11. Xiu Demam

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Singgah atau tidak, sepertinya itu akan menjadi urusan pribadi saya, Tuan Daniel Lim Yang Terhormat." Liora berhasil menjawab pertanyaan Daniel dengan tanpa getaran sedikit pun dalam suaranya. "Saya pun penasaran, alasan Anda begitu tertarik dengan urusan pribadi saya. Terutama urusan ranjang saya."

Wajah Daniel membeku dalam kepucatan. Ada emosi yang melintasi kedua matanya, tetapi segera lenyap hanya dalam hitungan detik. Ia menguasai emosinya dengan sangat baik. Sedikit saja emosinya tertangkap oleh Liora, wanita itu akan berpikir bahwa dirinya telah cemburu.

Pun dengan gemuruh panas yang membakar dadanya setiap kali membayangkan kedekatan Liora dengan pria lain, terutama Samuel. Dan meski ia mengakui kecemburuan tersebut masih tersisa di dadanya untuk wanita yang pernah menjadi ibu dari anaknya tersebut, Daniel akan memastikan wanita itu tak pernah mengetahuinya.

Daniel terkekeh kecil dan memberi satu gelengan kepala untuk Liora. "Tidak ada alasan khusus. Hanya saja ... kau sama sekali tak berubah."

Liora tak tahu apa maksud kalimat Daniel. Tidak berubah dalam artian yang baik atau tidak, ia tak akan ambil pusing. Hubungan dan masa lalunya dengan Daniel telah usai. Sekarang hanyalah Liora Shanaya yang tengah bekerja pada Daniel Lim.

Suara pintu diketuk memecah pandangan keduanya yang masih saling mengunci. Liora berpaling lebih dulu dan bangkit berdiri untuk menyambut kedatangan klien istimewa mereka. Pertemuan berlangsung dengan penuh lancar dan memuaskan.

Ya, semua hasil pekerjaan yang dilakukan oleh Liora sangat memuaskan klien mereka. Akan tetapi tidak dengan Daniel Lim. Sepanjang minggu itu, Daniel benar-benar tak berhenti menyiksa Liora. Semua pekerjaan Liora tak pernah memuaskan, apalagi terlihat benar di mata Daniel. Liora tahu pria itu sengaja menyiksanya, tetapi di saat yang bersamaan pun ia tak bisa mengeluhkannya. Apalagi mengundurkan diri.

Jika ia mengundurkan diri, itu artinya ia membuka pintu masa lalu mereka dan keduanya akan menyelesaikan apa pun yang belum usai. Liora yakin apa pun cara yang akan dilakukan oleh Daniel nanti, itu jelas lebih membuatnya sengsara daripada semua yang didapatkannya kali ini.

Daniel seolah sengaja membuatnya tak tahan dan mendesak dirinya untuk mengundurkan diri dari pekerjaan tersebut sehingga mereka hanya perlu mengurus urusan pribadi. Hanya dua hubungan itu pilihan yang diberikan oleh Daniel. Masa lalu mereka kembali dibongkar atau ia menahan semua siksaan Daniel.

Seperti malam ini, setelah Daniel tak membiarkannya beristirahat dengan baik, menyuruhnya menyiapkan berkas ini dan itu yang seolah tiada henti dan benarnya di mata pria itu. Malam ini ia terpaksa lembur karena harus membantu Daniel memeriksa berkas kerjasama dengan perusahaan tetangga.

Pantatnya benar-benar serasa kebas karena terlalu banyak duduk dan padatnya pertemuan. Ketika pembicaraan Daniel dengan salah satu utusan perusahaan tetangga, Liora berpamit hendak ke toilet dengan membawa ponselnya. Sejak tadi benda itu tak berhenti bergetar dan entah kenapa perasaannya mendadak menjadi buruk

Liora menyalakan layar ponselnya dan terheran melihat 19 panggilan dari Jenna. Liora pun bergegas memanggil kembali, yang langsung diangkat oleh sang saudari kembar di deringan pertama.

"Ada apa, Jenna? Tak biasanya kau menelponku seperti teror seperti ini." Masih ada nada bercanda yang menyelimuti suara Liora.

"Jenna?!" Kelegaan mengaliri suara Jenna begitu mendengar suara sang kakak. Kemudian bercampur dengan kegelisahan yang begitu pekat ketika kembali berkata, "Dari mana saja kau, Liora?"

"Aku ada makan malam. Masalah pekerjaan. Ada apa?"

"Aku di rumah sakit."

Wajah Liora berubah serius dan terkejut. "Rumah sakit?"

"Ya, Xiu demam."

"Apa? Xiu demam?" Kali ini tak hanya terkejut, kepucatan menyiram wajah Liora dengan keras dan wanita itu terpekik.

Daniel yang tengah membaca berkas pun mengangkat kepalanya ketika menangkap pekikan Liora dari antara celah pintu yang tak sepenuhnya terbuka. Dan tentu saja ia dan lawan bicaranya bisa mendengarkan percakapan tersebut dengan jelas. Memberikan perhatian mereka pada Liora.

"Aku akan ke rumah sakit. Sekarang." Liora tak punya waktu untuk berpamit pada Daniel. Wanita itu langsung melesat pergi hanya dalam hitungan sepersekian detik sebelum benar-benar menyelesaikan kalimatnya.

Sedangkan di dalam ruangan, Daniel serta tuan Eric dan sekretarisnya tampak membeku dengan pandangan yang berpusat pada pintu.

"Sepertinya sekretaris Anda memiliki urusan yang sangat darurat." Ucapan tuan Eric mengalihkan perhatian Daniel yang dipenuhi keheranan.

Daniel mengerjap dan kembali pada tuna Eric. Ya, sepertinya sangat darurat hingga tak sempat berpamit atau meminta ijin padanya untuk pulang lebih dulu.

"Sepertinya dia sangat menyayangi anaknya. Dia tampak begitu terkejut. Saya pun akan melakukan hal yang sama ketika istri saja mengabari anak kami berada di rumah sakit. Dia ibu yang baik."

Kali ini kalimat tuan Eric berhasil menarik perhatian Daniel. Menyadari ada yang janggal dengan kekhawatiran Liora yang diberikan untuk Xiu Lim. Keponakan Liora.

Daniel tercenung cukup lama, mengulang dan menelaah kalimat tuan Eric dengan baik.

***

"Apa yang terjadi, Jenna?" sembur Liora begitu berhasil menerobos masuk ke dalam ruang perawatan Xiu dan menemukan sang adik yang sama paniknya menunggu dokter selesai memeriksa Xiu.

Liora berjalan mendekat, melihat wajah Xiu yang pucat dengan mata terpejam. Bayi mungil itu dibaringkan di ranjang pasien dengan dokter di sisi kanan dan dua perawat yang membantu memasang jarum infus di sisi kiri.

Jenna memeluk Liora, keduanya saling menenangkan meski Jenna terlihat lebih rentan dengan uraian air mata yang membasahi seluruh permukaan wajah. Liora menarik napas, menguatkan hati demi sang adik dan Xiu.

Setelah dokter selesai memeriksa, Liora dan Xiu berbicara dengan dokter di luar ruangan.

"Apakah anak saya baik-baik saja, Dok?" tanya Jenna di antara isakannya.

Dokter tersebut tampak mendesah pelan dengan keseriusan yang lebih dalam.

"Ada apa, Dok?" tanya Liora sekali lagi dengan tak sabar, nyaris membentak sang dokter. "Apa ada yang serius?"

"Saya akan melakukan tes darah dan menurunkan panasnya. Putri Anda kemungkinan mengalami gejala tifus."

Jenna dan Liora tersentak dengan keras, tak percaya dengan apa yang didengarnya.

"Saya akan memastikannya setelah hasil tes darah keluar."

Tubuh Jenna meluruh pada pelukan Liora. Yang juga berusaha menguatkan dirinya sendiri. Tangisan Jenna semakin tersedu dan Liora menggosok punggungnya dengan lembut.

"Ini karena keteledoranku, Liora. Aku tak memastikan makanan dan minumannya terjaga dengan baik." Jenna tak berhenti menyalahkan dirinya sendiri di antara isakannya yang belum berhenti. "Maafkan aku, Liora."

"Dia akan baik-baik saja. Tenanglah." Liora masih berusaha menenangkan sang adik meski ia sendiri kesulitan menetralisir kekhawatirannya sendiri. Rasanya jantungnya benar-benar melompat dari dadanya begitu Jenna memberitahunya kalau Xiu masuk rumah sakit. Dan begitu sampai di rumah sakit, jantungnya serasa diremas hingga kering.

Setelah hasil keluar setengah jam kemudian, ternyata Xiu memang mengalami gejala tifus. Jenna memastikannya mendapatkan perawatan yang terbaik dan mengurusnya semuanya sementara Liora menenangkan bayi mungil itu yang rewel ketika dipindahkan.

"Ke mana Jerome?" tanya Liora sambil bersandar di kepala ranjang dengan Xiu yang tidur dalam pelukannya. Telapak tangannya mengelus-elus pungung Xiu dan menatap sang adik yang baru saja masuk.

"Dia sedang di luar kota. Dalam perjalanan pulang begitu aku menghubunginya tentang keadaan Xiu."

Liora mengangguk.

"Kau sudah makan?"

Liora baru teringat kalau ia meninggalkan makan malamnya dengan Daniel dan tuan Eric tanpa berpamitan tanpa melewatkan makan malamnya. Pandangannya turun ke arah jam di pergelangan tangannya dan ternyata jam hampis menunjukkan jam 12 malam. Biasanya perutnya akan terasa melilit dan tak bisa tidur, tetapi karena begitu mengkhawatirkan keadaan Xiu, rasa lapar itu sama sekali tak terasa.

"Belum?"

Liora menggeleng.

"Baringkanlah, sepertinya dia sudah sedikit tenang setelah diberi obat."

"Aku ingin memeluknya."

"Kau juga harus makan, Liora. Kalau kau sakit, kita akan semakin merepotkannya."

Liora berpikir sejenak dan membenarkan kalimat Jenna. Ia pun membaringkan Xiu dengan hati-hati sedangkan Jenna menyiapkan makan malam yang bari dibawakan oleh anak buah Jerome di meja.

Saat Liora berbalik dan hendak menghampiri sofalah langkahnya membeku, napasnya tercekat menemukan sosok yang berdiri di antara celah pintu ruang perawatan Xiu yang setengah terbuka. Wajah Liora seketika memucat dan bibirnya yang bergetar hebat memanggil dalam gumaman yang lirih. "D-daniel?"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro