JALAN SPESIAL CROSSOVER KEDUA (IKSAN: Blue Thunder): THUNDER

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Sebelumnya, ada perubahan di episode sebelumnya. Jadi, kalau belum tahu dan baca, silahkan dibaca lagi episode pertamanya. Biar enggak jadi aneh. Oh iya, ingat, ini cerita ecchi, jadi bijak lah membacanya apalagi sekarang bulan puasa. Sekian dan selamat membaca.

############################################################################

Pemuda itu langsung melempar pisau yang sudah diselimuti listrik biru ke salah satu beruang hitam itu. Alhasil, sebuah sengatan listrik hebat dirasakan beruang itu, bahkan sampai seluruh tubuhnya hangus. Dua sisanya, sudah ditangani oleh Likyter dengan melemparkan katana tepat mengenai dada kiri dan Vanili menembak dua peluru ke kepala.

"Hei, sudah kubilang aku bisa mengatasinya sendiri!!" kesal pemuda itu mencabut pisaunya dari tubuh beruang hitam yang sudah tergeletak hangus.

Likyter berjalan mendekati beruang yang sudah dibunuh olehnya, lalu mencabut katananya. "Sudah kubilang kalau kami berusaha menolongmu," balas Likyter dengan nada biasa, seolah tidak bersalah.

"Hahhh, terserah! Dengan begini, aku tidak perlu terlalu banyak mengeluarkan energi. Kalau begitu, selamat tinggal!"

"Tunggu!" tegur Likyter menghentikan langkah pemuda itu. "Bisa kau ceritakan tentang dunia ini kepada kami?"

Pemuda itu berbalik, lalu sebuah wajah datar namun terkesan bingung diperlihatkan olehnya. "Hah, apa maksud kalian?"

Pemuda itu terdiam sejenak setelah mendengar cerita dari Likyter, bahkan kedua mata ditutup dan kedua tangannya dilipat, terlihat dia sedang memikirkan cerita itu. Kemudian, pemuda itu melihat ke arah Likyter dengan tatapan datar.

"Cerita seperti itu... aku tidak akan percaya. Selamat tinggal."

"Woi, tunggu!" Namun pemuda itu terus berjalan, meninggalkan mereka.

"Jadi, apa yang akan kita lakukan, Likyter?" tanya Vanili.

"Sebaiknya kita cari kota terdekat."

Mereka berdua pun berjalan mencari kota terdekat. Namun, sudah berjam-jam mereka melangkahkan kaki di hutan, tapi tidak menemukan tanda-tanda sebuah kota. Jadi, mereka memutuskan untuk beristirahat sejenak di pinggir sungai yang untungnya mereka temukan. Vanili langsung meminum air sungai itu dan membasuh wajahnya. Begitu juga dengan Likyter.

"Oh iya, Vanili. Kenapa tiba-tiba kau memakai pakaian seksi begitu?" tanya Likyter sambil memperhatikan penampilan Vanili dengan tatapan serius.

"I-Ini... Ja-Jangan melihatku seperti itu! Dasar mesum!"

"Kalau kau tidak ingin dilihat begitu, kenapa memakai pakaian seperti itu? Selain itu, kau bisa masuk angin. Kalau kita masih ada di hutan sampai malam, sebaiknya kau resleting jaketmu agar tidak masuk angin."

"A-Aku tahu itu!!" Vanili langsung memalingkan wajah merahnya. "Da-Dasar bodoh..." gumamnya.

Setelah duduk beberapa menit, mereka kembali melanjutkan mencari kota, tepatnya keluar dari hutan itu. Seperti sebelumnya, walau sudah lama melangkahkan kaki mereka, tetap saja tidak ada tanda-tanda kalau mereka akan keluar dari hutan, bahkan rasanya mereka semakin masuk ke dalam hutan.

"Ahhhh, aku lelah!" kesal Vanili.

"Aku juga sama..." balas Likyter lesu. "Kita istirahat dulu saja."

Mereka berdua duduk bersandar di pohon yang besar sekali, bahkan daun-daun yang tumbuh di atasnya banyak sekali, sehingga mereka tidak terkena sinar matahari. Selain itu, udara sejuk menghembus membuat mereka semakin nyaman duduk bersandar di pohon itu.

"Vanili, setelah kita keluar dari dunia ini, aku akan membayar hutangku."

"Ke-Kenapa kau ingin sekali membayar hutang itu...?"

"Tentu saja karena sesuai janji kita waktu itu."

"Be-Begitu..."

"Hei, Vanili, kau baik-baik saja? Kau terlihat murung begitu."

Vanili menekuk berdiri kedua kakinya, lalu memeluknya. "Aku baik-baik saja..."

"Jangan bohong, kau pasti lelah karena perjalanan ini. Jadi, silahkan kau tidur, aku akan menjaga." Vanili meluruskan kakinya, lalu dengan cepat memukul lengan Likyter dengan wajah datar namun terkesan kesal. "Kenapa tiba-tiba memukulku?!"

"Bukan apa-apa," jawab datar Vanili. Lalu, dia berdiri. "Ayo, kita lanjutkan saja perjalanannya!" kesal Vanili berjalan duluan.

Mereka kembali melanjutkan perjalanan, kali ini mereka sering-sering bertemu hewan buas dan monster kecil-kecil. Berkat itu, mereka kembali kelelahan, padahal baru berjalan beberapa menit saja. Mereka kembali istirahat bersandar di pohon dan sore pun tiba.

"Sepertinya, kita akan tidur di hutan..." gumam Likyter pasrah. "Vanili, sebaiknya kau segera resleting jaketmu, di sini mulai dingin."

"Tanpa kau suruh pun, aku akan melakukannya!" Vanili menarik resleting jaketnya, penampilannya sekarang menjadi lebih tertutup.

"Aku ha-"

"Kyaaa!!"

Sontak mereka berdiri. Setelah saling bertukar pandangan, mereka berlari menuju suara itu. Sesampainya di sana, mereka melihat gadis kecil berambut coklat panjang sepundak sedang duduk bersandar di pohon, dengan wajah ketakutan yang terfokus ke depan. Di hadapan gadis kecil itu ada dua ular cukup besar sedang bergerak perlahan mendekatinya.

Likyter langsung melemparkan satu pedang kecilnya di depan kedua ular itu, untuk menghentikan pergerakan mereka dan menarik perhatian. Kedua ular itu pun melakukannya dan langsung bergerak ke arah Likyter. Salah satunya meloncat ke arah Likyter dengan mulutnya yang terbuka lebar, Likyter hanya diam di tempat. Tiba-tiba, ular yang menyerang itu jatuh bersimbah darah di kepala dengan mulut masih terbuka lebar. Lalu, satu lagi ikut meloncat dan langsung jatuh bersimbah darah juga.

"Terima kasih, Vanili." Likyter berjalan mendekati gadis itu. "Nona kecil, kau baik-baik saja?" tanya ramah Likyter sambil mengulurkan tangannya.

Walau diperlihatkan sikap ramah, gadis itu masih memasang wajah ketakutan, bahkan tubuhnya juga masih gemetar. Gadis itu menganggap Likyter sama bahayanya dengan monster atau bahkan lebih berbahaya.

"Kau malah membuatnya takut!" bentak Vanili. Lalu dia jongkok di depan gadis itu. "Tenang saja, aku tidak akan menyakitimu atau membuatmu takut. Aku datang untuk menyalamatkanmu," ucap ramah Vanili kepada gadis itu sambil memberikan senyuman hangat.

"Hei, kenapa bukan 'kami'?" protes Likyter.

"Karena kau pernah melecehkan gadis kecil sepertinya," jawab datar Vanili.

"Woi, itu malah membuatnya semakin takut dengan kita!"

Gadis itu pun langsung berlari mendekati Vanili, lalu bersembunyi di balik tubuh Vanili. "Tuh kan, dia takut kepadamu. Gadis ini pasti punya radar pemberi peringatan terhadap pedofil."

Likyter hanya bisa diam pasrah mendapatkan penghinaan terkesan menusuk sekali, bahkan Likyter memilih tertusuk ratusan pedang dibanding menerima hinaan itu.

"Namamu siapa? Kenapa kau bisa ada di hutan ini? Apa kau berpisah dengan orangtuamu?" tanya Vanili ramah.

"Na-Namaku... Yu-Yumi... a-aku terpisah dengan teman-temanku..." jawab gugup gadis itu.

"Hari mulai malam, sangat berbahaya sendirian karena bisa saja banyak monster berkeliaran. Aku akan menemani mencari teman-temanmu dan melindungimu. Masalah pria itu, tenang saja, aku akan melindungimu juga agar dia tidak berani melakukan hal macam-macam kepadamu."

Likyter kembali mendapatkan serangan batin yang sangat kuat, rasanya seperti tertimpa batu besar yang tergelinding cepat dari pegunungan.

"Te-Terima kasih..." jawab Yumi. "A-Ano... apakah kakak bisa membantu teman-temanku? Me-Mereka dalam bahaya..."

"Baiklah, kalau begitu antarkan aku kepada mereka."

"Sampai kapan kau akan mengabaikanku?!" kesal Likyter.

Vanili beserta Yumi berjalan cepat menuju tempat menurut Yumi tempat teman-temannya yang sedang dalam bahaya berada, dengan Likyter di belakang berada jarak cukup jauh sekali. Sesampainya di tempat tujuan, yaitu hutan dekat sebuah gua. Dari kejauhan mereka bisa melihat seorang laki-laki yang tidak asing beserta perempuan berpakaian ala ninja seksi dengan rambut ungu bercampur biru sedang bertarung dengan beberapa monster terlihat seperti gorilla. Tapi, kalau diperhatikan baik-baik, monster-monster itu lebih dikenal sebagai Yeti. Tubuhnya besar, berdiri dengan dua kaki panjang, begitu juga kedua tangannya cukup panjang, berbulu putih di seluruh tubuh, dan wajahnya mengerikan.

"Kenapa bisa ada Yeti di hutan seperti ini?" bingung Vanili.

"Lebih penting lagi, kenapa laki-laki itu ada di sini? Bahkan sekarang dia bersama dengan gadis ninja yang se-" Kalimat Likyter terhenti karena Vanili menempelkan pistolnya di kepalanya.

"Kau ini sudah punya Mio, masih saja terpesona dengan gadis lain!! Apa kau ingin mati?!" kesal Vanili.

"A-Aku tidak terpesona kepada gadis ninja itu..." jawab Likyter ketakutan. "Ehm, kita bantu mereka!"

Laki-laki yang sebelumnya ditemui dan pergi meninggalkan mereka begitu saja. Sekarang sedang menyerang dengan pedangnya sambil menghindari setiap serangan tinjuan Yeti di depan dan belakangnya. Walau di punggungnya penuh dengan senjata jarak dekat yang terbilang cukup berat, kelincahan menghindarnya cukup cepat. Sedangkan gadis ninja itu, melemparkan beberapa kunai dan shuriken kepada monster-monster itu. Sayangnya, serangan mereka berdua tidak membuat pengaruh besar.

Akhirnya mereka berdua memutuskan untuk saling memunggungi. "Tuan, mereka cukup kuat juga," ucap gadis ninja itu.

"Bahkan listrikku juga tidak mempan," decih kesal laki-laki itu.

"Kalau begitu, biar a-" Kalimat gadis ninja itu terhenti karena tiba-tiba seseorang datang dari atas, tepatnya orang itu meloncat mendekati mereka. "Kau siapa?"

"Kau kan, yang waktu itu," kaget datar laki-laki itu.

"Nanti saja perkenalannya, kita diam sampai mereka hampir mendekati kita. Setelah itu, kita berpencar dan menjauh sejauh mungkin."

Mereka berdua kembali memfokuskan pandangan ke monster-monster yang perlahan mendekati mereka. Mereka bertiga tidak bergerak sedikit pun, membiarkan monster-monster itu semakin mendekat. Sampai akhirnya, tiba-tiba mereka berpencar menjauh dengan cara masing-masing. Gadis ninja membawa laki-laki itu secepat angin dan Likyter meloncat dibantu dengan kedua tangan kegelapannya.

"Sekarang, Vanili!"

"RAM!!"

Dari atas monster-monster itu, muncul sebuah lingkaran biru besar. Lalu, hujan peluru biru menghujani monster-monster itu. Walau tidak terlihat monster-monster itu kesakitan, tapi serangan itu berhasil membuat tubuh mereka hancur.

"Hehh, kenapa kau tidak ambruk?"

"Kau mengejekku?"

"Tidak, bukankah biasanya setelah mengeluarkan jurus itu tubuhmu langsung lemah."

"Tentu saja aku juga bertambah kuat!"

"Lagi-lagi kalian mengganggu pekerjaanku," potong kesal datar laki-laki itu.

"Padahal kita sudah menolongmu, tapi inikah balasannya? Lagipula, kali ini kita menolongmu karena permintaan gadis kecil ini."

"Kak Iksan! Kak Sonia!" Gadis kecil itu berlari mendekati laki-laki bernama Iksan dan gadis ninja bernama Sonia. "Syukurlah kalian baik-baik saja~" senang gadis kecil itu.

"Maaf membuatmu cemas, Yumi," balas Iksan.

"Saya ucapkan terima kasih telah menolong saya dan Tuan saya," ucap Sonia sambil menundukkan badan.

"Ah, temanmu tahu caranya berterima kasih yang benar," singgung Likyter.

"Walau Anda sudah menolong saya dan Tuan saya, saya tidak suka Anda menghina Tuan saya," terang lembut Sonia dengan tatapan dingin tajam.

"A-Aku hanya bercanda... Oh iya, bisakah kalian mengantarkan kami ke kota? Kami tersesat."

Mereka pun mengantarkan Likyter dan Vanili keluar dari hutan. Selama di perjalanan, Likyter dan Vanili menanyakan tentang dunia ini. Mereka pun keluar di saat hari sudah gelap. Sekarang mereka berada di depan sebuah penginapan.

"Aku akan meminjamkan uangku, nanti kalian ganti," ucap Iksan.

"Terima kasih," balas Likyter.

Iksan pun memberi uang yang dipinjamkan, dengan mata uang Marc. "Kalau begitu, selamat malam." Mereka bertiga pun pergi.

***

Di malam yang cukup dingin, dua sosok berbeda kelamin sedang duduk di atas ranjang, tepatnya di tepi ranjang. Sang laki-laki berada di tepi kanan, sedangkan sang perempuan di tepi kiri saling memunggungi. Wajah memerah mereka ditundukkan tanda mereka dalam keadaan malu, layaknya pengantin baru yang ingin menikmati malam pertama mereka namun masih ada rasa canggung di antara mereka.

"Ke-Kenapa bisa begini?!!" teriak sang perempuan masih menundukkan kepala.

"Yah... mau bagaimana lagi...? Kita kan dikasih pinjam hanya cukup menyewa satu kamar semalam dan paket sarapan untuk pasangan suami-istri..." balas sang laki-laki. "Tidak ada pilihan lain selain mengaku sebagai suami-istri." Masih memunggungi.

"Ta-Tapi tidak perlu sampai mesra-mesra di depan resepsionis dan semua penghuni penginapan ini!" kesal Vanili masih memunggungi Likyter. "A-A-Apa lagi ta-ta-tadi... ka-ka-kau me-menggandeng ta-tanganku da-dan... me-memanggilku... Sa-SAYANG!!"

"Kita kan harus terlihat seperti sepasang suami-istri!! Lagipula, kau tidak keberatan dengan i-" Kalimat Likyter terhenti karena tiba-tiba dilempari bantal dengan keras sampai membuatnya terlempar keluar ranjang.

"DIAM, MESUM!! PRIA MENJIJIKAN!! Siapa juga ya-yang mau jadi istrimu!!" protes Vanili sudah berdiri dengan wajah yang super merah.

"Siapa juga yang mau jadi suamimu!!" balas Likyter duduk menghadap Vanili dengan wajah super merah.

"Bo-BODOHHHH!!" teriak Vanili kembali melemparkan bantal tepat mengenai wajah Likyter. "Su-Sudahlah... ki-kita tidak punya pilihan lain..."

"Akhirnya kau sadar juga..." Likyter menyimpan satu bantal di atas ranjang. "Aku akan tidur di lantai, jadi tenang saja... Huahhh..."

"Eh, tu-tunggu!"

"A-Apa...?"

"I-I-Itu... A-A..." Vanili pun membalikkan badannya, lalu duduk memunggungi di tepi ranjang. "A-A-Aku...Aku ti-tidak keberatan ti-tidur denganmu... La-Lagipula, ki-kita kan disangka suami-istri, akan aneh kalau kita tidur terpisah... Ja-Jadi, tidur saja di ranjang..."

Tidak ada jawaban dari lawan bicaranya, Vanili membalikkan badannya perlahan. Vanili tidak bisa melihat Likyter yang sedang duduk di samping ranjang, jadi dia memutuskan naik dan merangkak ke tepi kanan ranjang. Sesampainya di sana, Vanili bisa melihat Likyter sudah tertidur di lantai dan topinya terlepas disimpan di sampingnya.

"Dasar... padahal aku sudah mengizinkannya tidur di ranjang, tapi tetap memilih di lantai! Bagaimana kalau sampai masuk angin dan tubuhnya sakit?! Dasar bodoh!" gumam Vanili.

Vanili pun mengambil selimut, turun dari ranjang, berjalan memutar menuju Likyter, lalu jongkok di samping Likyter yang sudah tertidur pulas. Vanili memperhatikan baik-baik wajah tidur Likyter, terlihat sangat damai sekali. Tersadar dari lamunannya, Vanili langsung menyelimuti Likyter dengan selimut di tangan dan kembali memandang wajah tidur Likyter. Tapi, kali ini Vanili memutuskan menggerakkan kepalanya mendekati kepala Likyter.

Perlahan wajah merona merah Vanili semakin dekat dengan wajah Likyter, detak jantungnya pun semakin cepat berdetak. Bibir indah Vanili perlahan semakin dekat dengan bibir Likyter.

"Mio..." gumam tiba-tiba Likyter.

Akibatnya, Vanili menghentikan niat untuk mencium Likyter. Lalu segera menjauh darinya. Dia berjalan cepat menuju ranjang, dan membenamkan wajahnya ke bantal.

"A-Apa yang baru saja aku lakukan?!" kaget Vanili dalam hati. "Ke-Kenapa tiba-tiba a-a-aku ingin me-me-mencium Likyter?! Di-Dia kan su-sudah jadi pacar Mi-Mio... Sa-Sahabat macam apa aku ini?!!"

Vanili melepaskan wajahnya dari bantal, lalu merangkak ke tepi kanan ranjang untuk kembali melihat Likyter. Dengan posisi tengkurap, Vanili mengelus pelan rambut Likyter.

"Rambutnya cukup kasar juga..." gumam Vanili.

***

*dukk

Likyter terbangun seketika setelah menerima sesuatu yang menimpa tubuhnya. Setelah kesadarannya terkumpul seratus persen, dia bisa melihat sosok gadis berambut merah muda tertidur terlentang di atas tubuhnya. Seketika, Likyter tergagap mengetahui gadis itu adalah Vanili. Terlebih, entah kenapa jaket, stocking, dan sarung lengan yang sebelumnya dipakai Vanili sekarang tidak terpasang di tubuhnya.

"Ga-Ga-Gawat..." gumam Likyter ketakutan. "Kenapa bisa begini...?"

Likyter mencoba menyingkirkan Vanili perlahan, dengan cara mendorong tubuh Vanili ke samping perlahan sambil menggeser tubuhnya ke sisi lain. Berhasil membuat Vanili tertidur di samping tanpa membangunkannya. Sekarang, Likyter bisa melihat tubuh setengah telanjang Vanili terekspos jelas.

Tersadar dari pemandangan indah yang bisa membahayakan dirinya, Likyter hendak bangun. Tapi, sebuah pelukan di lengan kiri berhasil membuat niat Likyter terurungkan dan menumbuhkan rasa panik. Ditambah, Vanili tiba-tiba menempelkan lengan kiri Likyter di antara dua buah dada sedangnya menambah kepanikan Likyter.

Kepanikan Likyter sudah di puncak dan berada di titik kepasrahan, karena melihat kelopak mata Vanili perlahan membuka memperlihatkan iris mata hijaunya.

"Se-Selamat pagi, Vanili..." sapa Likyter berkeringat dingin ditambah senyuman kecut.

"Pa-Pa..." Wajah Vanililangsung memerah setelah sadar dengan posisinya. "...K-KYAAAAA!!!"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro