9. Rahasia Carissa dan Daniel

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Jerome hanya menatap dingin ke arah Daniel, kemudian melirik ke arah Jenna yang tampak memucat. Wanita itu bergerak mendekat ke arahnya, melingkarkan lengan di lengannya. Ia bisa merasakan ketakutan yang menyeruak dari wanita itu. Begitu pun dengan Liora.

Satu persatu Daniel menatap bergantian ketiga kembar dengan masing-masing kue ulang tahun dan nama yang tertulis di kue dengan bentuk yang berbeda. Axel, Alexa, dan Xiu. Daniel menatap lebih lama ke arah Xiu, dengan kernyitan yang tersamar. Mengamati wajah putri kecilnya tersebut dan Jerome bergegas menyela perhatian yang terlalu banyak tersebut.

"Sekarang bukan saat yang tepat untuk membuat keributan di rumahku, Daniel."

Pertanyaan Jerome berhasil menarik perhatian Daniel, kembali menatap sang sepupu.

"Jangan bersikap terlalu keras, sepupu. Kau sudah mendapatkan Jenna yang asli, untuk apa lagi kita perlu mengingat masa lalu yang sudah jauh tertinggal di belakang." Kalimat Daniel lebih ditujukan pada Liora ketimbang pada Jerome dan Jenna. Pria itu menatap lekat-lekat pada Liora, yang segera menundukkan wajah menghindari tatapan intensnya. Daniel hanya mendengus tipis akan reaksi tersebut. Meski menahan gemuruh lainnya akan keberadaan Samuel di tempat ini. "Baiklah, aku akan mengirim beberapa hadiah ketiga keponakan tercintaku."

Melihat kepucatan di wajah Liora, Jenna menekan ketakutannya dan maju satu langkah ke arah Daniel. "Anak-anakku tidak membutuhkannya, Daniel. Kau bisa pergi sekarang."

Daniel tersenyum, menatap penampilan Jenna dari atas ke bawah dengan saksama. "Kau terlihat lebih cantik dari terakhir kita bertemu, Jenna," pujinya secara terang-terangan dan sengaja. Membuat Jerome menggeram akan tatapan kurang ajanya pada istri pria itu. Ck, Jerome masih saja begitu posesif jika berhubungan dengan Jenna.

"Aku tahu. Dan aku tak merasa perlu berterima kasih untuk pujianmu. Kau tahu di mana pintu keluarnya?"

"Dan apa kau tahu kau terlihat berkali-kali lipat lebih cantik saat terlihat kesal seperti ini."

"Hentikan, Daniel," geram Jerome yang langsung bergerak lebih dekat ke arah Daniel. Ketegangan di seluruh tubuhnya jauh lebih siap untuk berbaku hantam dengan pria itu. Tetapi Jenna langsung menyelipkan lengan di balik ketiaknya, yang seketika menghentikan amarah di dalam dadanya.

"Itu yang diinginkannya darimu, Jerome. Merusak pesta anak-anak kita."

Jerome mengerjap. Dalam satu isyarat tangannya, ketiga pengasuh kembar langsung membawa semuanya menjauh. Dan setelah memastikan semua anaknya menghilang dari pandangannya, Jerome mendesis tajam, "Kau ingin pergi dengan kakimu sendiri atau diseret oleh pengawalku, Daniel? Aku akan memberimu pilihan hanya dalam tiga detik. Satu ...."

Daniel tertawa, menertawakan sikap Jerome dan Jenna yang terlihat berlebihan menyambut kedatangannya. Akan tetapi pria itu tetap pergi di hitungan ketiga. Urusan mereka jelas belum selesai.

***

Setelah pesta benar-benar usai dan Samuel pulang, Liora bergegas mendatangi Jerome dan Jenna yang sedang ada di ruang keluarga. Ketiga kembar sudah berada di kamar masing-masing dengan pengasuh.

"Jangan khawatir, Jenna. Dia tidak tahu apa-apa." Jerome mengelus punggung Jenna dengan lembut. Berusaha menenangkan kegelisahan Jenna yang berada dalam perlukan pria itu. "Dia kembali bukan untuk mengusik kita."

Jenna mengurai pelukannya dan mendongak menatap seluruh wajah Jerome. "Dia datang di tengah-tengah pesta ulang tahun ketiga kembar, Jerome," ucapnya dengan penuh penekanan. Seolah Jerome tidak ada di sana menyaksikan semua itu.

Jerome merangkum wajah Jenna. "Aku berjanji kita semua akan baik-baik saja. Aku kan memperketat penjagaan pada anak kita."

Jenna mengangguk dua kali dan mendapatkan kecupan singkat di bibir dari Jerome sebelum menyadari kedatangan saudari kembarnya dan menarik diri dari Jerome. "Liora? Apa kau baik-baik saja?"

Liora mengangguk singkat, membalas pelukan Jenna dan duduk di sofa.

"Tadi pagi, Jerome memberitahuku tentang pergantian CEO di perusahaanmu. Sebenarnya kami diundang di acara pesta tersebut, tapi Jerome sama sekali tak berminat bertemu Daniel."

Liora menatap Jerome dan Jenna bergantian. Lebih banyak kepada Jerome yang sama sekali tak merasa bersalah karena tidak memberitahunya lebih awal.

"Kenapa kau menatapku seperti itu, Liora?" ucap Jerome tenang sambil duduk di seberang meja.

"Jadi kalian sudah tahu tentang Daniel?"

"Jerome ..."

"Ini akan menjadi mencurigakan jika kau tahu kedatangannya."

Liora terdiam sejenak dan membenarkan kalimat sang ipar.

"Jadi ... apa yang akan kau lakukan sekarang?"

Liora berkerut kening, wajahnya berubah lebih datar saat menjawab, "Tidak ada yang akan berubah."

"Kau yakin?" Sekali lagi Jerome mendesak.

Liora mengangguk tanpa ragu. "Semua sudah selesai dan tak ada apa pun yang perlu diungkit."

Hening.

"Lagipula dia sudah memulai hidup barunya dengan mantanmu." Dengusan keras Liora lebih keras dari yang ia harapkan. Menekan pada kata mantanmu. "Dan aku juga memiliki kehidupanku. Tak ada gunanya mengaduk air yang sudah jernih."

Jenna membelalak. "Carissa?"

Liora mengangguk, tanpa melepaskan pandangannya dari Jerome yang mulai tak nyaman membicarakan tentang Carissa. Wanita itu jelas tahu kalau pria itu perlu berhati-hati.

"Kalau begitu kau juga harus memulai hidupmu, Liora. Kenapa kau tidak berkencan dan ..."

"Kau ingin aku berkencan dengan seseorang?"

Jenna mengangguk, tetapi kemudian rautnya berubah penuh penegasan. "Kecuali dengan Samuel. Kau tahu dia sudah memiliki tunangan, kan?"
Liora tertawa kecil. "Jodoh siapa yang tahu, Jenna. Lihatlah kau dan Jerome."

"Tidak!" tegas Jenna dengan suara yang lebih kuat. "Jodoh siapa yang tahu, aku tahu. Tapi jelas tidak yang besar jika itu Samuel."

"Dia sudah melamarku."

"Aku sudah membuang cincinnya. Ke toilet."

Kedua mata Liora membelalak tak percaya, seolah kepala adiknya itu tumbuh menjadi tiga dan semuanya tak mamiliki otak. Saat Jenna mengatakan akan membuangnya dari telpon, Liora tak pernah benar-benar percaya adiknya itu akan membuangnya. Apalagi ke toilet.

Satu anggukan mantap Jenna membuat seluruh tubuh Liora meluruh. "Apa kau tahu berapa harga cincin itu?"

"Aku tak perlu tahu."

"Itu seharga apartemen yang kutinggali sekarang."

Jenna tercengang, penyesalan tampak mulai melapisi kedua matanya. Ia percaya ketika Liora mengatakan cincin itu bisa digunakan untuk membeli pakaian mahal atau biaya hidup selama beberapa bulan. Tapi tak menyangka harganya akan semahal itu. Jenna pun menelan ludahnya, pun harga cincin yang dihadiahkan Jerome juga harganya banyak yang lebih mahal dari itu. Tetap saja membuang benda itu ke toilet adalah sesuatu yang menyakiti hatinya.

"Kau mengatakan membuangnya di tempat sampah, kan?"

Jenna mengangguk satu kali. Ya, ia memang membuangnya ke tempat sampah. Tetapi kemudian ia berubah pikiran dan membuangnya ke lubang toilet. "A-aku sedikit berubah pikiran."

"Kau benar-benar konyol, Jenna. Kenapa kau berubah pikirannya begitu cepat?"

"A-aku tak tahu."

Liora hanya mampu menghela napas panjang dengan merana. "Lalu bagaimana aku bisa mengembalikannya pada Samuel?"

"Kau tak bilang akan mengembalikannya pada Samuel. Padahal kalau kau tak mengembalikannya, itu artinya kau masih memberi harapan pada Samuel."

Sekali lagi Liora menghela napas sambil membuang wajahnya. "Itulah yang kumaksud. Aku hanya bercanda."

Jenna terdiam dan penuh sesal. Kemudian beralih pada Jerome yang duduk di sampingnya. Meminta pertolongan.

"Kau bisa pergi ke toko perhiasan langgananku dan meminta desainnya, Jenna."

Jenna pun mengangguk dengan senyum yang dibuat terlalu lebar. "Aku berjanji tak akan melakukan keteledoran semacam ini," ucapnya sambil menempelkan wajah di lengan Jerome dengan manja. "Kau ingin teh?"

Jerome menggeleng.

"Kau ingin kopi?"

Jerome menggeleng lagi.

"Lalu apa yang kau inginkan?"

"Entahlah. Mungkin ... aku ingin anak-anak tidua lebih awal malam ini?"

Wajah Jenna seketika tersipu malu.

Liora hanya mendengus tipis. "Ya, betapa beruntungnya kau memiliki suami yang begitu pemurah."

Jenna tahu itu, meski tetap saja perjalanan pernikahan mereka juga tak mudah.

"Nyonya?" Suara pelayan menginterupsi pembicaraan ketiganya.

"Ada apa?" tanya Jenna menark diri dari lengan Jerome.

"Axel tiba-tiba rewel, sepertinya ..."

Jenna pun bangkit sambil mengangguk mengerti. "Aku pergi dulu."

Jerome masih duduk di kursinya setelah kepergian Jenna. Menatap Liora dengan mata yang sedikit menyipit. "Kau terlihat menyesal."

Liora mengerjap. Ya, selama menjadi kekasih Jerome, pria itu adalah kekasih yang begitu pemurah dan baik hati. Hanya saja ... "Tidak. Tidak seperti yang kau pikirkan. Jika kau menikahiku, aku tak yakin kau akan memperlakukanku sama seperti yang kau lakukan pada Jenna."

Jerome tak menyangkal.

"Sejak awal aku berbohong padamu. Apa yang kudapatkan hingga detik ini adalah akibat dari apa yang kutanam. Aku tak perlu menyesali apa pun."

"Kau terdengar begitu tulus, Liora," dengus Jerome.

"Kau pun ternyata bisa merasakan sebuah ketulusan," balas Liora dengan dengusan yang sama.

Hening sejenak. Kemudian Jerome bangkit lebih dulu.

"Jerome?" panggil Liora sebelum Jerome benar-benar meninggalkan ruangan.

Jerome berhenti, menoleh ke belakang.

"Setidaknya Jenna tidak sepertiku dan Carissa."

Jerome terdiam, seolah menangkap sebuah emosi yang aneh dari dalam kalimat yang diucapkan oleh Liora. Terutama ketika wanita itu mengucapkan nama Carissa. "Kau tahu?"

Liora tak mengangguk. Ya ia tahu Carissa juga pernah menyelingkuhi Jerome dengan Daniel. "Kau tak punya alasan untuk membuang Jenna, kan?"

"Tidak. Dan aku melakukannya bukan karenamu."

Liora merasa lega untuk yang satu ini.

"Apa karena itu kau menjebloskan Daniel ke penjara dan menghilang dari hidupnya?"

Liora terdiam. Bangkit berdiri sambil mendesah panjang. "Aku tak yakin."

Jerome pun terdiam.

"Saat aku berkhianat dengan pengkhianat, kupikir kemungkinan aku dikhianati sangat besar, kan?" jawab Liora kemudian dengan seulas senyum di matanya yang sendu. 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro