19. Bebas

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Saya.... Merasa sudah mempublish cerita ini. Tetapi entah mengapa tidak up....
Jadi saya ingin mengatakan maaf. Karena saya tidak teliti.

.
.
.


Deva menepuk-nepuk celananya lalu dengan bangganya memasukan kedua tangannya ke kantung jaketnya. "Nyaman adalah yang pertama," kata Deva senang.

"Hayate! Apakah kau tidak ingin melihat Deva yang feminim?!" tanya Leo sambil mendekatkan wajahnya ke wajah Hayate.

"Ten-tentu saja... Tetapi dress hanya akan menghambat pergerakannya," kata Hayate sambil mencoba menjauhkan wajahnya dengan wajah Leo.

"Lagi pula kita akan memerlukan karate Deva," kata Devis datar.

Leo yang mendengar itu hanya dapat menggerutu dalam hati.

"Lalu sekarang apa yang akan kita lakukan?" tanya Rose.

"Apakah ada rencana setelah ini? Seperti kembali ke sana?" tanya Eric yang sebenarnya hanya asal.

"Oh iya! Deva! Apa kau bertemu dengan sang Putri?" tanya Leo sambil menghadap ke Deva cepat.

"Sayangnya karena senar yang ia ikatkan di leherku membuatku tak bebas bergerak," kata Deva.

"Jadi kau tak tau ya?"

"Tetapi kita bisa bertanya Alice mengenai itu," kata Deva sambil berdecak pinggang.

"Alice?"

"Adik dari Jason," jawab Deva singkat.

"Tunggu Deva!" seru Shafira.

"Iya?"

"Sebelumnya kau mengatakan senar?" tanya Shafira bingung.

"Iya, dia membuat senar yang tak terlihat dan tak dapat dipegang. Tetapi hebatnya pedang yang Devis dapat memotongnya," kata Deva sambil melirik ke arah Devis yang tersenyum.

"Dia membuatnya?" tanya Edward tak percaya.

Deva mengangguk, "iya. Mengapa kau tak percaya?"

"Tetapi dari apa?"

"Manaku tahu, tanya aja sendiri sama orangnya," kata Deva datar.

"Kau yakin kita dapat mempercayai Alice ini?" tanya Katryson.

"Jangan mengatakan seakan-akan dia adalah barang," kata Deva pelan dengan wajah kesal. "Ya, dia telah membantuku dalam beberapa hal."

"Aku akan mencari tahu," kata Eva sambil berdiri.

"Eh, tunggu. Apakah tidak apa-apa?" tanya Chloe kawatir.

"Tenang saja aku tidak terluka. Lagi pula aku sudah sangat senang diterima oleh kalian," kata Eva sambil tersenyum lembut.

Semua terdiam sambil melihat Eva yang tersenyum.

"Tunggu," kata Deva yang membuat Eva yang ingin berbalik menjadi berhenti dan melihatnya.

Deva berjalan mendekati Eva lalu mengulurkan tangannya, "apakah kau mau membantu kami dalam hal lain?" tanya Deva sambil tersenyum miring.

Bukan hanya Eva, yang lainnya juga menatap Deva bingung.
.
.
.
"Kau yakin ia akan baik-baik saja?" bisik Katryson ragu.

"Lebih baik kau menghawatirkan pacarmu daripada dia," balas Deva datar.

"Hei!"

"Mengapa kau tak percaya padaku huh? Aku juga bisa sakit hati nih," bisik Deva sedih.

"Wah kakak juga bisa sakit hati ya?"

"Tentu saja...-"

Tiba-tiba semua yang ada di sana langsung menoleh ke satu arah. Terlihat seorang gadis dengan tas selempang berwarna pink keunguan dan membawa sebuah boneka.

Sebelum mereka semua berteriak, Deva langsung memeluk gadis itu.

"Alice! Ngomong-ngomong kau jahat sekali, memangnya aku adalah sebuah robot?" tanya Deva dengen ekspresi dan nada sedih yang ia buat-buat.

"Aku lebih memilih android dari pada robot untuk kak Deva," kata gadis itu sambil tersenyum manis. "Eh? Baju kak Deva sudah ganti? Seingatku baju kak Deva dipakai oleh...-"

"Oh, kami semua telah bertemu dengannya dan sekarang ia sedang mengurusi kakakmu," kata Deva.

"Gadis itu? Baguslah! Aku mendukungmu kak!" kata Alice dengan mata berbinar-binar.

Deva mengangguk dengan mata yang berbinar-binar pula. Teman-temannya hanya pasrah melihat tingkah lakunya.

"Maaf, bolehkah aku bertanya?" tanya Leo.

"Anda sudah bertanya," kata Alice dengan polosnya.

"Akh! Bukan pertanyaan ini. Apakah ada orang lain yang dipenjarakan?" tanya Leo.

Tanpa menjawab Alice menunjuk Deva yang ada disampingnya.

"Bukan dia! Eh! Tunggu, kau sempat berada di penjara Deva?!" tanya Leo tak percaya.

"Ah, iya. Pertama kali aku membuka mataku, yang aku lihat bahwa aku ada di penjara," kata Deva polos.

"Tetapi kau mengatakan senar itu...-" kata Katryson kebingungan.

"Kak Deva dimasukan ke penjara untuk mencegah jika kak Deva melakukan sesuatu yang... Gila? Tetapi ternyata tidak. Jadi setelah kak Deva tidur, kakak membawa kak Deva menuju kamar di lantai atas," jelas Alice mengambil alih untuk menjawab.

"Kalau Deva memang dapat melakukan hal gila," kata Edward sambil melirik Deva.

"Kau ngajak berkelahi cowok cantik?" tanya Deva dengan nada datar.

"Lalu kau tau dimana Putri itu?" tanya Leo cepat.

"Putri? Hm... Aku tidak tau ia Putri atau bukan, tetapi ada seorang gadis yang dibawa oleh kakak sebelum kak Deva," kata Alice sambil mengingat-ingat.

"Bisakah kau membawa kami ke sana?" tanya Devis.

Alice menjawabnya dengan anggukan semangat lalu berbalik. Deva dan yang lainnya mengikuti Alice dari belakang.

Tanpa berbicara mereka tetap berjalan, menuruni tangga yang minim cahaya tetapi jalan dapat terlihat dengan baik. Sesampailah mereka di penjara. Alice dengan tenangnya melewati sel-sel penjara yang tidak ada seseorang di dalamnya.

"Ini sama seperti penjara Timur," kata Chloe pelan.

"Penjara Timur?" tanya Alice bingung yang langsung berhenti.

"Iya, letaknya agak jauh dari sini," kaya Devis santai.

"Maaf, tetapi aku belum pernah keluar dari rumah ini sama sekali," kata Alice pelan.

"Kalau begitu, kita harus meyakinkan kakakmu untuk membiarkanmu keluar dari sekitar rumah ini," kata Deva sambil meletakkan telapak tangannya dipundak Alice.

Mata Alice kembali berbinar-binar ceria. Ia mengangguk cepat dengan senyum ceria.

"Baiklah, gadis itu ada di dekat sini," kata Alice sambil berputar lalu kembali melangkah.

Mereka yang berada di belakang Alice mengikutinya dengan baik. Akhirnya Alice berhenti di salah satu sel dan merogoh kunci yang ada di kantungnya.

"Siapa... Kalian?" tanya seorang gadis dari dalam.

Gadis itu melangkah mendekati pintu penjara dan wajahnya dapat terlihat walaupun dengan lampu remang penjara. Surai coklat terang dengan ikatan yang sudah acak-acakan tidak mengurangi paras cantiknya.

"Eh? Pak Leo? Apa yang anda lakukan di sini?" tanya gadis itu.

"Menyelamatkan muridku," kata Leo sambil tersenyum kecil.

"Cieeee keren sekali piuw piuw," sorak Deva jail.

"Diam kau," kata Leo kesal sambil mencubit sebelah pipi Deva.

Rintisan Deva malah membuat Leo mencubitnya semakin kencang. Tetapi cubitan itu berhenti saat mendengar pintu penjara itu telah dibuka.

"Rose, Eric bisakah aku meminta tolong pada kalian?" tanya Leo sambil melihat si kembar itu.

"Eh tentu?"

"Meminta tolong apa?" tanya Rose bingung.

"Antarkan Lillia kembali ke dunia sihir," kata Leo serius.

"Eh, bagaimana dengan kalian?" tanya Eric kaget.

"Dipastikan mereka akan menggila," kata Leo yang sudah pasrah.

"Wah, kak Leo bisa di nobatkan kakak pembina yang perhatian," kata Deva sambil terkekeh kecil.

"Iya, tau aja nih pikiran kita," kata Devis jail.

"Tentu saja tau, melihat kalian yang terlalu asik saat bertarung. Tetapi janji satu hal. Jangan berbicara saat pertarungan," kata Leo kesal.

"Wah bagaimana ya?" tanya Deva sambil membuang pandangannya.

"Bisa tidak ya?" tanya Devis yang ikut membuang pandangannya.

"Harus bisa!" kata Leo dengan penuh penekanan.

"Ba-baik..." kata Devis dan Deva bersamaan dengan nada pelan.

Dibalik kegiatan asik mereka sang Putri, Lillia melihat Deva dan Devis dalam diam.

"Nah sekarang, ambil ini," kata Leo sambil menyerahkan secarik kertas.

"Apa ini?" tanya Rose sambil menerima kertas tersebut.

"Telerpotasi pulang. Aku masih ingat dengan mantranya, jadi kalian dapat mengambil yang satu itu," kata Leo sambil tersenyum.

Rose dan Eric saling bertatapan lalu akhirnya mereka melihat Leo dan mengangguk mengerti.

"Baiklah anak-anak, saatnya kalian untuk bersenang-senang," kata Leo.

Shafira terkekeh, "aku lebih senang jika menggunakan kata nostalgia."

"Aku setuju dengan Shafira, ini membangkitkan nostalgia," kata Chloe senang.

"Untuk Deva dan Devis, kali ini kami tak akan membiarkan kalian banyak bertarung loh," kata Edward sambil melipat kedua tangannya di depan dada.

"Itu benar, karena kami juga akan ikut bertarung juga bersama kalian," kata Hayate sambil tersenyum percaya diri.

"Aku harap kau dapat membuat kembali strateginya va," kata Katryson jail.

"Tenang saja, aku mempunyai lebih dari seribu satu cara dikepalaku," kata Deva sambil menunjuk kepalanya.

"Kita hanya perlu kembali menuju ruang tengah itu kan?" tanya Devis pada teman-temannya yang dijawab dengan anggukan serempak oleh semua teman-temannya.

"Baiklah, ayo pergi," kata Devis sambil berbalik dengan pakaian yang-nya.

Begitu pula dengan Deva yang memakai pakaian yin-nya dan mengikuti Devis dari belakang. Sedangkan Rose, Eric, Lillia dan Alice diam di tempat mereka berdiri, melihat kepergian mereka yang berapi-api.
.
.
.
Sesampailah mereka di dekat ruangan mereka bertemu Deva dan Jason saat itu. Terlihat Jason yang telah menyadari keberadaan mereka, menatap orang-orang yang datang dengan tatapan tajam.

.
.
.
.

Uhuk. Jadi, MAAPKAN DAQUH!
Sebenernya mandepnya ampe sini jadi dari pada dibilang terlalu lama up, mendingan ane up sampe sini aja.
Untuk selanjutnya... Berikan saya waktu sedikit lebih lama untuk membayangkan pertarungannya. Lumayan liat bobo*boy jadi kebayang pertarungannya.

Terimakasih banyak!!!
See u again~

-(26/06/2017)-

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro