Bab 11

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Aku suka bibirmu, ranum," bisik Marcello.

"Pak, nggak ada rayuan lain? Itu alay."

Terdengar gelak tawa dan dilanjut dengan desahan napas keduanya. Deswinta mengalungkan tangan pada leher Marcello, dengan bibir mereka saling mengulum mesra. Rasa panas yang menguar dari gairah mereka, menembus dinginnya ruang kantor.

"Rasanya aku nggak pernah puas menciummu."

Deswinta mendesah. "Pak, mulai ahli merayu."

"Ini bukan rayuan, tapi kenyataan."

Marcello menangkup wajah Deswinta, memperlambat ritme ciuman mereka. Ia mengusap dada dengan dahi, menggesek hidung dengan hidung, sebelum kembali melumat. Di atas mejanya bertumpuk banyak pekerjaan yang harus diselesaikan dan ia mengabaikannya. Saat ini memenuhi dahaga atas tubuh dan bibir Deswinta lebih penting. Pekerjaan bisa menunggu nanti.

Ia tidak pernah menyangka kalau gadis ini akan datang ke kantor dalam pakaian yang begitu menggoda. Kaos ketat yang pas di tubuh, serta celana pendek adalah kombinasi yang mematikan. Ia bahkan membayangkan, merebahkan gadis itu di atas sofa dan menindihnya.

"Lihat, dadamu menegang," Marcello memasukkan tangannya melalui bagiah bawah kaos Deswinta. Menyelinap ke dalam bra dan meremas dada gadis itu. "Sangat tegang."

"Itu, karena diremas. Pak Marcello, nakal sekali." Deswinta mulai terengah.

"Aku selalu nakal, apalagi sama kamu."

Marcello menaikkan kaos ke atas, membuka bra dan mengulum puting Deswinta. Kaki Deswinta membuka di atas meja, dengan Marcello berada di tengahnya. Ia melemparkan kepalanya ke belakang dan mengusap rambut Marcello. Membiarkan laki-laki itu mencumbu dadanya.

Sebenarnya, ia tidak terlalu percaya diri melakukan cumbuan dalam keadaan sekarang. Baru dari luar, dengan kulit berkeringat dan kotor. Tapi, marcello seolah tidak peduli. Terus mencumbu kulit dan bibirnya, seolah tidak akan pernah puas melakukan itu.

Marcello meneggakan tubuh, mengusap dada Deswinta yang membusung. Ia menyukainya. Dada itu tidak terlalu besar, tapi pas di tangannya. Rasanya sangat menyenangkan setiap kali merasakan bagian tubuh itu berdenyut dalam jemarinya.

Puting Deswinta yang kemerahan membuatnya sangat tergoda. Ia kembali menunduk, mengisap dengan gemas dan menyukai suara manja yang terdengar dari tenggorokan Deswinta.

"Dadamu indah."

"Ah, benarkah?"

"Aku menyukainya."

"Kamu menyukai semua yang aku punya, Pak."

"Benar, anggap aku memujamu."

Jemari Marcello beralih dari pinggang menuju paha Deswinta. Mengusap paha dengan sentuhan lembut. Ia membuka kancing celana, tidak peduli pada Deswinta yang memprotes.

"Pak, apa-apaan?"

"Hanya ingin menyentuh sedikit."

Deswinta berusaha menutupi tubuhnya, tapi Marcello meraih tangannya dan memborgolnya di atas kepala. 

**

Tersedia di Google Playbook.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro