JALAN KELIMA BELAS: PULANG

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Di sebuah rumah yang tidak terlalu besar, namun juga tidak terlalu kecil. Vanili sedang menyapu debu, Tiana pun melakukan hal yang sama, Mio mengepel lantai yang sudah disapu, Veronica membersihkan kaca rumah, Elyna membersihkan benda-benda. Kenapa mereka bersih-bersih? Tentu saja karena rumah ini tadinya penuh dengan debu dan kotor.

Sementara itu, Haru sedang mencuci peralatan makan dan Likyter memasak. "Likyter-san, sebaiknya istirahat saja," tawar Haru yang sedang cuci piring.

"Tenang saja, aku baik-baik saja. Aku merasa tidak enak kalau berdiam diri saja, lagipula ini hanya memasak jadi tidak terlalu melelahkan."

"Kalau begitu biar aku bantu."

"Boleh, tapi selesaikan dulu cuci peralatannya. Setelah selesai, bantu simpan hidangannya di meja makan."

"Baik."

Beberapa jam kemudian. Mereka semua selesai membersihkan seluruh ruangan rumah ini, dan makanannya sudah ada di meja makan. Mereka pun memakan makanan yang sudah dimasak Likyter. Setelah beberapa saat, mereka selesai makan.

"Tidak disangka, Likyter bisa memasak juga," komentar Tiana.

"Rasanya lumayan juga," komentar Elyna.

"Tuan memang benar-benar hebat," puji Veronica.

Likyter yang mendengar itu hanya bisa tersenyum puas. "Terima kasih, dan terima kasih juga kalian sudah membantuku membersihkan rumahku."

"Kau sudah sering menolong kami, jadi tidak perlu berterima kasih," balas Vanili.

"Ngomong-ngomong, sebenarnya siapa pria yang kalian lawan itu?" tanya Tiana.

"Akan aku ceritakan. Pria itu bernama Shin, dia adalah salah satu anggota dari organisasi Megafan."

"Tu-Tunggu, Megafan... maksudmu Megafan yang dulu pernah mencuri dua pusaka kuno untuk membangkitkan kekuatan Susha terkuat dan roh kegelapan? Kudengar mereka sudah musnah dan bossnya sudah dibunuh oleh party misterius," ujar Vanili.

"Memang benar, seharusnya mereka sudah musnah. Bahkan seingatku aku sudah mengirim bossnya ke balckhole beserta dengan kedua pusaka itu."

"Tu-Tunggu... tadi kau bilang 'mengirim bossnya ke blackhole'? A-Apa jangan-jangan..."

"Iya, aku dan partyku yang sudah membunuh mereka dan menghancurkan rencana mereka."

Suasana menjadi hening, mereka semua menatap Likyter. "Hehhhhhh!!" kaget mereka.

"Bo-Bohong!" ucap Tiana. "Dari yang kudengar, mereka berhasil membunuh penjaga kedua pusaka itu yang dikenal sebagai petualang tingkat S."

"Bahkan kudengar dua anggota mereka adalah legendaris yang pernah membunuh naga sendirian," sambung Elyna.

"Be-Berarti Likyter-san adalah pahlawan," ucap Haru.

"Tuan, kau benar-benar luar biasa. Aku tidak salah mengabdi kepadamu," ucap Veronica.

"Ti-Tidak juga, mungkin kami hanya beruntung karena kami selalu babak belur. Lagipula kami bertarung satu persatu, bukan sekaligus."

"Tapi tetap saja itu sangat luar biasa," ucap Mio.

"Tunggu, bukankah kau bilang kau adalah solo player?" heran Vanili.

"Tentu saja aku menjadi solo player setelah selesai mengalahkan mereka. Memangnya aku belum pernah bilang?"

"Belum!" jawab mereka dengan nada beda-beda. "Lalu kenapa Liky-kun menjadi solo player?" tanya Mio. Likyter tiba-tiba menundukkan kepalanya dengan wajah murung. "Li-Liky-kun?" panggil Mio.

"Ah, tentu saja karena tujuan kami sudah selesai. Jadi kami menempuh jalan kami masing-masing. Nanti aku perkenalkan mereka kepada kalian."

Mereka berdua langsung diam setelah mendengar jawaban itu, bukan karena jawabannya yang membuat mereka diam tapi dari cara Likyter menjawab. Walau kelihatan biasa, tapi ada raut wajah yang sedih di dalamnya. Mereka memutuskan untuk tidak melanjutkan pertanyaan.

***

Sekarang mereka semua berada di tempat pemakaman yang tentu penuh dengan batu nisan orang yang sudah meninggal. Likyter berserta party-nya berdiri di depan dua batu nisan, di batu itu tertulis nama 'Febri' dan 'Yuli'. Mereka berdoa dengan cara masing-masing, beberapa detik mereka pun selesai berdoa. Kemudian mereka keluar dari tempat pemakaman.

"Terima kasih sudah menemaniku untuk berdoa kepada kedua orangtua angkatku," ucap Likyter. Mereka hanya tersenyum kepada Likyter.

Tiba-tiba mereka menghentikan langkah mereka, karena di depan mereka sekarang ada seseorang yang tidak asing bagi mereka. Mereka pun memasang tatapan tajam, dan Vanili bersembunyi di punggung Tiana. "Dari reaksi kalian, sepertinya kedatangku sangat tidak diharapkan."

"Asep, sebaiknya kita tidak bertarung. Kalau mau, kita pindah tempat dulu," ucap Likyter.

"Tenang, aku juga punya sopan-santun. Mana mungkin aku bertarung di depan tempat orang-orang yang sudah meninggal. Aku datang kemari karena ingin memberitahukan sebuah kabar kepada nona Vanili."

"Ka-Kabar apa?" tanya Vanili yang masih sembunyi di punggung Tiana.

"Raja... yaitu ayah nona Vanili, baru saja meninggal dunia."

Kedua mata Vanili langsung terbuka lebar, bulatannya melebar. "A-Ayah... meninggal..." Lalu matanya berkaca-kaca.

"Ratu... ibu nona menyuruhku untuk menjemput nona ke istana, dan dia mengijinkan teman-teman nona untuk ikut. Acara pemakamannya dimulai sore ini."

***

Sebuah pesawat yang cukup besar terbang di udara, di dalamnya Likyter dan party-nya sedang duduk dengan tenang... Beda dengan Vanili yang masih menangis dengan Tiana dan Mio mencoba menenangkannya. Di lain sisi, Likter duduk di sebelah Veronica yang dekat dengan kaca pesawat. Sedangkan Haru dan Elyna berada di tempat duduk depan Likyter.

Sekarang Likyter sedang melihat ke samping, melihat Vanili yang masih bersedih. "Tuan, lihat, langitnya sangat indah sekali. Ada burung-burung yang sedang terbang juga." Merasa terpanggil, Likyter melihat ke arah yang memanggil, yaitu Veronica. Dia sedang berdiri melihat keluar kaca.

"I-Iya," jawab Likyter.

Menyadari nada jawaban Likyter sedikit aneh, Veronica langsung duduk kembali. "Ma-Maaf, seharusnya aku tidak senang..."

"Sudah, kau tidak salah, Veronica." Likyter kembali melihat ke Vanili.

Setelah beberapa jam di pesawat, akhirnya pesawat ini akan mendarat. Selesai mendarat, mereka semua keluar. Saat di luar, mereka sudah disambut oleh beberapa pelayan dan sebuah istana yang sangat besar berada jauh di depan mereka.

Singkatnya, mereka sekarang sudah berada di depan istana. Mereka semua keluar dari limosin hitam. Sekarang Vanili sudah tenang, tapi masih terlihat bekas menangisnya. Mereka menaiki anak tangga menuju pintu istana. Sesampainya di depan pintu, tiba-tiba pintu terbuka sendiri. Seorang wanita berambut merah muda yang sudah ditata serapih mungkin, sebuah mahkota putih menempel di kepalanya, gaun hitam panjang, dan wajahnya hampir mirip dengan Vanili. Di sebelahnya, seorang laki-laki berpakaian hitam, rambut hijau pendek, dan terlihat muda.

Vanili langsung berlari mendekati wanita itu. "Ibu," ucap Vanili. Lalu mereka berpelukan.

"Sayang, selamat datang," ucapnya dengan nada sedih. Setelah beberapa detik berpelukan, Vanili melepaskan pelukannya. "Syukurlah kau baik-baik saja, sayang."

"Ibu... Kenapa.... Ayah... kenapa bisa... Maaf aku tiba-tiba lari dari istana."

"Tidak apa-apa, sayang. Yang penting kau baik-baik saja." Ibu Vanili pun melihat ke arah Likyter dan lainnya. "Terima kasih sudah menjaga anakku dengan baik."

"A-Ah, iya, sama-sama, ratu," jawab Likyter.

"I-Ibu, Rick... perkenalkan, mereka adalah teman satu party-ku. Laki-laki itu namanya Likyter. Di sebelahnya adalah Haru. Lalu di sebelahnya lagi adalah Veronica. Di belakang Likyter adalah Tiana. Di sebelah Tiana adalah Elyna. Dan terakhir adalah Mio." Saat nama mereka dipanggil, mereka menundukkan kepala untuk memberikan hormat. "Perkenalkan, ibuku dan adikku Rick."

"Wahhh, akhirnya aku bisa bertemu dengan seorang petualang," ucap Rick. "Likyter, sudah berapa monster yang kau bunuh?"

"E-Entahlah, aku tidak menghitungnya... Kutahu, lebih dari satu monster sudah kubunuh."

"Keren..."

"Rick, sebaiknya kau temani Likyter untuk ganti baju. Sedangkan yang lainnya, biar kami temani."

Likyter pun mengikuti Rick, sedangkan perempuannya mengikuti ibu Vanili dan Vanili. Rick selalu melontarkan perntanyaan-pertanyaan hal petualang kepada Likyter dengan semangat, dan Likyter menjawabnya dengan senang hati dan sedikit ada candaan. Likyter melakukan itu mungkin bisa sedikit menghibur Rick yang baru saja kehilangan ayahnya.

***

Selesai upacara pemakaman, selanjutnya adalah pesta penyambutan kepulangan Vanili. Menurut ibu Vanili, pesta ini diadakan atas permintaan ayah Vanili. 'Adakan pesta penyambutan Vanili kalau dia pulang kemari, dan kalau dia mendapatkan teman party ikut sertakan mereka juga' itulah yang tertulis di surat wasiat.

Sekarang Likyter berada di sebuah ruangan tempat pesta itu. Di sini sudah dipenuhi oleh tamu undangan yang sudah berpakaian pesta yang terlihat mewah, meja yang penuh dengan hidangan mewah, dan grup musik yang dengan lihainya memainkan alat musik sehingga tercipta suara yang merdu. Jauh di depan Likyter ada empat singgasana, tentu itu adalah singgasan raja, ratu, pangeran, dan tuan putri.

Oh iya, sekarang Likyter sudah memakai pakaian pesta dari istana berwarna biru gelap, dan tidak menggunakan topi koboi sehingga rambutnya yang hitam sedikit keputihan harus dirapihkan. Likyter sedang menunggu keenam temannya selesai memakai gaun pesta.

"Mereka lama sekali, padahal aku sudah lapar sekali," gumam Likyter yang melihat ke arah meja panjang yang penuh dengan hidangan mewah.

"Tenang saja, hidangannya tidak akan mudah habis. Lagipula, kami masih banyak bahannya," ucap seseorang di samping Likyter.

"Bukan itu masalahnya, Rick. Tapi perutku yang sudah demo ini."

"Hahahah, kalau begitu Likyter makan saja."

"Rasanya aneh kalau tidak makan bersama mereka."

"Jadi, kalian sering makan bersama, kedengarannya menyenangkan sekali..." Tiba-tiba Rick memasang senyum jahil. "Oh iya, apakah Likyter selalu makan bersama dengan kakakku? Makan malam romantis berdua?"

"I-Itu... memang benar kami pernah makan hanya berdua saja... Tapi, tidak ada romantisnya!" Tentu saja karena seingat Likyter dia makan berdua dengan Vanili karena dia tidak punya uang.

"Jangan malu-malu, Likyter. Ceritakan saja kepadaku," goda Rick dengan wajah jahil sambil menyikut pelan lengan Likyter.

"Ka-Kami tidak pernah makan malam romantis, Rick!" Tentu saja mereka berdua spontan melihat ke belakang, asal bentakan itu. Sekarang mereka bisa melihat Vanili yang sudah mengenakan gaun pesta berwarna putih cerah, rambut merah mudanya sudah ditata rapih, dan paling bagus di mata Likyter adalah belahan dadanya.

"Kau terlihat sangat cantik sekali," komentar spontan Likyter dengan wajah yang masih terpana.

Mendapatkan komentar itu, wajah Vanili perlahan memerah. "Te-Terima kasih..." Dia menundukkan kepalanya karena malu.

Tentu melihat tingkah mereka berdua, Rick semakin menjadi memasang wajah jahilnya. "Ah, aku baru ingat. Aku ada ajakan berdansa dari anak kerajaan lain, aku tinggal, ya." Dengan cepat Rick pergi.

"Rick!" panggil Vanili, tapi Rick sudah pergi jauh.

Sekarang mereka berdua saling mempalingkan wajah dengan sedikit merona merah di pipi. "Ngo-Ngomong-ngomong, dimana yang lainnya?" tanya Likyter masih mempalingkan pandangannya.

"Me-Mereka akan sedikit lama, karena pelayan kami kesulitan mencari yang sesuai dengan ukuran mereka... terutama ukuran Elyna."

"Oh benar juga, dada Elyna kan paling besar diantara kalian."

"Kau mengatakan sesuatu?" Vanili memasang senyum menyeramkan.

"A-Aku bilang mereka kalau lama sebaiknya aku segera makan saja, perutku sudah demo."

"Likyter, tunggu." Likyter pun menghentikan langkahnya. "...Se...Se-Sebentar lagi acara dansa-nya akan dimulai... Ma-Maukah kau menjadi pasangan dansaku...?"

"Eh?"

"I-Itu pun kalau kau mau..."

"Baiklah, dengan senang hati aku terima tawaran Anda, tuan putri." Likyter mengulurkan tangannya seperti seorang pangeran yang mengajak tuan putri dansa. "Suatu kehormatan bisa berdansa dengan Anda, tuan putri."

"A-Apa yang kau katakan... A-Aku malu, tahu."

"Dari yang kutahu, beginilah cara menerima tawaran ajakan dansa di pesta."

"...Ter-Terserah..." Dengan wajah yang masih sedikit memerah, Vanili menaruh tangannya di tangan Likyter.

Likyter pun membawa Vanili menuju tempat dansa, dimana ada beberapa tamu undangan yang sudah berdansa. Kemudian Likyter menaruh kedua tangannya di pinggang Vanili, dan kedua tangan Vanili mengalungi leher Likyter. Mereka pun berdansa.

Perlahan Vanili menengadah untuk melihat wajah Likyter, tapi dia langsung menunduk lagi karena malu. "I-Ini sangat memalukan sekali..."

"Kau kan yang mengajakku berdansa."

"Be-Benar, sih... Te-Ternyata kau pandai berdansa juga."

"Ah, salah satu teman party-ku dulu pernah mengajarkanku berdansa pasangan."

Dengan cepat Vanili mengangkat kepalanya, lalu memasang tatapan tajam cemburu. Tapi, di mata Likyter itu adalah tatapan mengerikan. "Apakah teman party-mu itu adalah perempuan?"

"A-A..." Likyter mempalingkan wajahnya. "Iya..."

"Apakah semua teman party-mu dulu adalah perempuan?" Vanili masih memasang tatapan tajam cemburu.

"I-Iya..."

"Oh, pantas saja kau terlihat sudah biasa berkumpul dengan perempuan... Ternyata sudah dari dulu kau adalah pria mesum."

"Ya... mau bagaimana lagi?" Likyter melihat ke arah Vanili. Tentu saja Vanili langsung menundukkan kepalanya lagi. "Se-Sepertinya kita menjadi pusat perhatian..." Benar saja, hampir seluruh tamu di sini memperhatikan mereka, bahkan tamu yang tadi berdansa pun ikut melihat ke arah mereka.

Vanili tidak mengatakan apa-apa, karena dia sudah sangat malu sekali... walau dalam arti malu senang. Likyter juga perlahan pipinya memerah karena malu diperhatikan dan karena tiba-tiba Vanili menempelkan kepalanya ke dada Likyter sehingga dada Vanili bisa dirasakan oleh Likyter. Walau begitu, mereka tetap melanjutkan dansa mereka yang terlihat seperti dansa romantis.

Kemudian setelah beberapa saat, musik pun berhenti. Mereka berdua pun menghentikan dansa mereka, dan Vanili langsung lari menjauh begitu saja dengan kepala yang masih menunduk malu. Likyter yang melihat tingkah Vanili itu hanya bisa melihat kepergian Vanili dengan bingung.

"Liky-kun, maaf kami lama sekali." Likyter pun berbalik badan. Sekarang dia bisa melihat kelimat gadis yang sudah mengenakan gaun pesta. Yang paling menarik perhatian Likyter adalah gaun Elyna yang kelihatan ketat di bagian dadanya sehingga belahan dadanya terlihat seksi sekali.

"Likyter, apa yang kau lihat?" tanya Tiana dengan nada tajam.

"Bu-Bukan apa-apa... Hanya saja kalian terlihat sangat cantik sekali, gaunnya pun terlihat cocok dengan kalian."

Tiba-tiba lampu ruangan mati, lalu lampu menyala dan menyorot ke arah tempat singgasana. Tentu mereka semua, termasuk para tamu undangan melihat ke arah singgasana. Di sana, berdiri seorang pendeta pria tua.

"Maaf atas gangguannya, kami memiliki pengumuman. Terhubung raja kita meninggal, otomatis posisi kekuasaan kota ini kosong. Sesuai dengan wasiat dari beliau, kekuasaan kota ini akan diserahkan kepada anak pertamanya, yaitu tuan putri Vanili. Beri tepuk tangan kepada tuan putri kita Vanili." Lalu muncul Vanili berjalan ke dekat singgasana sang raja. Semua tamu undangan bertepuk tangan, kecuali Likyter dan party-nya. "Untuk acara penutup pesta ini, akan diadakan penobatan Vanili menjadi penguasa kota ini sekaligus ratu selanjutnya."

"Ehh?!" kaget Likyter.
################################
Silahkan yang mau memberikan suara lagi untuk heroine pilihannya. Sampai jumpa pagi.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro