JALAN SPESIAL CROSSOVER KETIGA (Monster Tamer): PERTARUNGAN

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Cuma kasih info, silahkan yang penasaran dengan cerita masa lalu Likyter, bisa dibaca di cerita 'Adventure No Alone: Before'. Semoga kalian suka :)

###############################################################################

Di sebuah gang yang sempit, terdapat tiga pria. Dua pria berpenampilan seperti preman, sedangkan satu lagi memakai kaos berwarna abu-abu dengan celana hitam pendek. Pria berpakaian kaos sedang tergeletak melindungi diri di tanah, dan kedua preman itu menendang-nendang tubuh pria itu.

"A-A-Ampuni aku!" mohon pria yang tergeletak itu.

"Tidak, salahmu sendiri tidak memberikan kami uang!" balas salah satu.

"A-A-Aku sedang tidak ada uang..."

"Ahhh, banyak alasan saja!" Kedua preman itu kembali menendang tubuh pria itu.

"To-Tolong..." gumam pria itu kesakitan.

Sekejap mata, salah satu preman tertembak oleh bola air yang mengakibatkan terpental jauh sampai menabrak dinding dan tulangnya remuk. Temannya yang melihat kejadian itu terdiam gemetar, matanya membulat besar. Ingin rasanya dia lari ketakutan, tapi rasa takutnya berhasil membuatnya hanya terdiam gemetar saja. Tiba-tiba, keterkejutannya bertambah setelah dia merasakan lehernya dicengkram dari belakang dengan keras. Tubuhnya terangkat cukup tinggi, lalu dengan cepat terbang ke samping menabrak dinding yang membuatnya harus mendapatkan pendarahan di kepala.

Pria yang tadi ditendang-tendang, tidak merasakan tendangan itu. Perlahan matanya membuka untuk memastikan dirinya sudah dibiarkan atau mereka berdua sengaja diam tidak menendang. Saat terbuka sepenuhnya, dia bisa melihat sepasang sepatu hitam di atasnya ada celana hitam. Pria itu semakin penasaran, kemudian perlahan menggerakkan kepalanya melihat ke atas. Sesosok berbadan kekar berjas dapat dia lihat, selain itu wajahnya sedikit kurang jelas karena gelapnya di dalam gang.

"Maukah kau memiliki kekuatan?" tanya sosok itu kepada pria itu.

Pria itu tidak menjawab langsung, melainkan melihat sekitarnya karena bingung kemana kedua preman yang tadi menendangnya. Ternyata, kedua preman itu sudah terkapar bersimbah darah. "A-Apakah kau yang membunuh mereka...?" tanya pria itu.

"Maukah kau memiliki kekuatan?" ulang sosok itu mengabaikan pertanyaan pria itu. Tapi, kali ini ditambah dengan mengulurkan tangan dengan di atas telapak tangannya ada kristal biru.

Pria itu terpana melihat batu kristal bulat bersinar itu, dia mengerti maksud dari sosok itu. "Aku... Aku tidak ingin ditindas lagi!" jawab pria itu.

***

Pagi hari pun tiba, semuanya sudah bangun. Mereka sekarang sudah ada di meja makan, memakan sarapan yang sudah disediakan oleh Sofie dengan bantuan Mio dan Fiona. Suasana sarapan sangat hangat, tapi bagi Ryo sangat panas. Ryo merasa kepanasan melihat Mio menyuapi Likyter.

"Liky-kun... i-ini memalukan..." ucap Mio. "Ka-Kau bisa makan sendiri, kan...?"

"Tidak, tanganku masih lemas," jawab Likyter sedikit manja. "Lagipula, hal ini biasa dilakukan oleh sepasang kekasih..." Likyter mengucapkan itu dengan tatapan mengarah ke Ryo, bisa diartikan Likyter sengaja melakukannya untuk memanaskan Ryo.

"Hei!!" bentak Ryo. "Ini masih pagi, jangan membuat suasana panas!!"

"Ryo benar, Likyter," sambung Fiona. "Aku tahu kalian sedang dimabuk cinta, tapi harus kontrol dan tahu tempat."

"Benar, dengarkan kata kak Sofie."

"Jadi, lakukan saja hal yang panas nanti di kamar saat mereka berdua pergi sekolah dan nanti aku pergi keluar."

"Be... ITU LEBIH PARAH!!!"

"Ide yang bagus, Sofie!" Likyter mengacungkan jempol kepada Sofie, dan dibalas dengan ancungan jempol Sofie ditambah kedipan sebelah mata.

"Hah... aku tidak tahu harus merespon apa..."

Beberapa saat, sarapan mereka pun selesai. Walau tadi ada kekacauan, tapi mereka bisa bersikap biasa lagi. Ryo dan Fiona pun pergi ke sekolah, sedangkan mereka bertiga membersihkan peralatan makan.

"Li-Liky-kun, aku ingin tanya sesuatu," ucap Mio yang sedang mencuci piring, kemudian menyerahkan piring itu ke Likyter yang berdiri di sebelah.

"Apa?" jawab Likyter sambil mengelap piring yang diberikan oleh Mio.

"Kenapa Ryo-san dan Fiona-chan memakai pakaian yang sama, seperti mereka adalah sepasang kekasih. Apakah mereka pacaran?"

"Yah... kalau masalah pacaran atau tidak... jangan tanya aku. Tapi, alasan mereka memakai pakaian sama karena itu adalah seragam sekolah mereka."

"Sekolah... Oh iya, memangnya apa itu sekolah?"

Likyter terdiam sejenak, lalu melihat ke arah Mio. Likyter bisa melihat dari tatapan Mio kalau dia benar-benar tidak tahu apa itu 'sekolah'. "Memangnya kau tidak pernah sekolah?"

"A-Aku bahkan tidak tahu apa itu sekolah...? Jadi, aku tidak bisa menjawab apa pernah atau tidak." Likyter yang mendengar itu tentu saja langsung tertawa kecil. "Ke-Kenapa Liky-kun tertawa?"

"Maaf, hanya saja kau tidak perlu merasa bersalah begitu." Likyter kembali mengelap piring. "Mudahnya sekolah adalah tempat dimana orang-orang menuntut ilmu atau belajar, bersama dengan teman-teman yang memiliki berbeda sifat dan diajar oleh orang yang lebih berilmu dinamakan guru."

"Belajar... bersama teman-teman... diajar oleh orang berilmu bernama guru... Sepertinya menyenangkan."

"Kalau begitu, kita lihat saja langsung. Kita minta izin dulu kepada Sofie sekaligus tanya dimana sekolah mereka."

Setelah mereka meminta izin untuk keluar, dan menanyakan letak sekolah Ryo, mereka pun pergi. Sekarang mereka berjalan di trotoar. Anehnya suasana di sini sepi sekali, tidak ada satu orang pun kecuali mereka berdua. Jawaban mereka dapatkan setelah melihat ada sosok monster manusia kadal bersenjata pisau kecil, selain itu ada seorang pria di dekatnya. Tentu Likyter yang melihat pria itu sedang terancam langsung berlari ke arahnya. Likyter meluncurkan tendangan ke monster itu, sampai membuat tersungkur cukup jauh.

"Hei, apa yang kau lakukan?!" bentak pria itu.

Likyter yang mendapatkan hal itu langsung berbalik dengan kebingungan. "Tentu saja menyelamatkanmu, memangnya kau pikir tadi aku sedang menari balet?"

"Kau mengganggku saja!!" Pria itu kesal, lalu mencengkram kerah Likyter.

Likyter masih memasang wajah bingung, padahal respon yang dia bayangkan adalah pria itu akan berterima kasih bukannya marah-marah. "Eh, batu kristal itu..." gumam Likyter melihat ada batu kristal biru menempel di punggung tangan pria itu.

Pria itu pun melepaskan cengkramannya. "Terserah, aku akan cari monster lain saja!" Pria itu pun langsung pergi begitu saja.

Likyter benar-benar dalam keadaan bingung, bisa-bisanya orang yang dia selamatkan malah memarahinya. Tapi, kebingungannya teralihkan setelah monster kadal itu berdiri memasang kuda-kuda menyerang. Likyter pun ikut memasang kuda-kuda dengan tangan kosong. Karena senjatanya yang berada di rumah Ryo lupa dibawa.

"Pagi-pagi melakukan pemanasan memang cocok sekali," ucap Likyter.

Monster kadal itu tiba-tiba meloncat menyerang Likyter, tapi langsung dihindari dengan meloncat ke samping. Monster kadal itu mengayunkan pedang kecilnya, berhasil dihindari oleh Likyter dengan mudah. Monster kadal itu kembali mengayunkan pedang kecilnya, namun berhasil lagi dihindari oleh Likyter dengan mudah. Likyter meluncurkan serangan balasan berupa tendangan tepat ke badan monster itu, membuat monster itu terdorong beberapa langkah ke belakang. Selanjutnya, Likyter memukul bahu kiri, perut, dan terakhir meluncurkan tendangan samping ke monster itu. Monster itu tersungkur, kemudian bangkit lagi.

Monster itu kembali meloncat, tapi kali ini sedikit cepat karena sedang marah akibat pukulan Likyter. Untungnya, Likyter bisa menghindari serangan itu tepat waktu dengan meloncat ke belakang. Monster itu kembali meloncat, dan Likyter langsung mengangkat kaki kanannya ke depan cukup tinggi. Akibatnya, monster itu yang masih melayang meloncat harus terdorong ke belakang dan jatuh. Kemudian, monster itu bangkit, tapi kali ini monster itu memilih kabur dibanding mencoba menyerang Likyter lagi.

Melihat hal itu, Mio langsung berlari mendekati Likyter. "Liky-kun, kau baik-baik saja?" tanyanya.

Likyter memberikan senyuman kepada Mio. "Tenang saja, aku baik-baik saja. Oh iya, pria tadi pergi ke mana?"

"Ti-Tidak tahu, tadi aku fokus melihat pertarunganmu... Aku cemas nanti kau terluka, kau kan tidak memegang senjata..."

Likyter langsung menaruh tangannya di atas kepala Mio. "Terima kasih sudah mencemaskanku, aku sangat senang sekali," ucap Likyter. "Kalau begitu kita kembali ke rumah Ryo untuk mengambil senjataku." Mio pun menjawab dengan anggukan.

Sementara itu, di pihak lain. Ryo dan Fiona sudah melewati gerbang sekolah, bersiap memasuki gedung sekolah. Tapi, tiba-tiba di langit muncul cahaya yang menyilaukan mereka berdua dan semua yang ada di lingkungan sekolah. Setelah cahaya itu hilang, di lingkungan sekolah sudah banyak sekali monster-monster. Tentu saja semuanya langsung panik dan lari menyelamatkan diri. Beda dengan Ryo dan Fiona, mereka tetap diam.

"Entah aku harus senang atau sedih, padahal jam pelajaran belum dimulai sudah ada gangguan saja," ucap Ryo.

"Ryo, lihat itu," ucap Fiona.

Ryo pun melihat ke arah tunjukkan Fiona, yang tertuju ke arah seorang siswa berdiri tepat di depan monster manusia ikan bertombak. Bukan itu yang menarik perhatian mereka, tapi sebuah cahaya berwarna biru mengelilingi monster manusia ikan dan cahaya itu berasal dari tangan yang diangkat ke depan siswa itu.

"Ca-Cahaya apa itu?!" kaget Ryo.

"Apa mungkin dia sedang menyerang monster itu?" pendapat Fiona.

"Mungkin... Sebaiknya, kita basmi mereka semua!"

Ryo pun mengeluarkan bola api di tangannya, sedangkan Fiona berlari memukul monster-monster di depan. Ryo banyak meluncurkan bola apinya, membuat monster-monster itu gosong. Sedangkan Fiona menghajar monster-monster itu dengan kuat sekali, sampai-sampai ada yang terpental atau berakhir menemui ajal. Tiba-tiba, meluncur bola cahaya putih ke arah monster yang berada di belakang Ryo.

"Ryo!" Silvia berlari mendekati Ryo.

"Oh, Silvia."

"Dari mana monster-monster ini datang?"

"Dari cahaya yang pernah kita lihat waktu itu, sama seperti munculnya monster goblin raksasa."

"Begitu, ya... Tapi, kenapa bisa monster-monster ini semakin banyak dan berbeda jenisnya yang muncul?"

"Kurasa nanti kau akan mendapatkan jawabannya dari Likyter. Sekarang, kita harus basmi mereka semua dulu."

Mereka berdua pun kembali menyerang monster-monster itu, tanpa mereka sadari kalau siswa yang tadi mengeluarkan cahaya biru di tangan sudah tidak ada di lingkungan sekolah. Monster-monster itu dapat dikalahkan oleh mereka bertiga dengan mudah, sampai tak tersisa satu pun.

Sekarang mereka sedang berkumpul. "Oh iya, siswa yang tadi tidak ada," ucap Fiona.

"Eh, benarkah?" Ryo pun melihat sekelilingnya, hanya ada beberapa bangkai monster-monster yang dia lihat. "Sebenarnya, siapa siswa itu...?"

"Memangnya kenapa dengan siswa yang kalian maksud?" tanya Silvia.

"Tadi, siswa itu mengeluarkan cahaya berwarna biru yang diarahkan ke monster ikan," jawab Fiona. "Sepertinya dia sedang menyerang monster ikan itu dengan kekuatannya."

"Cahaya...? Apakah siswa itu seorang penyihir? Atau Tamer? Tapi, memangnya dengan cahaya bisa melukai monster apalagi monster itu bukanlah tipe element."

"Mungkin Likyter tahu sesuatu."

"Ryo!!" teriak seseorang.

Mereka bertiga pun melihat ke arah teriakkan itu, Likyter dan lainnya berlari ke arah mereka. "Oh, orangnya datang," ucap Ryo. "Likyter, ada yang ingin aku tanyakan."

Ryo pun menjelaskan tentang siswa yang mengeluarkan cahaya biru. "Apakah kau melihat ada kirstal berwarna biru di punggung tangannya?" tanya Likyter.

"Hmm... kalau tidak salah aku melihat ada benda berwarna biru menempel di punggung tangan siswa itu saat mengarahkannya ke monster manusia ikan. Apa kau lihat juga, Fiona?"

"Iya, aku juga melihat ada sesuatu berwarna biru di punggung tangan siswa itu."

"Begitu, ya... Semuanya, aku ingin mengatakan sesuatu kepada kalian."

Likyter pun menjelaskan tentang hal yang pernah diberitahukan kepada Ryo malam kemarin. Setelah mendengar itu, respon semuanya adalah diam. Mereka benar-benar tidak bisa percaya dengan yang mereka dengar dari mulut Likyter tadi.

"Kita harus segera tangkap dia!!!" bentak Sofie penuh emosi.

"Tunggu dulu, Sofie. Bahkan kita tidak tahu sekarang dia ada di mana? Lagipula, kita masih tidak tahu apa yang musuh kita rencana kan kali ini."

Sofie tiba-tiba mendekati Elni, menatap tajam ke arah Elni dengan wajahnya yang panik, dan mencengkram kedua pundak Elni. "Elni, kau kan penyihir. Cepat gunakan sihirmu untuk melacak musuh, atau gunakan untuk melindungi dunia ini!!" ucapnya panik.

"E-Eh, ta-tapi aku ti-tidak..."

"Tenangkan dirimu, kak Sofie," ucap Ryo.

"Tapi...Tapi... dunia ini... akan..."

"Kak Sofie." Ryo pun memeluk Sofie. "Tenang saja, kita pasti bisa menyelamatkan dunia kita. Lalu, kita jalani kehidupan seperti biasa."

"I-Iya..." Sofie pun membalas memeluk Ryo. "Semuanya... maaf, aku tiba-tiba panik..." Sofie pun melepaskan pelukannya. "Dan Elni... maaf tadi aku membentakmu..."

"Hmph, kalau begitu belikan aku tiga eskrim!" jawab Elni.

"Baiklah."

"Maaf, semuanya. Aku tidak memberitahukan kepada kalian sejak awal," ucap Likyter.

"Tidak apa-apa, aku tahu maksudmu baik, Likyter," jawab Sofie.

"Kalau begitu, bagaimana kalau kita kembali saja?" saran Alisa.

Mereka pun berjalan menuju gerbang sekolah, tapi ada seseorang yang menghalangi. Pria itu berpakaian biru, celana coklat pendek, berambut hitam dengan poni depan menutup sebelah matanya. Pria itu berdiri di depan gerbang, menghalangi Likyter dan lainnya untuk keluar.

"Aku tidak akan membiarkan kalian pergi," ucap pria itu.

"Oh, rasanya aku pernah melihat adegan ini... Kalau tidak salah, syarat untuk melewati gerbang adalah menjawab pertanyaan darimu, kan?" canda Likyter.

"Tidak... syaratnya adalah melawan monster kontrakku!!" Pria itu mengangkat tinggi-tinggi tangan kanannya, memperlihatkan kristal berwarna hijau yang menempel di punggung tangan.

"Ah, mirip seperti itu. Hanya saja, warnanya biru bukan hijau!" ucap Ryo.

Kristal hijau itu pun bersinar, membuat mereka harus menutup mata atau menghalangi cahaya itu dengan tangan agar tidak mengenai mata. Setelah cahaya itu menghilang, mereka melihat kembali ke arah pria itu. Sekarang pria itu tidak sendiri lagi, melainkan sudah didampingi oleh sosok monster besar berbadan batu.

"Go-Golemmmm!!?"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro