JALAN SPESIAL CROSSOVER PENYELESAIN (Monster Tamer): Siap?!

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Likyter dan Ryo memasang kuda-kuda, bersiap untuk menyerang monster di hadapan mereka. Monster itu meraung dengan keras sekali, tapi tidak membuat Ryo dan Likyter harus menutup daun telinga mereka.

Ryo mengeluarkan bola api di kedua tangannya, kemudian dilemparkan ke arah monster itu. Tiba-tiba, muncul butiran air yang perlahan salin menyatu di depan monster itu. Butiran-butiran air itu membentuk menjadi sebuah prisai cukup besar. Saat kedua bola api Ryo menyentuh prisai air itu, bola api itu padam.

"Air, ya..." gumam Likyter. "Kalau begitu akan kulawan dengan listrikku!" Likyter mengacungkan senjatanya yang sudah diubah menjadi lance ke depan. Ujung lance itu mengeluarkan listrik.

Listrik itu meluncur ke arah prisai air itu, namun prisai air itu hilang sesaat sebelum listrik dari Likyter menyentuh. Otomatis, karena prisai itu hilang, listrik dari Likyter meluncur ke arah monster itu. Tapi sayang, tidak seperti yang diharapkan oleh mereka berdua. Walau listrik tadi sudah tepat mengenai kepala monster itu, tidak ada tanda monster itu kesakitan.

"Ti-Tidak mempan?!" kaget Likyter. "Kalau begitu kupotong saja!!" Likyter dengan cepat berlari ke arah monster itu.

Saat hampir dekat dengan monster itu, Likyter meloncat sambil memutar gagang bawah senjatanya supaya mengubahnya menjadi pedang. Tepat di depan wajah monster itu, Likyter siap mengayunkan pedangnnya untuk menebas. Monster itu membuka mulutnya, gigi-gigi yang runcing-runcing berjajar dapat dilihat oleh Likyter. Namun, bukan hal itu yang mengejutkan Likyter, tapi butiran air yang mengumpul membentuk bulat kecil di dalam mulut yang terbuka itu.

Bersamaan dengan Likyter mengayunkan pedangnya, bola air di dalam mulut monster itu meluncur dengan cepat ke arah Likyter. Bola air dan pedang Likyter saling beradu, secara logika pedang Likyter bisa membelah bola air itu, tapi sayangnya logika itu tidak berfungsi. Bagaikan seperti sedang beradu dengan bola meriam, pedang Likyter kalah beradu dan bola air itu meledak membuat Likyter harus terpental cukup jauh.

"Likyter!" panggil keras Ryo sambil berlari ke tempat Likyter mendarat. "Sepertinya itu bukan bola air biasa," komentar Ryo.

Likyter bangun dengan sedikit gemetar akibat rasa sakit di punggung. "Yah... bola air itu kuat sekali, seperti bola meriam saja," balas Likyter. "Kita harus menyerangnya bersamaan. Ryo, kau tembakan bola apimu tepat ke wajahnya untuk mengalihkan perhatiannya. Aku akan menyerang tubuhnya."

"Siap!" Ryo pun mengeluarkan bola api di tangannya lagi.

Mereka berdua bersamaan berlari menuju monster itu. Melihat itu, monster itu kembali membuka mulutnya, air berkumpul membentuk bola air, dan terakhir bola air itu meluncur ke arah mereka berdua. Mereka berdua langsung berguling untuk menghindar, membiarkan bola air itu mengenai tanah. Akibatnya, tanah yang terkena bola air itu menjadi hancur cukup dalam membentuk cekungan kecil.

Setelah berguling dan memposisikan jongkok, Ryo langsung melemparkan bola api ke arah wajah monster itu. Seperti sebelumnya, tiba-tiba muncul prisai air di depan wajah monster itu. Di sisi lain, Likyter sudah berada di dekat monster itu. Likyter mengayunkan pedangnnya untuk menyayat tubuh monster itu, namun segera dicegah oleh ayunan tangan depan kiri seperti milik penyu yang cukup besar. Melihat itu, Likyter mengubah targetnya dan menebas balik tangan monster itu. Sekali lagi, Likyter harus dikejutkan akan tidak bergunanya logika. Seharusnya tangan monster itu terbelah, atau minimal mendapatkan luka sayatan. Sayangnya, tidak ada sedikit pun goresan di kulit tangan monster itu. Dan lagi-lagi saat beradu, pedang Likyter kalah dan terpental sediki beserta dengan tangan monster itu.

Likyter terdorong sedikit ke belakang, tangan kanan monster itu terayun siap menyabit Likyter dari belakangnya. Untungnya, Likyter menyadari serangan itu karena lambatnya ayunan tangan monster itu. Likyter langsung melakukan backflip dan mendarat di atas tangan monster itu. Setelah Likyter berhasil berdiri di atas tangan monster itu, dia langsung meloncat. Layaknya seperti papan loncat, kaki Likyter terpantul ke atas berkat tangan monster itu dan membuatnya loncat tinggi sekali.

Likyter bersiap menebas leher panjang monster itu, tapi sayangnya monster itu menyadari kedatangan Likyter dan mengayunkan lehernya yang panjang dari samping. Likyter tidak bisa menghindarinya, dia memutuskan untuk langsung menebas pedangnya. Dari samping, leher monster itu menghantam Likyter. Likyte terpental cukup jauh, bahkan sampai harus berguling-guling di tanah menciptakan jalur cukup panjang.

Tiba-tiba, monster itu meraung dengan keras sekali dari sebelumnya. Ternyata, itu diakibatkan monster itu mendapatkan luka sayatan cukup besar di lehernya. Tentu saja siapa lagi pelakunya kalau bukan Likyter. Melihat itu, Ryo memanfaatkan kelengahan monster itu akibat sibuk meraung ke atas seperti serigala sedang mengaung di bukit. Dengan cepat, Ryo meluncurkan kembali dua bola api yang kali ini sedikit lebih besar. Kedua bola api itu berhasil mengenai leher monster itu dan meledak. Api kecil menjalar di leher monster itu, membuat monster itu harus mengeraskan raungannya.

"Yosh, akan kuakhiri!!" Ryo menyatukan kedua tangannya, mengarahkannya ke depan.

Dari kedua tangannya, tercipta api yang besar sekali. Setelah terkumpul cukup banyak dan besar, api besar panjang meluncur ke arah monster itu. Kemenangan sudah terlihat, namun sayangnya semua itu kandas. Serangan Ryo tadi berhasil ditahan oleh prisa air, namun kali ini prisai airnya berbeda. Prisai air itu mengelilingi sekitar monster itu, seperti rumah kaca cembung besar dimana monster itu ada di dalamnya. Ditambah, ketebalanya lebih tebal dibanding prisai air sebelumnya. Prisai air yang mengelilingi monster itu, ada yang berlubang cukup besar, dimana itulah tempat serangan Ryo tadi ditahan. Bagian yang berlubang itu, perlahan menutup kembali.

Prisai air itu kembali utuh. Dari beberapa titik prisai besar itu, terkumpul buih-buih. Semakin lama buih-buih berkumpul membentuk lingkaran. Jumlah lingkaran buih-buih itu banyak sekali, bahkan bisa dibilang di setiap sekeliling prisai.

"Aku merasakan firasat buruk..." gumam Ryo.

Ternyata, firasatnya benar. Dari titik tempat berbuih itu, tertembak bola air kecil. Jumlah titik buih itu banyak sekali, sehingga tembakan bola air banyak meluncur. Melihat hal itu, Ryo langsung menciptakan prisai api. Namun, jumlah bola air itu banyak yang berdatangan menghantam prisai api Ryo, maka beberapa detik prisai api itu menghilang karena proses penguapan. Ryo pun terpaksa harus menghindari bola-bola air itu dengan berguling, meloncat, memiringkan badannya, dan cara lainnya. Walau sudah menghindar semaksimal dan secepat yang Ryo bisa, ada saja bola air yang mengenai tubuhnya.

Rasa perih, lelah, dan berdenyut dirasakan di sekujur tubuh Ryo. Begitu juga dengan monster itu, kelihatannya setelah mengeluarkan serangan tadi, monster itu kelelahan. Bukitnya, sekarang monster itu menurunkan kepalanya, dan prisai air itu menghilang. Kesempatan ini diambil oleh Ryo dengan melemparkan lagi bola api, tapi karena kondisinya lemah bola api itu tidak terlalu besar. Saat hampir sampai mengenai monster itu, sebuah prisai air terbentuk di depan monster itu. Serangan Ryo pun sia-sia.

Ryo pun langsung bertekuk lutut. "Ck... masih bisa menyadarinya..." umpat Ryo kesal. "Se-Serangan tadi... menyebar luas..." lanjut Ryo. Menyadari apa yang baru saja dia katakan, Ryo langsung melihat ke arah Likyter tadi tergeletak akibat serangan sabit leher monster itu. "Likyter!!"

Likyter tergeletak posisi tengkurap di atas tanah, namun bukan hal itu yang membuat Ryo cemas, melainkan kondisinya. Di sekitarnya, banyak sekali tanah yang hancur akibat serangan bola air datang bertubi-tubi. Selain itu, mengingat tadi Likyter sudah dalam kondisi seperti itu, tentu saja menghindar serangan bola air itu hal yang mustahil. Ryo yang menghindari dan terkena beberapa bola air saja sudah sesakit yang dirasakannya. Apalagi Likyter yang tidak menghindar sama sekali, mungkin dia sudah tewas.

Dengan sisa energy yang dimiliki Ryo, dia berjalan menghampiri Likyter. Setelah sampai di tempat Likyter, Ryo memegang pundak Likyter dan menggoyangkan tubuhnya. "Likyter..." panggil lirih Ryo. "Likyter, bangun! Likyter!! Likyter!!"

***

Di sebuah tempat dipenuhi reruntuhan, di seluruh tempat ini dihiasi oleh bukit-bukit es dan beberapa pecahan es. Beberapa monster-monster terbeku di dalam bukit-bukit es itu. Selain itu, ada serigala raksasa di antara bukit-bukit itu. Terlihat, serigala itu kelalahan, buktinya kepalanya ditundukkan dengan nafas terengah-engah mengeluarkan hawa dingin di mulutnya.

Jauh di belakang serigala raksasa itu, ada tiga gadis yang sama sedang terengah-engah kelelahan. Ketiga gadis itu tidak lain adalah Mio, Alisa, dan Fiona. Mereka kelelahan akibat pertarungan besar-besaran melawan monster-monster dari Tamer B.

"Ke-Kembalilah..." gumam Alisa. Kemudian, serigala besar itu menghilang. "Sepertinya kita menang..." lanjut Alisa.

"Iya... syukurlah..." sambung Fiona.

"Tapi... di mana Tamer B itu?" tanya Mio.

"Kurasa mereka bersembunyi di suatu tempat..." balas Alisa.

"Hahahah, maaf, perkiraanmu salah," ucap seseorang.

Mendengar hal itu, mereka bertiga dengan tatapan tajam, melihat ke arah beberapa bukit es cukup jauh di depan mereka. Dari belakang bukit es itu, keluarlah beberapa orang-orang dikenal sebagai Tamer B. Mereka bertiga langsung terkejut dibuatnya, bukan karena kedatangan para Tamer B, melainkan batu kristal di punggung tangan mereka yang masih berwarna hijau.

"Ti-Tidak mungkin, ba-bagaimana bisa...?" kaget Alisa.

"A-Apa yang dikatakan Liky-kun salah...?" sambung Mio.

"Hmm... dilihat dari tatapan dan ekpresi terkejut kalian... Sepertinya, kalian mengetahui sedikit tentang batu kristal ini," balas pria, yaitu salah satu dari mereka, Tamer B. "Memang benar, seharusnya batu kristal kami berubah menjadi biru lagi. Tapi, itu terjadi kalau monster di dalam batu kami sudah mati semua!"

"Mati semua...?"

"Kalian pasti berpikir batu kristal ini hanya bisa menampung satu monster seperti kalian para Tamer!"

"Sayangnya, batu ini lebih hebat dibanding cincin kuno kalian! Kami bisa memiliki monster lebih dari satu!!"

Dengan serempak, mereka semua mengangkat tinggi-tinggi tangan kiri. Batu kristal itu menyala terang, dan perlahan menghilang beserta muncullah monster-monster lagi. Walau monster-monster itu tergolong monster yang mudah dikalahkan, tapi jumlah mereka banyak sekali sehingga tingkat kesulitan menghadapinya tinggi. Ditambah, dengan kondisi mereka bertiga yang sudah kelelahan dengan monster-monster sebelumnya.

"Sial..." umpat Alisa kesal.

"Tamatlah riwayat kalian!!"

Monster-monster itu pun berlari menuju mereka bertiga. Mio, Fiona, dan Alisa tidak bergerak sedikit pun dan memilih menutup mata mereka, pasrah akan hal yang akan menimpa mereka. Tapi, tiba-tiba muncul angin besar mengarah ke monster-monster itu. Monster-monster itu menghentikan langkah lari mereka, dan sedikit terdorong akibat hembusan udara besar. Begitu juga dengan para Tamer B itu, mereka menutup mata mereka dengan lengan dan terdorong sedikit ke belakang.

"Wah-wah, beraninya main keroyokan. Tidak keren sekali."

Mio, Fiona, dan Alisan langsung membuka mata mereka setelah mendengar seseorang mengucapkan itu. Kemudian, mereka berbalik badan. Ternyata, seorang pria dan beberapa orang berdiri di belakang mereka. Selain itu, ada juga Sofie, Silvia, dan Elni bersama dengan orang-orang itu.

"Alan..."

"Nanti saja terima kasihnya," balas pria itu sambil berjalan ke depan, melewati mereka bertiga. "Nah, serahkan sisanya kepada kami."

Sofie pun menghampiri mereka. "Mio, Fiona, Alisa," panggil Sofie. "Sebaiknya kalian istirahat."

"Kenapa mereka bisa masuk ke field-ku?" heran Alisa.

"Tentu saja ini semua karena bocah kecil itu!"

"Hei, siapa yang kau sebut bocah?!" protes Elni.

"Siapa kalau bukan kau... Bocah kan suka sekali dengan es krim."

"A-Aku tidak suka es krim! Jadi, aku bukan bocah!"

"Oh begitu... Sayang sekali, padahal tadi aku ingin memberikan tiga es krim kepadamu karena sudah membawa kami ke dalam field Alisa."

"Aku suka! Aku suka es krim, dan aku seorang bocah!"

"Kalau begitu, ayo cepat kita mundur. Kita serahkan Tamer B kepada mereka."

Sofie beserta Fiona, Mio, dan Alisa pun pergi menjauh. Sedangkan, teman-teman pria bernama Alan itu mendekati Alan. "Nah, kita perlihatkan kepada para peniru itu akan kekuatan yang asli!!"

***

Likyter pun membangunkan tubuhnya, sambil membuka matanya. Sebuah ruangan mirip kamar tidur, itulah yang dapat dilihat oleh Likyter. Selain itu, ada seorang gadis kecil dengan iris mata putih bening.

"Syukurlah, Likyter kembali lagi~!" senang gadis itu.

"Iya... dan maaf, aku..."

"Tak apa, seharusnya kau tidak perlu meminta maaf kalau ingin meminjam kekuatanku. Kita kan sudah bersatu~"

"Terima kasih," senang Likyter sambil memasang senyuman kecil. "Oh iya, apa kau kesakitan karena serangan bola air bertubi-tubi itu?"

"Tidak. Likyter kan tidak memakai kegelapan-ku untuk melindungi tubuhmu."

"Be-Benar juga... aku lupa. Kalau begitu, syukurlah kau baik-baik saja."

"Mouuu~ Likyter, kau baik sekali~ Baiklah, kita langsung saja hadapi monster itu~!" Cahaya putih pun menyinari mereka, menandakan kesadaran Likyter kembali.

Perlahan Likyter membuka matanya, membangunkan tubuhnya. Hal pertama yang dilihat, adalah wajah terkejut Ryo yang duduk di sampingnya.

"Ke-Kenapa bisa... lu-luka memarmu menghilang...?" tanya Ryo. "Dan matamu... kenapa berubah menjadi putih bening?!"

"Ah, ini karena kekuatan dari gadis manis di dalam tubuhku," balas Likyter. "Sudah, nanti saja membahasnya. Kita harus mengalahkan monster itu dulu."

"Kau benar. Sepertinya monster itu sudah pulih kembali."

Sekarang prisai air yang mengelilinginya kembali lagi muncul melindungi monster itu. Begitu juga dengan buih-buih yang mulai berkumpul di beberapa titik perisai air. Mereka berdua pun berdiri memasang kuda-kuda, bersiap untuk menyerang lagi.

"Hati-hati, tembakan bola air akan datang bertubi-tubi," peringat Ryo.

"Oh, jadi serangan bola air tadi bisa datang bertubi-tubi karena ini... Ryo, ceritakan kepadaku tentang prisai air itu." Ryo pun menceritakannya. "Hmm... begitu, cukup merepotkan juga," balas Likyter setelah mendengar penjelasan Ryo. "Ryo, aku punya ide."

Buih-buih itu siap menembakkan lagi bola air secara bertubi-tubi. Kali ini, tembakan bola airnya lebih cepat dan lebih terfokus ke arah mereka berdua. Melihat itu, Likyter langsung mengeluarkan tangan kegelapannya. Kegelapan itu pun membentuk sebuah tembok besar di hadapan mereka, tembok kegelapan itu melindungi mereka berdua dari tembakan bola air yang datang bertubi-tubi. Selama kegelapan itu menahan serangan, Likyter menjelaskan rencananya kepada Ryo.

Bola air itu berhenti menembak, prisai air itu perlahan menghilang, dan monster itu pun perlahan menundukkan kepalanya karena kelelahan. Kegelapan yang melindungi mereka berdua perlahan menghilang, dan memperlihatkan Likyter yang sudah mengarahkan tangan kanannya ke depan dengan listrik terkumpul di telapak tangan. Dengan cepat, listrik itu tertembak ke arah wajah monster itu. Walau tidak mempan, tapi listrik itu berhasil membuat mata monster itu tertutup. Kesempatan inilah yang akan dimanfaatkan oleh mereka berdua.

"Siap?" tanya Likyter.

"Siap!!" balas Ryo.

Dari pergelangan tangan kanan Ryo membentuk bola api. Begitu juga dengan Likyter, di tangan kirinya membentuk bola kegelapan. Setelah membentuk bola api dan kegelapan cukup besar, mereka melempar ke depan, tepatnya ke arah monster itu.

"BOLA KEGELAPAN FLAME MASTERRR!!!" teriak mereka bersamaan.

Bola api milik Ryo dan bola kegelapan milik Likyter saling menyatu menjadi bola kegelapan bersinar merah lebih besar. Bola gabungan itu melesat dengan cepat menuju monster yang masih menutup mata akibat listrik dari Likyter. Kemudian, bola gabungan itu menghantam tubuh monster itu. Awalnya di bagian tubuh yang terkena bola gabungan itu menjadi terbakar, namun perlahan tercipta sebuah portal kegelapan yang mengakibatkan monster itu terhisap ke dalamnya.

Monster itu pun musnah tertelan portal kegelapan itu. Setelah itu, portal tadi menghilang juga. Bersamaan dengan itu, mereka berdua langsung ambruk di tempat. Energi mereka terkuras sangat besar sekali, terutama Ryo yang sebelumnya sudah kelelahan dan hampir habis energinya.

"Ki-Kita menang..." ucap Ryo.

"Sepertinya begitu..." balas Likyter.

"Akhirnya aku bisa santai..."

"Hei, baru saja segitu, sudah kelelahan lagi. Dasar payah."

"Padahal kau sendiri juga sama!"

"Hahaha, iya-iya."

"Eh, tumben kau tidak mengelak."

"Aku sudah lelah untuk mengelak kenyataan. Lagipula, ini sangat menyenangkan. Mengeluarkan jurus gabungan... rasanya bernostalgia..."

"Menyenangkan dari mana? Nama jurusnya saja payah, bagaimana aku bisa menerimanya?"

"Heheheh, aku memang payah memberikan nama..."

"Sudah, lupakan... Aku sudah kelelahan."

"Oh iya, Ryo. Aku ingin meminta sesuatu."

"Apa?"

***

Setelah kejadian itu, seluruh Tamer B ditangkap oleh Alan dan teman-temannya. Para Tamer B itu akan diintrogasi lebih lanjut lagi. Kondisi dunia ini membaik, tidak ada lagi monster yang terkirim. Selain itu, kejadian ini tidak dipublikasikan ke luar kota, jadi keadaan bisa membaik. Masalah tersebar atau tidak, kurasa pihak pemerintah akan mengurusnya. Selain itu, kondisi Ryo dan Likyter membaik. Bahkan Mio, Fiona, dan Alisa juga membaik setelah pertarungan besar mereka lalui.

Sekarang, Likyter berada di gedung sekolah, tepatnya di lorong kelas. Dia sedang melihat ke luar jendela, melihat indahnya dunia tanpa ada lagi kekacauan. Lalu, tiba-tiba Likyter mendengar suara langkah cepat mendekat. Likyter pun melihat ke sumber suara itu. Ternyata, Mio lah yang datang. Namun ada yang berbeda, Mio sekarang memakai seragam putih abu-abu dengan rok selutut dan memanggul tas selendang coklat.

Melihat itu, Likyter terpana. Mio sangat cocok sekali dengan seragam sekolah itu. "Ca-Cantik sekali..." komentar Likyter.

"Te-Terima kasih..." jawab Mio malu-malu. "Se-Seragam itu terlihat cocok denganmu, Liky-kun," balas Mio yang masih malu-malu.

"Te-Terima kasih..." Likyter pun sama memakai seragam sekolah putih abu-abu dengan celana yang panjang dan kantong biru di punggung. "Kalau begitu, ayo kita segera pergi ke kelas. Mereka sudah menunggu."

Mereka berdua pun berjalan menuju pintu kelas terdekat. Likyter membuka pintunya, dan mereka dapat melihat Ryo, Fiona, dan Silvia sedang duduk di bangku depan memakai seragam sekolah juga. Sedangkan Sofie, dia berdiri di dekat papan tulis memakai seragam hijau seperti guru.

"Maaf, Mio. Seharusnya jumlah siswa atau siswi-nya lebih banyak, tapi yang bisa diajak hanya mereka," ucap Likyter.

"Ti-Tidak apa-apa, bagiku ini sudah cukup. Terima kasih, Liky-kun."

"Ahh, kalian berdua. Cepatlah masuk, kita akan memulai pelajarannya!" perintah Sofie.

Mereka berdua pun langsung berjalan menuju bangku terdekat yang masih kosong. Kemudian, jam pelajaran pun dimulai. Hal ini sudah biasa dihadapi oleh Ryo, Silvia, dan Fiona. Sedangkan Likyter pernah mengalaminya, dan menganggap membosankan. Tapi, bagi Mio, inilah pengalaman yang baru dan membuatnya senang. Bukitnya, dia mengikuti pelajaran yang diajarkan oleh Sofie dengan serius dan kala-nya ada kalimat candaan keluar dari mulut Sofie saat mengajar, Mio tertawa senang.

Beberapa jam kemudian, pelajaran selesai. Sofie pun menutup acara mengajar, dan ketua kelas yaitu Likyter menyuruh semuanya memberikan salam. Setelah itu, mereka pun asik mengobrol.

Sekarang mereka semua, ditambah dengan Elni yang baru selesai memakan es krim pemberian Sofie di ruang lain, ada di halaman sekolah. Kebetulan, sekolah ini sepi, jadi tidak ada siapapun selain mereka di lingkungan sekolah. Kegiatan mengajar di sekolah diliburkan sementara, karena insiden monster yang tiba-tiba muncul.

Likyter dan Mio sudah mengganti pakaiannya dengan yang seperti biasa mereka pakai, dan tas yang sebelumnya dipakai saat proses pelajaran. Mereka berdua akan kembali lagi ke dunia mereka.

"Terima kasih sudah membelikan seragam dan tas untuk kami," ucap Mio.

"Tak apa, ini tidak seberapa dengan jasa kalian membantu menyelamatkan dunia kami," balas Sofie.

"Sepertinya... ini perpisahan," ucap Likyter.

"Hei, mungkin kita akan bertemu lagi," balas Ryo. "Terima kasih, sudah menyelamatkan dunia kami."

"Iya. Walau, sebenarnya kami hanya bisa membantu sebentar," balas Likyter sambil mengangkat tangan kanan yang sudah dikepal ke depan. "Mungkin kalian akan bertemu dengan musuh yang berambisi menguasai dunia ini atau menghancurkannya. Maka dari itu, berjuanglah menjaga dunia ini supaya bantuan kami tidak sia-sia."

"Dasar... bisa-bisanya bersikap sombong begitu, padahal salah sendiri karena tidak membunuh musuh yang mengakibatkan kekacauan di dunia kami dengan benar." Ryo pun memukul pelan kepalan tangan Likyter. "Kalian juga, jaga dunia kalian dengan baik. Dan, cepat urus musuhmu yang menyusahkan itu. Jangan sampai dia menyusahkan dunia orang lain lagi."

"Akan kuusahakan. Kalau begitu, sampai jumpa, sobat, semuanya."

"Sampai jumpa, Ryo-san, Fiona-chan, Silvia-chan, Elni-chan, dan Sofie-san... maksudku, Sofie-sensei. Oh, titipkan salamku untuk Alisa-san."

"Dah!" Mereka pun melambaikan tangan mereka, sedangkan Elni langsung mengaktifkan sihir teleportasi.

Perlahan, sosok Likyter dan Mio menghilang. Ryo pun tersenyum kecil. "Yah... aku harap pertemuan selanjutnya hal merepotkan tidak terjadi," gumam Ryo.

***

Mereka berdua sekarang berada di dekat sungai, dimana itulah tempat mereka berdiri saat terkirim ke dunia Ryo dengan Botel yang dilemparkan oleh Yagia. Mereka sudah kembali lagi ke dunia mereka.

"Mio, apa menyenangkan?" tanya Likyter.

"Iya, aku senang bisa bertemu dengan mereka dan mengetahui menyenangkannya belajar di sekolah," balas Mio senang. "Ini semua berkat Liky-kun. Terima kasih, Liky-kun." Mio pun memberikan senyuman manis.

Likyter pun mengulurkan tangannya ke arah Mio. "Sebaiknya kita segera kembali, sekarang mereka pasti sedang cemas dan mencari kita."

Mio pun menerima uluran tangan Likyter. "Baik~"

Mereka berdua berjalan kembali ke kota, dengan bergandengan tangan di bawah langit malam dihiasi oleh bintang-bintang dan cahaya bulan.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro