Khalifah yang Jahat?

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Saat umi menjelaskan bahwa Khalifah Harun Ar-Rasyid adalah khalifah yang jahat. Aku benar-benar tidak habis pikir. Lalu, bagaimana hasil sejarah yang selama ini aku baca? Apa di tahun 2023 ada pemalsuan sejarah?

Dalam satu hari ini, aku sudah menemukan dua sejarah yang tidak sinkron dengan yang aku pelajari di tahun 2023. mulai dari pusat kepemimpinan yang berbeda sampai sifat Khalifah yang bertolak belakang.

Sekarang aku sudah kembali lagi ke kamar, memusingkan fakta sejarah yang aku alami dan memusingkan bagaimana caraku mencari informasi agar bisa kembali ke tahun 2023. Kendalanya adalah aku yang tidak bebas bergerak dan Zahra yang terlalu bungkam.

"Zahra!" panggilku.

"Iya, Nyonya." Dengan langkah terburu-buru Zahra langsung datang ke kamarku.

Saat Zahra tiba di kamar. Aku lupa dengan tujuan awal memanggilnya, aku lebih fokus melihat kerudung yang ia kenakan karena di atas kepalanya terdapat sampah sarang laba-laba. Aku mengangkat tangan hendak membersihkan kerudung Zahra. Namun anehnya Zahra terduduk dan langsung bersujud dan wajahnya terlihat begitu ketakutan.

"Hey, Zahra. Apa yang kamu lakukan? Aku hanya ingin membersihkan kerudungmu yang ada sarang laba-labanya."

Dia kembali berdiri dengan tergopoh-gopoh, "maaf, Nyonya. Saya pikir anda ingin memukul saya." Dia menjelaskan sambil setengah menangis.

"Memukul? Apakah aku pernah memukulmu?" Zahra bukan menjawab pertanyaanku, dia malah menangis makin menjadi. Di tengah tangisnya kata maaf tidak putus ya ucapkan.

"Tunggu dulu, duduklah!" perintahku yang dipatuhi olehnya.

"Kenapa kamu berulang kali mengatakan maaf? Padahal menurutku kamu sedang tidak melakukan kesalahan."

"Aku habis melakukan kesalahan, Nyonya. Aku lalai dalam menaati peraturan nyonya Laila, yaitu untuk tidak membawamu ke tempat kerjanya. Jelas itu adalah sebuah hal yang fatal," isaknya terdengar sesekali saat sedang menjelaskan.

"Tapi bagiku itu bukan sebuah kesalahan. Itu hanya kekeliruan karena kamu lupa dan lagi pula itu aku yang meminta."

"Sekarang jawab pertanyaanku! Aku pernah memukulmu?"

"Tidak masalah, Nyonya. Aku sering melakukan kesalahan." Dia menjawab dengan hal lain.

"Pertanyaanku bukan itu. Apakah aku pernah memukulmu? Kamu cukup jawab dengan kata 'ya' atau 'tidak', jangan jawab diluar perintah," tegasku.

"Ya, pernah." Lirih sekali jawabannya. Aku hampir tak mendengarnya.

"Apa alasanku memukulmu?"

"Karena aku melakukan kesalahan, jadi aku pantas mendapatkannya."

"Kesalahan apa yang membuatku sampai begitu marahnya?"

"Aku terlambat mengantarkan sirup kurma yang ingin Nyonya minum."

"Seberapa terlambat?"

"Harusnya aku sudah berada di depan pintu saat nyonya ingin keluar dari kamar. Begitu keluar kamar harusnya aku memberikan sirup kurma, tapi saat Nyonya keluar aku sedang ada di dapur membuat sirup kurmanya."

"Itu bukan kesalahan yang fatal. Kenapa aku bisa Semarah itu?"

"Tidak apa-apa, Nyonya. Tidak usah dipikirkan. Aku mengakui kesalahanku."

Respon dan cerita Zahra membuatku semakin merasa aneh. Apa yang sebenarnya terjadi di sini? Memang bukan aku yang secara langsung memukul Zahra. Namun saat ini aku sedang berada di tubuh milik pelaku yang memukul Zahra. Kenapa harus ada perbudakan di zaman ini? Hal ini membuatku sangat tidak nyaman.

aku juga mulai mengetahui kenapa selama ini Zahra merasa ketakutan, selalu menunduk dan patuh. Kalau begitu aku sudah tahu cara untuk menaklukkan Zahra. Aku harus meyakinkan dia kalau aku berbeda. aku harus memastikan dia benar-benar merasa aman untuk menceritakan semua hal kepadaku.

"Baik, aku minta maaf Zahra atas pemukulan yang pernah aku lakukan dulu. Aku benar-benar menyesal. Akan aku pastikan kau sekarang aman."

"I-iya, Nyonya." gugupnya.

Aku memulai strategi baru untuk mencari informasi dan cara untuk kembali. Strategi pertama adalah meyakinkan Zahra bahwa dia akan aman bercerita denganku. Kemudian aku akan mencari tahu tentang khalifah Harun Ar-Rasyid. Benarkah yang umi katakan bahwa beliau adalah khalifah yang zalim? Lalu, aku akan mencari di mana jam antik yang membawaku ke sini.

***
Misi satu

"Zahra!" panggilku.

"Iya, Nyonya."

"Sepertinya malam ini aku tidak berani tidur sendiri. Maukah kau menemaniku? Malam ini kok tidak boleh tidur di kamar para budak!" Aku berusaha berbicara dengan lembut namun tegas.

"Baik, Nyonya."

Aku harus lebih sering bertemu dengan Zahra dan memperlakukannya dengan baik agar dia percaya padaku. Karena aku lihat kamar para budak tidak dilengkapi dengan tempat tidur, para budak tidur di lantai, maka aku meminta Zahra untuk tidur bersamaku di atas tempat tidur yang nyaman. Zahra sudah tiba di kamar, dia membawa tikar yang sepertinya terbuat dari  jerami.

"Untuk apa tikar ini?" tanyaku.

"Nyonya ingin aku tidur tanpa menggunakan alas? Baik, akan saya laksanakan."

"Tidak, bukan begitu." Aduh, Zahra ini malah berpikir yang aneh-aneh. "Kau tidur di atas tempat tidurku bersamaku. Jadi kembalikan tikarmu itu ke ruang tidur budak."

"Mana mungkin aku tidur di tempat seperti itu, Nyonya. Aku tidak pantas. Mana mungkin juga aku tidur bersebelahan langsung dengan tuanku."

"Ini, Perintah!"

"Tapi, bagaimana jika nyonya Layla melihatnya? Aku bisa habis dimarahin."

"Aku yang menjamin." Akhirnya Zahra menyetujui untuk tidur di sebelahku setelah  berhasil dibujuk.
Misi pertama ini kukira akan berjalan lancar, tapi nyatanya tidak. Tengah malam umi datang ke kamarku dan terkejut melihat Zahra.

Umi berteriak, "Zahra! Kurang ajar kau!"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro