PP I | All I Have

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

All I Have by Jocelinda Avelina Limiago

||

Waktu terus berjalan, dan dunia terus mengitarinya, hapus air matanya dan berhenti merasa ia yang terburuk.

||

Selamat membaca!

"Ani,ikut ibu ke taman belakang," kata Bu Rani,wajahnya masam sekali.

Entah kesialan apa lagi yang akan menimpa Ani, Anita nama lengkapnya.

Dengan segera, Anita bangkit dari duduknya dan mengekor di belakang Bu Rani, jantungnya berdetak dua kali lebih cepat.

Akhirnya, setelah menyusuri koridor demi koridor dengan tatapan penuh rasa penasaran dari seluruh pasang mata yang berada di koridor, mereka sampai.

Taman belakang sekolahnya ini sederhana, hanya beberapa jenis tanaman, tapi rasanya nyaman.

"Ani, kamu kenapa? Semakin kesini, nilaimu semakin merosot. Sebenarnya apa yang terjadi?" Bu Rani membuka percakapan.

Ani menggeleng sebagai jawabannya, berusaha meyakinkan seolah olah memang tidak terjadi apa-apa.

Tapi,sayangnya matanya memancarkan kebohongan, Bu Rani dengan segera menaikkan alisnya.

"Jangan Bohong!" tuturnya.

"Ani gak bohong, Bu." katanya sambil menatap ujung sepatu birunya.

"Ani bohong, Bu." bukan, ini bukan suara Ani, melainkan sahabat dekatnya, Myra.

Myra mulai melangkah dan berdiri tepat disamping Ani yang sedang berhadapan dengan Bu Rani . 

"Sebenarnya , Ani sedang ada masalah keluarga bu,"  kata Myra namun saat ia akan melanjutkan Ani segera memotong ucapannya dan meremas tangannya. 

"Tidak ada masalah apapun Bu, nilai saya menurun karena saya kurang fokus Bu. Maaf Bu, tapi saya harus pergi sekarang dengan Myra. Terima kasih Bu atas perhatian ibu." ucap Ani sambil menarik tangan Myra meninggalkan taman belakang sekolah. 

"Apa sih Ani kenapa gak jujur aja sama Bu Rani kaau lu ada masalah?"kata Myra saat mereka sedang berjalan menyusuri koridor sekolah.

"Trus kalau Bu Rani tau apa yang bisa dia lakuin? Bisa  dia satuin keluarga gue?  Bisa dia balikin canda tawa dalam keluarga gue?  Bisa dia bikin bokap-nyokap gue gak jadi pisah ? Gak akan bisa Myra, kalau gue yang anak kandungnya aja gak bisa Myra. Gue gagal nyatuin keluarga gue sendiri." Ucap Ani  setengah berteriak kepada Myra  sambil meneteskan air mata yang tanpa dia sadari telah turun sejak tadi membasahi pipi putih dan  chubbynya. Myra yang melihat hal itu diselimuti oleh  rasa bersalah . Ia merasa menyesal memaksa Ani untuk jujur ke Bu Rani. 

"Udah Ani , Maaf gue gak bermaksud untuk menyinggung masalah itu Ni.  Sorry." ucap Myra

"Udahlah,  gak apa-apa,  Maaf tadi gue kebawa emosi jadi bentak lu. Yaudah ,yuk ke kelas aja . " Ucap Ani sambil menghapus air matanya dan berusaha tersenyum dan melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti.

" Ani sebagai sahabat yang baik gue mau bilang mungkin lu gagal buat nyatuin orang tua lu tapi itu bukan salah lu.  Tapi ini takdir Ani.  Mungkin ini emang jalan terbaik buat mereka. Buat apa mereka tetap bersama tapi cuma untuk saling menyakiti? Lebih baik mereka ambil jalan masing-masing." Myra memberi jeda pada ucapannya saat melihat mata gadis yang tepat di sebelahnya memerah dan cairan bening yang sudah terbendung di mata besarnya siap turun kapan saja. Ia ragu untuk melanjutkan kalimatnya melihat sahabtanya dalam kondisi seperti ini, begitulah sebenarnya dalam hatinya,  tapi ini untuk kebaikan Ani, logikanya menentang. Jadi, setelah bergulat dengan seluruh logika dan hati, Myra memutuskan melanjutkan kalimatnya yang terputus.

"Dengerin gue,Ni,berhenti nangis, lu diciptain bukan untuk menyesal, terus merasa terpuruk dan lu yang paling gak berguna di dunia ini,buang semua pikiran kayak gitu Ni, Hargai hidup lu, hidup cuma sekali,dan gak semua orang punya kesempatan itu dari sekian banyak roh yang pengen jadi manusia, lu yang terpilih." Myra berhenti untuk sekedar menarik nafas. Sementara Ani yang diceramahi sudah terisak di bangku koridor.

"Waktu terus jalan Ni, lu kira dengan nangisnya lu kayak gini, waktu bakal berhenti atau bahkan berharap kalau waktu bakal terulang? Berharap andaikan bapak lu gak bangkrut?
Inget Ni, kisah cinta itu selalu berputar, cinta juga datang silih berganti, mungkin Mama lu bukan yang terbaik buat bapak lu, mungkin setelah ini lu bisa dapat Mama baru yang gak gila harta,yang bisa selalu ada buat bapak lu, dan jadi yang terbaik buat kalian."

"Udah Ni, udah, lu harusnya bersyukur karena bapak lu masih sayang sama lu dan gak gila wanita."Tangannya terulur menghapus air mata Ani.

"Yaudah,yuk kita pulang aja yuk, kita jalan-jalan nanti gue yang izin lagian jam terakhir kosong juga."

Myra menarik Ani dari duduknya tanpa menunggu persetujuan dari sang empunya tangan.

Ani memilih untuk menurut saja, lagipula ia sedang berusaha menghilangkan jejak air mata di pipinya.

Meskipun matanya masih memerah tapi setidaknya ia sudah mulai  tersenyum kembali.

Myra menyuruh Toto, teman sekelas mereka yang sedikit culun untuk membawakan tas mereka dan menaruhnya di pos dekat gerbang.
Dan tepat, saat Myra dan Ani sampai di depan gerbang, semua barang mereka ada di posko. Toto memang bisa diandalkan.

"Ayok,langsung aja."katanya.
Mereka masuk ke dalam mobil Myra, Lalu perlahan-lahan mobil berwarna pink melaju keluar dari lingkungan sekolah.

— P e k a n  P e r t a m a—

Ani sedang fokus membaca buku yang  diberikan Myra 2 minggu yang lalu saat ia pergi bersama Myra saat tiba-tiba seseorang datang dan merampas kasar buku yang sedang dipegangnya.
"Bisa sopan gak?" tanyanya, nadanya tidak bersahabat,alisnya terangkat tinggi, menunjukkan kalau ia benar benar tidak suka.

Gila, Regilara dari kelas sebelah, si pembuat onar satu sekolah, memang entah sejak kapan ia tidak suka dengan Ani, mungkin sudah sejak Ani menginjakkan kaki di sini.

"Heh,Gila, Emang ya orang tua gak pernah salah kasih nama ke anaknya, lu mau tau kelakuan lu kayak gimana ? Persis kayak nama lu, Gila." Ani bangkit dari duduknya, ia mengangkat wajah tinggi-tinggi.

Padahal biasanya di saat seperti ini akan ada Myra yang selalu membelanya, tapi mau bagaimana lagi? Myra pindah sekolah, mengikuti orang tuanya yang dapat bagian kerja ke palembang, katanya paling cepat 6 bulan. Saat itu Ani menangis kencang dan menarik-narik Myra yang memakai penutup mata karena tidak kuat meninggalkan Ani.

Jadi,sejak hari itu, Ani memutuskan mengerjakan segalanya sendiri, dia juga bisa marah, hanya saja selama ini memilih mengalah.

Gila yang merasa namanya mengalami penghinaan dengan segera mengangkat tangan, bersiap menampar pipi chubby Ani.

Tapi, belum sempat tangannya melayang dan terdamprat di pipi Ani, Ani lebih dulu melempar wajahnya dengan kotak pensil. Cutter Ani yang ada di dalam tidak sengaja terlempar keluar dan menggores pipi Gila, detik itu juga senyum Ani merekah. Ah, sungguh puas rasanya.

Genk Gila dengan segera membawa ketua genknya ke UKS, padahal Ani mengira akan dibawa ke rumah sakit Singapura.

Ani kembali duduk dan membuka kembali halaman yang belum ia selesaikan dari buku yang berjudul 'Kegagalan dan perpisahan bukan akhir dari segalanya', buku yang paling ia sayangi.

— P e k a n  P e r t a m a—

Hari demi hari terus berlalu, perusahaan ayahnya perlahan-lahan kembali bangkit.

Persetan dengan ibunya.

Tetapi semakin lama ia jadi semakin penasaran dengan tingkah Gila yang terlihat menyembunyikan sesuatu ditambah lagi pesan-pesan Myra yang semuanya bersangkutan dengan Gila dan ayahnya.

Sepertinya sesuatu sedang terjadi.
Semoga saja kali ini, ia tidak gagal menguak hal yang disembunyikan.
Semoga, kali ini saja. Biarkan ia berhasil, satu kali saja. Ani bosan terus menjadi gadis yang gagal.

Tapi, tepat hari ini, Myra memberi tahu kepadanya semua hal yang Myra ketahui. Tentu saja awalnya ia kecewa karena ternyata hal yang begitu besar dan penting baginya disembunyikan oleh Myra yang notabennya adalah sahabatnya. Tapi akhirnya, ia tidak marah karena Myra memilih jujur.

Tepat hari ini juga, hari ulang tahunnya dan Myra janji untuk pulang, kabar baiknya lagi Myra akan kembali sekolah di sini, karena ternyata proyek ayahnya selesai jauh lebih cepat dari perkiraan. Satu hal yang perlu diketahui, Ani siap melenyapkan Gila jika ia tidak mau jujur.

"Hai,Ani, udah lama?" Gila datang dengan basa basinya dan keringat dimana mana, tentunya sendirian sesuai perintah Ani.

"Kasih tau gue, apa yang sebenarnya?" Ani memilih untuk langsung ke topiknya. Tak ada untungnya berbasa basi dengan Gila.

"Gue gak ngerti lu ngomong apa." jawab Gila, tapi suaranya gemetar, anak kecil juga tahu ia sedang berbohong.

"Bohong!" Ani mulai marah, matanya memerah, ia mengeluarkan sesuatu dari tas, bukan tisu melainkan pisau lipat.

"Gak gu-"sebelum Gila berhasil menyelesaikan kata-katanya, sesuatu yang dingin menyayat tangannya dan selanjutnya ia merasa cairan membasahi tangannya.

"Jujur atau saya ukir nama saya di tangan anda?" inilah Ani yang sebenarnya, saat ia benar-benar marah gaya bicaranya akan berubah formal.

"Iya iya ma...maaf, gue gak maksud kayak gitu, pliss maafin gue dan papa gue, gue mohon sama lu Ni, iya gue akuin gue yang ciptain semua ide-ide buat papa, gua yang suruh papa fitnah perusahaan papa lu." Gila menyelesaikan kata katanya dengan terbata-bata.

Ani kembali menggoreskan pisau lipat di tangan Gila, matanya bahkan sudah memerah menahan tangis meningat kembali malam-malam dimana ayahnya berusaha mempertahankan perusahaan tetapi dibaliknya ada yang tersenyum penuh kemenangan.

"Kenapa?"suara Ani hampir tidak terdengar.

"Ni, lu harus ngertiin posisi gue juga!"bentak Gila sambil menangis menahan perih di tangannya.

"Saya tanya kenapa?" Ani balas membentak,untung saja Mereka berada di gedung bekas kebakaran, jadi tidak akan ada yang mendengar.

"Bokap, bokap gue, ini semua buat bokap gue, mama udah lama meninggal, lu sendiri juga tau, papa gue sama bokap lu sahabatan Ni, dan papa yang awalnya cuma mau kenal lebih akrab sama mama lu akhirnya, dan lama lama terpikat sama mama lu." Gila memberi jeda sebentar, menarik nafas .

"Mama lu bukan wanita yang gila harta, bokap gue bilang kalau bokap lu selingkuh buat hancurin rumah tangga mereka dan juga perusahaan bokap lu sehingga mama lu bisa minta pisah dengan alasan papa lu bangkrut. Otomatis mama lu yang sakit hati karena dia tulus mencintai bokap lu, menyetujui tanpa mikir lagi." Gila menutup kisahnya dengan membuang pandangannya ke arah lain.

Sementara Ani, ia menatap penuh kebencian kepada Gila.

"Lu gak berhak hancurin kebahagiaan kami buat bokap lu!" Ani terisak, bahkan sampai terduduk frustasi di lantai, selama ini ia selalu mengira mamanya seorang penjahat dan pengkhianat.

Pisau lipatnya terangkat dan siap menghujam Gila yang tampak pasrah, namun sebuah tangan besar menahannya, ia kenal sentuhan ini, sentuhan ayahnya.

Sementara itu, satu tangan lainnya menarik pisau yang dipegangnya, dan memeluknya dari belakang.
Tangan itu, ia kenal, bahkan rasanya sangat dekat, tangan yang selalu ia rindukan,kehangatan yang selalu ia inginkan, dan perlindungan yang selalu ia butuhkan.

"Mama..." gumamnya, ia tidak pernah berani berharap dapat balasan tapi siapa yang sangka ia mendapat jawaban, dengan segera Ani membalik badannya, mendapati wanita yang sangat ia rindukan dan ia tangisi di setiap malam berdiri di depannya.

Dengan segera Ani memeluk mamanya dengan erat,meminta maaf atas semua yang ia lakukan.

"Ma, maaf, Ani minta ma-" sebelum Ani menyelesaikan kata katanya, telunjuk mamanya lebih dulu menempel tepat di bibir mungilnya.

"Ani gak salah." sebaris kalimat yang menghangatkan seluruh tubuhnya.

"Ani,papa sama mama udah rujuk." satu kabar bahagia lagi yang entah meluncur dari mulut siapa.

Gila membuka suara "Papa saya dimana?" semua celingak celinguk mencari om Damar,papa Gila.
"Dia masuk rumah sakit. Serangan jantungnya mendadak kambuh." Myra, itu suara Myra, entah kebahagiaan apa lagi yang menimpanya, sahabat baiknya pulang.

Gila segera pergi menuju ke rumah sakit sementara mereka pulang ke rumah Ani.

— P e k a n  P e r t a m a—

"Happy birthday,Ani." semua sibuk membeei ucapan selamat kepada Ani, dan seperti biasa Myra selalu jadi yang terheboh,tapi tumben sekali hadiahnya kali ini tidak sebesar kotak kulkas, hanya selembar amplop kurus.

Ani membuka hadiah dari kedua orang tuanya. Ternyata isinya jam dan gitar seperti yang dari dulu Ani idamkan. Ah,ia sangat bahagia.

Tangannya terulur mengambil amplop pink dan membukanya perlahan.

"Paling juga voucher." tuturnya dengan santai sementara Myra sudah menahan nafas sedari tadi.

"OH MY GOD MYRA, WHAT THE F-" ia bahkan tidak sanggup menyelesaikan kalimatnya dengan segera ia melompat memeluk Myra dengan sangat erat, memciumi pipinya sampai Myra terbaring di atas sofa, ia tertawa dengan sangat bahagia,semua yang melihatnya ikut tertawa.

Tentu saja ini bukan reaksi yang berlebihan ia dihadiahi tiket konser apalagi Ani adalah seorang fangirl tingkat akut.

"Uwoohhh,ai lop yu Myra, 143."
Ah,sungguh bahagia ia.
Ani bahkan tidak bisa berhenti tertawa.

— P e k a n  P e r t a m a—

"Ani,ini buah dari kesabaran lu selama ini, sesuai yang gue bilang kalau waktu terus berjalan dan dunia terus mengitari lu, jadi berhenti terpuruk karena pada akhirnya lu gadis yang beruntung and I love you more than you know."  Myra memeluk Ani dengan erat.

Dan entah untuk keberapa kalinya Ani bersyukur atas semua yang diberikan padanya.

Ia akan selalu mengingat bahwa: 
Waktu terus berjalan, dan dunia terus mengitarinya, hapus air matanya dan berhenti merasa ia yang terburuk.

[]

Jangan lupa beri kritik dan saran, Fams~

Terima kasih.

Salam,
Idiot Watty Fams 💕

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro