JALAN KEEMPAT: INILAH TSUNDERE

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Mereka menatap bingung ke arah gadis berambut hitam panjang diikat dengan pita berwarna ungu disampul seperti kupu-kupu, iris mata ungu, pakaian hitam, rok hitam pendek, stoking hitam panjang, sepatu coklat, ada kantong kecil di pinggangnya beserta sarung pistol, dan sebuah pistol berlaras pendek bernama handgun di tangan kanan. Gadis itulah yang menembak dua goblin yang hendak menyerang Likyter tadi, bisa dibilang menyelamatkan Likyter. Namun, gadis itu mengaku hanya kebetulan lewat... dengan gaya membentak.

"Jangan berterima kasih, karena aku bukannya menyelamatkan kalian, tapi kebetulan saja!" bentak gadis itu kemudian memalingkan wajahnya.

"A-Alice... kau tahu apa yang dia ucapkan? Kedengarannya seperti memprotes suatu hal," bisik Likyter.

"Masak kau... Ah, aku lupa. Kau pasti belum pernah memakan pil penerjemah." Alice pun langsung mengeluarkan sebuah pil dari Bag. "Nah, cepat minum. Setelah minum ini, kau akan mengerti bahasanya dan bahasa asing lainnya."

Likyter pun menerima pil berwarna abu-abu. "Alice, apa aku harus menelannya langsung, tanpa bantuan air minum?"

"Iya, dan dikunyah terlebih dahulu sebelum ditelan."

"Di-Dikunyah?!" kaget Likyter.

Dengan wajah kaku, Likyter melihat kembali pil abu-abu di telapak tangannya. Keringat dingin keluar karena membayangkan rasa pahit obat, seingat dia tidak dikunyah saja rasanya pahit apalagi dikunyah. Namun, mengingat akan tujuannya menjadi petualang baru saja dimulai. Akhirnya Likyter memasukkan pil itu, supaya kisahnya menjadi petualang tidak kandas di perempat jalan... tidak, bahkan perempat-nya dari perempat jalan.

Sekarang Likyter sedang mengunyah dengan ekpresi wajah dikerutkan, karena pahitnya obat itu. Namun, setelah ditelan, kepalanya tiba-tiba merasakan sakit yang sangat luar biasa. Rasanya seperti otaknya secara serempak terisi oleh sesuatu yang berat... seberat rumus matematika... Tidak, bahkan bagi Likyter rumus matematika lebih sakit rasanya dibanding sakit kepala yang dirasakannya sekarang.

"Argh... kepalaku rasanya ingin meledak..." gumam Likyter sambil memegang kepalanya yang perlahan sakitnya menghilang.

"Memang seperti itu. Obat tadi memberikan semua informasi bahasa-bahasa di dunia ini, itulah kenapa kepalamu terasa sakit sekali," jawab Alice.

"Begitu, ya..." Likyter pun kembali melihat ke arah gadis itu. "Eto... terima kasih banyak."

"Hmph, baiklah, karena kalian terus-terusan berterima kasih, aku terima rasa terima kasih kalian!" jawabnya dengan nada keras.

"Alice... Dia kenapa? Memangnya aku mengatakan sesuatu yang salah?"

"Entahlah, aku tidak tahu..."

"Kalau begitu, kami akan pergi dulu. Sekali lagi terima kasih, nona."

Gadis itu masih memalingkan wajahnya, tapi kali ini ditambah dengan kedua tangannya dilipat di bawah buah dadanya yang cukup besar. Likyter dan Alice yang melihat itu hanya terheran, kemudian pergi meninggalkan gadis itu.

Setelah beberapa lama berjalan, Likyter dan Alice harus menghentikan langkah mereka karena seseorang memanggil mereka dengan nada sedikit keras ditambah suara itu tidak asing bagi mereka. Saat mereka berbalik badan, gadis itu berlari mendekati mereka berdua.

"Hei, cepat nyalakan infra merah untuk mengirimkan alamat e-mail kalian!" ucap gadis itu setelah berhasil mengejar Likyter dan Alice.

"Ke-Kenapa tiba-tiba meminta... Apa jangan-jangan-"

"Jangan salah paham, aku memintanya untuk mengirimkan kalian item dari goblin itu!! Bukan berarti aku membutuhkan alamat e-mail kalian!!" bantah gadis itu memotong perkataan Likyter.

"Eh, kedua goblin itu kan dikalahkan olehmu. Kami tidak berhak mendapatkan item-nya," balas Alice.

"Tentu saja harus!! Karena kalau kalian tidak ada, mungkin aku tidak akan bisa mengalahkan kedua goblin itu dengan mudah! Jangan salah paham, aku melakukan ini bukan berarti merasa kalian seperti anggota party-ku yang harus membagi item yang didapatkan."

Tanpa bertanya lagi, mereka berdua menyalakan infra merah handphone mereka. Setelah itu, ternyata benar, gadis itu memberikan item. Setelah itu, Likyter dan Alice pergi meninggalkan gadis itu. Namun, mereka berhenti setelah beberapa langkah. Mereka berbalik kembali, melihat gadis itu berada di belakang mereka.

"Ja-Jangan salah paham!! Aku bukannya mengikuti kalian, tapi kebetulan tujuanku berada di jalur yang sama dengan kalian!" elak gadis itu.

"Kalau begitu, kita jalan bersama," tawar Alice dengan nada ramah. "Mungkin tujuan kami sama dengan tujunmu."

"Ba-Baiklah, kalau kalian memintanya. Aku akan melindungi kalian dari depan, sekaligus menjadi petunjuk arah!" Gadis itu pun berjalan melewati mereka untuk memimpin perjalanan.

Alice yang melihat tingkah gadis terbilang aneh itu menundukkan kepalanya, karena merasa ada hal yang salah... Dengan kepala sedikit menunduk, Alice mengikuti gadis itu dari belakang. Sedangkan Likyter, sedikit merasa jengkel dengan sikap terbilang cukup menjengkelkan itu dan menyusul Alice dari belakang.

Selama di perjalanan, tidak ada percakapan apapun. Sebenarnya sempat ada percakapan, tapi setiap kali mereka akan memulai pembicaraan dengan gadis itu, setiap kali itu pula gadis itu menjawab singkat dengan nada membentak. Walau sebentar, mereka berdua tahu identitas gadis itu. Gadis itu bernama Prila, dia seorang petualang sendiri, bisa dibilang solo player. Selain itu, tujuannya adalah kota Jite yang kebetulan sama dengan Likyter dan Alice... begitulah menurut gadis itu setelah mendengar tujuan mereka berdua.

Saat hampir sampai, mereka dihadang oleh beberapa monster serigala dan goblin. Jumlah mereka masing-masing dua, dengan begitu semuanya ada empat monster menghadang. Tanpa aba-aba, dengan cepat gadis bernama Prila langsung menembakkan satu peluru ke arah goblin dari pistol yang sedari tadi dia pegang. Berhasil menembus otak goblin itu.

Selanjutnya, Prila berlari ke sisi lain, meninggalkan Likyter dan Alice yang baru bersiaga dengan senjata mereka. Satu tembakan diluncurkan oleh Prila, namun kali ini tidak mengenai salah satu monster itu. Alhasil, perhatian mereka tertuju kepada Prila yang menjauh dari Likyter dan Alice. Kedua serigala itu dengan cepat berlari untuk menyerang Prila. Melihat itu, Prila langsung menodongkan pistol ke arah salah satu serigala, kemudian menarik pelatuknya. Berhasil mengenai kaki depan salah satu serigala itu, mengakibatkan serigala itu harus berguling di tanah. Satu lagi sudah meloncat bersiap menerkam Prila, namun Prila berhasil menembak terlebih dahulu kepala depan serigala itu yang mengakibatkan mati seketika. Tembakan diluncurkan sekali lagi ke arah kepala serigala yang tadi terjatuh akibat kakinya ditembak.

Bersamaan dengan pertarungan Prila tadi, Likyter berlari untuk mengalahkan goblin satu lagi. Dengan satu pedang dipegang oleh kedua tangan, Likyter mengayunkannya untuk menebas kepala goblin itu. Namun, berhasil tertahan oleh pedang goblin itu. Adu kekuatan terjadi, tapi yang terlihat paling tersudut adalah goblin itu.

"Akan kuperlihatkan hasil latihanku selama ini!!" teriak Likyter sambil mendorong pedangnya.

Goblin itu tidak bisa menahan kekuatan Likyter, bukitnya kedua tangannya gemetar dan pedang yang dia pegang hampir lepas. Tiba-tiba, di kepalanya tercipta sebuah lubang kecil yang mengakibatkan darah keluar dari lubang itu. Setelah banyak darah yang keluar, goblin itu terkapar bersimbah darah di kepala. Melihat itu, Likyter langsung mengalihkan pandangannya ke arah Prila. Ternyata benar, itu adalah ulah Prila, buktinya Prila menodongkan pistolnya ke depan dengan bagian lubang tempat keluarnya peluru mengeluarkan asap.

"Awas di belakangmu!!" teriak Likyter tiba-tiba.

Spontan, Prila berguling ke samping. Berkat itu, Prila berhasil terhindar terkaman serigala dari belakang. Dengan cepat Prila bangun, jongkok, mengangkat pistolnya, mengarahkannya ke serigala itu sebelum serigala itu kembali menerkam, dan satu peluru pun ditembakkan berhasil mengenai tepat kepala serigala itu. Kemudian, Prila melihat sekitarnya, mungkin ada monster lagi.

Setelah diperiksa dengan teliti, tidak ada satu pun monster dan Prila hanya melihat Likyter yang berlari mendekatinya bersama Alice di belakangnya. Prila pun langsung berdiri sambil menyimpan pistolnya di sarungnya, tapi pandangannya tidak melihat ke arah mereka. Kalau diarahkan ke arah mereka, mereka bisa melihat wajah Prila yang memerah.

"Se-Sebenarnya aku sudah tahu ada serigala di belakangku tadi, ja-jadi aku tidak akan berterima kasih!!" ucap Prila tiba-tiba.

"Terserah... tapi, kau baik-baik saja?" tanya Likyter.

Prila yang mendengar itu wajahnya semakin memerah. "Hmph! Tentu saja baik-baik saja, karena aku ini kuat!!" Setelah mengucapkan itu, Prila pergi meninggalkan mereka.

"Likyter, sepertinya Prila tidak suka dengan kita..." ucap Alice kecewa.

"Eh, kenapa kau berpikir begitu?" heran Likyter.

"Habisnya... dia selalu marah-marah... A-Aku seharusnya tidak mengajaknya bersama dengan kita, pasti dia merasa jengkel... Maaf, Likyter..."

"Tunggu, kau tidak perlu merasa bersalah seperti itu. Dan, kenapa kau minta maaf kepadaku?"

"Karena... aku mengajaknya bersama dengan kita, kau selalu terkena marah olehnya..."

"Ti-Tidak apa-apa..." Likyter sedikit mengalihkan pandangannya dengan wajah yang sedikit merona merah. "A-Aku tidak menyangka kau perhatian kepadaku..."

"A-Aku bukannya perhatiaan kepadamu, aku hanya merasa bersalah! Jangan salah paham, hmph!" Alice pun pergi meninggalkan Likyter.

Likyter yang mendengar itu hanya bisa menghela napas, kesan malu senangnya seketika hilang berkat sikap yang didapatkannya dari Alice. Kemudian, Likyter menyusul mereka.

***

Mereka bertiga berada di kota Jite, dimana penduduk dan jumlah bangunannya banyak sekali. Orang-orang dari berbagai ras, negara (sebelum menjadi negara Fantasy), dan petualang atau bukan petualang berlalu lalang di kota ini. Selain itu, banyak juga jenis toko-toko berdiri menghiasi kota. Sekarang Likyter dan Alice, ditambah gadis bernama Prila yang entah kenapa masih terus mengikuti mereka sedang berjalan mencari penginapan.

"Besar sekali!" kagum Likyter melihat sekitar. "Sudah lama aku ingin ke tempat ini!" lanjutnya kagum.

"Likyter, ayo cepat kemari!" panggil Alice yang berdiri di depan sebuah bangunan besar dengan papan bertuliskan 'Meria' bergantung di atasnya.

"Baik!" Likyter pun berjalan cepat menuju Alice dan Prila.

Kemudian mereka pun masuk. Tempat ini sangat luas sekali, beberapa meja dengan empat kursi tiap satu meja, orang-orang berpenampilan seperti petualang maupun biasa, pelayan-pelayan berlalu-lalang mengantarkan makanan atau minuman, dan beberapa poster menempel di papan terlihat di ruangan ini.

"Wahhh, jadi ini tempat dimana kita akan mengambil quest?!" kagum Likyter.

"Benar, Likyter. Dan, kebetulan di sini juga adalah tempat penginapan. Kita akan menginap di tempat ini," jawab Alice.

"Kalau begitu, cepat kita ambil quest-nya!" semangat Likyter.

"Hmph, dasar kau seperti anak kecil saja," ucap Prila. "Tapi, kebetulan aku juga ingin melihat quest."

"E-Eto... Prila, a-apa kau tidak apa-apa bersama dengan kami?" tanya Alice.

"Te-Tentu saja tidak apa-apa, tapi bukan berarti aku ingin bersama dengan kalian terus! Karena kalian ingin melihat quest dan aku juga sama, jadi sebaiknya bersama-sama saja!"

Mereka bertiga pun pergi menuju papan yang penuh dengan poster-poster quest. Setelah sampai, mereka bisa melihat quest dengan tingkatan dari yang sulit sampai mudah. Bahkan, ada quest mengarah mengumpulkan item, mengalahkan monster, membantu warga biasa, dan lainnya. Tentu saja, imbalannya semakin sulit tingkatan maka semakin besar pula.

Walau tahu imbalan besar ada di quest tingkat sulit, mereka tidak memikirkannya. Mereka mencari yang mudah dan sekiranya untuk pemula seperti mereka. "Hmm... apa sebaiknya kita ambil ini?" tanya Alice sambil menunjuk sebuah poster.

"Hm?" Likyter pun melihat ke arah poster yang ditunjuk oleh Alice. Ternyata, quest-nya adalah membantu mencarikan kucing yang hilang. "Ku-Kurasa ini tidak cocok dengan seorang petualang..." jawab Likyter.

"Kalau ini?" Alice menunjuk poster di sebelah poster tadi.

Likyter melihatnya. Ternyata, quest-nya adalah membunuh serangga dan tikus yang selalu merusak perkebunan. "Hmm... kurasa bagus."

"Ti-Tikus..." gumam Alice dengan wajah ketakutan.

"Jangan-jangan, kau takut tikus..."

"Me-Mereka hewan yang sangat menggelikan... merayap dengan cepat... memakan apa saja... bangkainya sangat bau sekali... dan tatapannya mengerikan..."

"Lalu kenapa kau menunjuk quest itu?!"

"A-Aku tidak tahu, aku hanya asal menunjuk!"

"Kalian, ambil saja quest ini!" sela Prila. Mereka berdua pun melihat ke arah yang ditunjuk oleh Prila. "A-Aku bukannya sedari tadi mencarinya untuk kalian, hanya kebetulan saja menemukan yang mungkin cocok dengan kalian! Jangan salah paham!"

Quest yang ditunjuk oleh Prila adalah membunuh monster berjenis beruang, namanya Kuma. Tingkat quest mudah. "Kurasa ini cocok sekali," ucap Likyter.

"Te-Terima kasih, Prila," ucap Alice.

"Sa-Sama... Maksudku, ini hanya sebagai imbalan karena sudah menemaniku sampai kota ini. Jangan salah paham," balas Prila, tapi kali ini dengan nada malu-malu bukan terkesan membentak. Setelah itu, Prila pun pergi.

Alice tiba-tiba menundukkan kepalanya, wajahnya terlihat sedih. Tentu hal itu menarik perhatian Likyter yang sedari tadi melihat poster pilihan Prila. "Alice, kau baik-baik saja?"

"Aku rasa... dia benar-benar membenciku..."

"Hmm... kurasa dia tidak membencimu."

"Tapi..."

"Sepertinya kau ingin sekali berteman dengannya."

"I-Iya..."

"Kalau begitu, sebaiknya kita segera pesan kamar. Hari hampir gelap, kita lakukan quest-nya besok saja."

"I-Iya..."

Mereka berdua pun pergi menuju meja penyewaan kamar untuk menginap, kebetulan di sana juga ada Prila yang akan memesan kamar juga. Mereka berdua sedikit jauh di sebelah Prila, dan langsung disambut oleh pegawai tempat ini.

"Ada yang bisa saya bantu?" tanya pegawai itu.

"Kami pesan satu kamar untuk kami," jawab Likyter.

"Eh?! Ke-Kenapa satu?!" kaget Alice.

"Tentu saja untuk menghemat uang. Lagipula kita satu party, jadi tidak masalah, kan?"

"Tentu saja masalah!" Mereka berdua langsung melihat ke arah Prila yang tadi memprotes hal itu. "I-Itu tidak boleh!! Alice, kau tidur saja bersama denganku!"

"A-Apa kau yakin? Ma-Mau tidur bersama denganku? Bukankah kau membenciku?"

"Hah, tentu saja yakin! Aku tidak mau kau diapa-apakan oleh dia, apalagi... Sudahlah, pokoknya kau harus tidur bersamaku dan aku tidak membencimu... A-Aku hanya..."

"Ha-Hanya...?" tanya Alice.

"Ahhh, pokoknya sekarang ayo kita pergi ke kamar! Kau harus mandi, lalu makan malam!" Prila langsung menarik lengan Alice, membawanya menuju kamar yang sudah dia pesan.

Alice yang mendapatkan hal itu tentu kebingungan. Masih ditarik oleh Prila, Alice melihat ke arah Likyter. Sebuah senyuman kecil terukir di wajah Likyter. Melihat itu, Alice tersenyum kecil juga. Dia merasa senang, ternyata perkiraannya salah.

"Ternyata benar kata Basch, sifat seperti itu memang ada. Kalau tidak salah namanya... tsundere, ya?" gumam Likyter.

####################################################################

Untuk selanjutnya, cerita ini akan diliburkan karena aku akan menghadapi UAS. Paling cepat kelanjutannya diterbitkan tanggal 18 Desember 2016. Terima kasih.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro