya Leo yang tak peduli dengan perdebatan kedua cewek itu.

Mendengar hal itu Deva ingin membuat durian dari sihirnya dan melemparkannya ke kepala Leo.

Hayate melihat kesemua temannya dengan tatapan ragu.
.
.
.
.
Gantung?
Iya! Banget! ≧﹏≦

Maaf ya luama bangets. Alasannya sih beragam, mulai dari tugas yang menumpuk, ulangan sehari bisa tiga kali, ukk yang di lanjutkan remidi dan... Main game :v

Aku sangat-sangat minta maaf atas keterlambatanku. Rasanya seperti tertusuk tombak yang menembus sampai punggung (╥_╥) melihat permintaan kalian yang minta up. Maaf sekali ya.

Eh-eh, tepat hari ini saya otw ke jkt loh... Ada yang dari jkt? Tp rabunya otw ke yogya. Acara sekolah sih... Jadi nggak bisa bebas 〒▽〒

Oke terimakasih sudah menunggu dan membaca ya~

-(29/05/2017)-

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro