JALAN KESEBELAS: PANGGILAN AKRAB

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Likyter dan lainnya, ditambah gadis kucing yang diajak Likyter sedang duduk melingkari panci berisi bubur dengan batu sebagai tempat duduknya sambil menikmati bubur buatan Alice sebagai santapan pagi atau sarapan. Mereka terlihat sangat menikmati bubur itu, bahkan Likyter menyantapnya dengan cepat dan selalu minta tambahan. Lucid yang selalu memasang wajah datar langsung tersenyum kecil setelah makan bubur itu.

Bubur itu bukanlah bubur biasa, karena ada beberapa herbal yang memiliki khasiat bagus dicampurkan oleh Alice. Seperti herbal perileks dan penambah stamina. Itulah kenapa saat makan bubur itu, mereka mendapatkan perasaan nyaman dan energi seperti terisi.

Setelah selesai makan, tiba-tiba gadis kucing itu langsung menundukkan kepalanya. Tentu hal itu menarik perhatian Likyter dan lainnya, tapi beda dengan Lucid yang memilih membaca buku.

"Terima kasih karena sudah menolongku, merawat lukaku, dan bahkan memberikan makanan. Terima kasih."

"Tidak masalah. Jadi, tolong angkat kepalamu," balas Alice. "Kalau boleh tahu, siapa namamu?"

Gadis kucing itu mengangkat kepalanya dan mengarahkan pandangannya ke arah Alice yang berada di seberangnya.

"Namaku Kano."

"Namaku Alice. Laki-laki itu Likyter. Di sebelahnya adalah Prila. Dan satu lagi Lucid."

Saat Alice memberitahu nama mereka, mereka merespon sebagai tanda nama yang disebutkan adalah nama mereka. Likyter memberikan senyuman sebagai kode 'salam kenal'. Prila mengangguk kecil dengan ekpresi biasa saja, namun di dalamnya ada perasaan kewaspadaan kepada Kano. Sedangkan Lucid sempat melirik ke arah Kano, lalu kembali lagi membaca buku.

"Apa kau seorang petualang?" tanya Alice.

"Iya, aku seorang Petualang yang berasal dari Desa Pilo."

"Jauh juga. Oh iya, di mana teman Party-mu?"

"Aku seorang solo player."

Solo player, sebutan untuk seorang Petualang yang melakukan petualangannya sendiri. Ada beberapa alasan kenapa status ini ada. Seperti karena memang Petualang tersebut memang ingin bekerja sendiri, ingin mencoba sendiri dulu, atau bahkan karena terkucilkan. Kasus yang banyak adalah karena terkucilkan dan yang sering mendapatkannya adalah para Petualang pemula. Karena mereka dianggap sebagai penghambat party, apalagi saat mendapatkan quest pemburuan monster kuat atau yang banyak.

"Kenapa kau memilih berpetualang sendiri?" tanya Likyter penasaran. "Memangnya tidak berat kalau sendiri?"

"I-Itu... Tidak ada yang mau aku bergabung dengan party-nya... Karena, aku lemah..." jawab Kano dengan wajah murung.

"Ah, bagaimana kalau kau bergabung dengan party kami?"

Mendengar tawaran Likyter itu, Kano yang tadi murung langsung mengangkat wajahnya dan menatap Likyter dengan ekpresi terkejut. Di sisi lain, Prila ikut terkejut dengan ucapan itu.

"Woi, Liky-"

"Apa boleh?" tanya Kano.

"Tentu saja. Benar kan, Alice?"

"Iya, itu ide yang bagus. Lagipula, kau tidak terlihat terlalu lemah dan kami memang membutuhkan teman party lagi," balas Alice.

"Tunggu dulu, Alice!" ucap Prila sambil berdiri. "Jangan langsung menerima dia begitu saja."

"Eh, memangnya salah?" heran Alice.

"Te..."

Prila ingin melanjutkan protesnya, tapi terhenti karena Alice memasang wajah memohon yang seolah mengatakan 'tolong terima Kano, aku mohon'. Berkat itu, perlahan Prila pun duduk dan mengeluarkan napas panjang.

"Kurasa itu bukanlah ide buruk," pasrah Prila.

"Bagaimana menurutmu, Lucid?" tanya Likyter.

"Aku hanyalah anggota sementara, jadi aku tidak terlalu berhak untuk mengeluarkan pendapat. Itu terserah kalian. Aku akan ikut saja," jawab Lucid yang masih fokus membaca.

"Terima kasih, semuanya!" ucap Kano sambil membungkukkan badannya.

"Mohon bantuannya, Kano," ucap Alice.

Kano langsung mengangkat badannya dan memasang wajah bahagia. "Iya, aku juga, mohon bantuannya!"

Kemudian, mereka pun membereskan peralatan makan dan lainnya. Tentu Kano ikut serta, karena secara resmi dia menjadi anggota party Likyter. Selanjutnya, mereka membereskan tenda dan perlengkapan lain.

Di saat Likyter masih membereskan tendanya, Kano datang menghampiri. Terlihat ada perasaan gugup saat dia menghampiri Likyter, buktinya kepalanya ditundukkan malu untuk melihat Likyter dan tangannya tidak bisa diam memainkan jari-jarinya.

"Li-Liter..." panggil Kano pelan dan gugup.

Likyter tidak menyadari kedatangan Kano, jadi dia terus saja membereskan tendannya.

Menyadari kedatangannya tidak direspon, Kano sedikit memberanikan diri untuk menatap Likyter yang asik melakukan aktifitasnya dan mendekatinya.

"Liter..." panggil Kano kepada Likyter.

Likyter masih tidak menyadari atau merespon kedatangan Kano. Malah sekarang dia jongkok membelakangi Kano untuk mengecek kembali bagian-bagian tenda sebelum dimasukkan ke dalam Bag.

Mendapatkan perlakuan itu, Kano mulai merasa kesal. Dengan wajah cemberut, dia mengetuk pelan pundak kanan Likyter menggunakan jari telunjuknya. Likyter pun berhenti dan melihat ke belakang.

"Oh, Kano," ucap Likyter. Lalu dia berdiri. "Ada apa? Kenapa wajahmu terlihat cemberut?" tanya Likyter.

"Dari tadi aku memanggilmu, tapi kau tidak menyahut. Muuuu..." jawab Kano yang masih memasang wajah cemberut dan kemudian mengembungkan kedua pipinya.

"Ahh... maaf, aku tidak mendengarnya. Lalu, ada apa?"

"Hmm... itu..." Kano kembali menjadi malu-malu. "Te-Terima kasih banyak."

"Kau kan sudah berterima kasih tadi, jadi tidak perlu berterima kasih lagi."

"Memang... Tapi, tetap saja aku ingin berterima kasih secara pribadi. Karena berkat Liter, nyawaku terselamatkan dan aku tidak perlu sendirian lagi untuk berpetualang."

"Kalau begitu, ucapkan juga kepada Prila yang ikut membantu menyelamatkanmu dan Alice yang menyembuhkan lu... Eh, tunggu dulu. Tadi kau bilang Liter? Maksudmu aku?"

"Iya. Namamu Liter, kan?"

"Bukan-bukan. Tapi Likyter."

"Liter."

"Likyter."

"Liter."

"Li-ky-ter."

"Li-ter."

"Memangnya kau tidak bisa mengucapkan 'ky'?"

"Tentu saja bisa, tapi kalau menyatu seperti namamu sedikit sulit. Jadi, aku memanggilmu Liter."

"Tolong jangan panggil aku seperti itu, aku merasa tidak nyaman disamakan dengan suatu satuan nilai. Tolong panggil dengan namaku yang benar."

"Hmm... tapi itu sulit... Ah, bagaimana kalau menggunakan panggilan akrab?"

"Boleh saja."

"Kalau begitu, aku panggil kau Kiti."

"Oh, Kiti, itu na... Tunggu, Kiti? Kenapa aku diberi nama seperti itu?"

"Karena itu hampir mendekati nama aslimu dan terdengar manis~" balas Kano dengan nada riang dan perasaan senang, terbukti dari tatapannya yang bersinar beserta telinga kucing dan ekornya bergoyang-goyang.

"Itu malah membuatku seperti seorang perempuan!"

"Ja-Jadi, kau tidak suka..."

Perlahan Kano memasang wajah murung, telinga kucing dan ekornya pun layu. Berkat itu, Likyter yang hendak mengajukkan keberatannya lagi menjadi diam dan terkena serangan batin yang sangat keras sekali. Bahkan, saat terdengar Kano sedikit terisak sedih, keras serangan batinnya bertambah dua kali lipat.

"Hahh... baiklah, terserah kau saja..." pasrah Likyter.

"Yeyyyy~!" senang Kano kembali memperlihatkan ekpresi senangnnya. "Terima kasih, Kiti~"

***

Likyter dan lainnya sekarang sedang dalam perjalanan menuju desa terdekat, yaitu Desa Sehar. Di sana mereka akan mencari informasi tentang anggota Hiir yang dicari oleh Lucid, sekaligus melakukan aktifitas lain. Seperti mencari bahan makanan dan keperluan lain untuk perjalanan, menyelesaikan beberapa quest untuk menambah uang keperluan, atau mencari anggota party lagi.

Kano yang memimpin perjalanan, karena dia yang tahu rute terdekat menuju Desa Sehar. Alice pun di depan karena ingin mengobrol lebih lama dengan Kano. Lucid berada di belakang mereka sedang menikmati bukunya. Prila dan Likyter berada di paling belakang.

"Sudahlah Prila, Kano gadis yang baik. Aku yakin itu," ucap Likyter karena melihat Prila memasang wajah serius mengarah ke arah Kano. "Jadi hentikan tatapan menyeramkanmu itu."

"Kau tidak bisa mengetahui jati diri seseorang hanya dari penampilan atau sikapnya saja, bisa saja sikap baiknya itu hanyalah topeng belaka," balas Prila yang masih fokus mengawasi Kano. "Justru yang seharusnya berhenti adalah kau yang bergoyang-goyang tidak jelas."

Sambil berjalan, Likyter mengayunkan kedua tangannya seperti ubur-ubur. Bahkan kepalanya diangguk-angguk atau digerakkan jenis lainnya dan tubuhnya digoyang-goyang.

"Sudah kubilang, ini adalah bagian dari pelunturan otot seluruh tubuh untuk latihan fisikku."

"Tapi tidak harus setiap saat juga!" protes Prila sambil memasang wajah kesal yang diarahkan ke Likyter. "Lalu, setelah kita sampai di Desa selanjutnya. Apa kau akan terus seperti itu?"

"Tentu saja, selama aku tidak melakukan aktifitas yang membuatku tidak bisa melakukan ini."

"Hahh... Sebaiknya kau tidak melakukan itu saat nanti di Desa, bisa-bisa kita dianggap orang aneh dan menjadi bahan pembicaraan yang bukan-bukan oleh penduduk sekitar. Kau akan membuat Alice merasa malu."

"Benar juga. Terima kasih karena sudah diberi tahu. Ternyata kau memang sangat perhatian sekali."

"Si-Siapa juga yang perhatian sama kalian! Aku hanya tidak mau saja disebut sebagai orang aneh hanya gara-gara dekat denganmu. Hmph!"

Setelah memalingkan wajahnya, Prila langsung mempercepat jalannya menuju Alice.

Beberapa jam kemudian. Mereka pun sampai di Desa Sehar. Desa itu berada di tengah hutan dengan dilindungi oleh dinding tumpukkan batu, terdiri dari bangunan-bangunan sederhana dari kayu, dan suasanannya bermusim gugur sama seperti Desa tempat Lucid tinggal.

Sekarang mereka sedang berpencar untuk melakukan tugas masing-masing yang sudah ditentukan. Lucid mencari informasi tentang kelompok Hiir atas keinginan sendiri. Prila dan Kano juga ikut membantu mencari informasi tentang kelompok itu. Sedangkan Likyter dan Alice bagian membeli keperluan perjalanan selanjutnya dan sekaligus mencari penginapan.

"Hei, Alice. Kenapa kita tidak beli banyak-banyak saja bahan makanan untuk perjalanan kita? Bag kan bisa menampung banyak sekali barang. Jadi, kita tidak perlu repot-repot pergi ke toko setiap mampir ke Desa atau Kota nanti."

"Itu memang ide yang bagus, tapi Bag itu bukanlah kulkas. Jadi, bahan makanan kita tidak akan bisa bertahan lama dan akhirnya membusuk. Selain itu, nanti Bag kita malah dipenuhi oleh bahan makanan. Bagaimana kita bisa menyimpan item yang kita dapatkan nanti?"

"Begitu... Oh iya, sebenarnya Bag itu bisa menampung berapa banyak barang atau seberapa besar benda yang bisa ditampungnya? Lalu ke manakan sebenarnya barang kita itu?"

"Setiap Bag tiap orang berbeda-beda, ada yang bisa menampung dengan volume sebesar gedung besar dan ada juga yang sebesar ruang rumah kecil. Kita bisa menambah daya tampungnya dengan mengupgrade-nya dalam aplikasi, dan tentu harus bayar. Masalah barang yang disimpan, aku juga tidak tahu karena tidak ada informasi pasti tentang itu. Ada yang bilang dikirim ke dimensi lain, ke ruang bawah tanah khusus, atau barang-barangnya diubah menjadi partikel data dan kemudian dikirim ke handphone kita."

"Apa Bag juga bisa menyimpan barang yang tidak ada hubungannya dengan Petualang? Misal TV atau kulkas."

"Kalau barang yang seperti itu bisa juga, tapi bagaimana volume yang bisa ditampung Bag masing-masing. Selain itu, untuk barang seperti itu hanya bisa dimasukkan Bag oleh pemiliknya, tepatnya yang kodenya sesuai dengan Bag-nya."

"Maksudnya?"

"Jadi begini, kalau semua Bag bisa melakukan itu pasti akan banyak pencurian besar-besaran. Karena pencuri akan dengan mudah mengambil barang-barang berharga tanpa meninggalkan jejak atau repot-repot menanggulnya. Maka dari itu, pemerintah menerapkan kode tersembunyi dalam barang berharga agar hanya pemiliknya saja yang bisa memasukkannya ke Bag."

"Ah, iya, aku juga sempat berpikiran begitu. Tunggu, bagaimana dengan makanan? Apa makanan juga diberi kode khusus?"

"Untuk makanan dan minuman kemasan tentu saja ada. Kalau makanan jadi tidak akan bisa. Coba saja kau tempelkan Bag ke nasi goreng atau bubur, pasti Bag tidak akan berhasil mengambilnya. Tapi bahan makanan mentah bisa, karena tidak memiliki kode kepemilikan dan termasuk dalam item."

"Bag bisa menjadi barang yang berguna dan merugikan juga rupanya..."

"Likyter, lihat, perempuan itu kelihatannya sedang kesulitan."

Alice menunjuk ke arah gadis muda berambut coklat panjang yang memakai pakaian lusuh dan kotor. Gadis itu sedang bertekuk lutut memohon dengan berlinang air mata di depan laki-laki berzirah memiliki pedang besar di punggungnya yang sedang bersama beberapa teman bersenjata. Sempat ada beberapa perdebatan di antara mereka, sampai akhrinya laki-laki itu dan teman-temannya pergi meninggalkan gadis yang berteriak memohon itu.

Entah karena merasa diperhatikan atau memang menyadarinya, gadis itu melihat ke arah Likyter dan Alice. Kemudian dengan tergesa-gesa, dia berlari menghampiri mereka berdua. Saking buru-burunya, gadis itu tersandung dan jatuh menabrak tanah. Berkat itu, Likyter dan Alice memutuskan yang menghampiri gadis itu dan membantunya berdiri.

"Tolong bantu adikku..." ucap gadis itu setelah dibantu untuk bangun. "Aku mohon..." lanjutnya yang kemudian mengeluarkan air mata dan hidungnya mengeluarkan darah.

"Ahhh, kau terluka. Sebaiknya kau dira-"

"Tidak! Aku tidak perlu dirawat!" bantah gadis itu. "Aku hanya ingin adikku diselamatkan... aku memang tidak punya uang, tapi aku rela melakukan apa saja untuk membayarnya... Aku mohon..."

Gadis itu masih terus saja bertekuk lutut dengan setengah sujud, walau Alice menariknya agar berdiri atau duduk dengan benar agar darah di hidungnya tidak banyak keluar.

"Baiklah, kami akan menolongmu. Tapi sekarang lukamu harus dirawat dulu."

Karena mendengar jawaban itu, gadis itu mulai mengangkat kepalanya dan melihat Alice yang berada di sampingnya.

"Be-Benarkah? Apa Kakak benar akan menolong adikku?" tanya gadis itu memastikan.

"Iya. Benar kan, Likyter?"

"Iya. Kami akan menolongmu."

"Hiks... terima kasih, Kak!"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro