1. Safira Illyana

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Silakan dibaca. TELAH DIKONTRAK PENERBIT.
Dilarang keras! playgiat, copypaste dan sejenisnya ya. Ingat Allah maha tahu, meskipun Saya tidak tahu.
*****************************

1. Safira Illyana

"Abiii, pokoknya Illyana nggak mau dikirim ke pesantren!"

Gadis itu memberontak saat mendapat kabar yang menurutnya tak mengenakkan. Manja dan cerewet, bertubuh mungil tapi sangat lincah. Safira Illyana baru menginjak usia yang ke 18 tahun, baru saja lulus dari madrasah aliyah dengan nilai yang cukup memuaskan. Dalam angannya jelas sudah terukir pelbagai kegiatan dan cita-cita yang telah lama diidamkan. Memasuki salah satu perguruan tinggi yang cukup terkenal dan menjadi mahasiswi adalah impiannya sejak dulu. Membayangkan bisa kuliah di kampus favorit layaknya teman-temannya, bisa berganti gaya setiap harinya dan juga membayangkan peluang untuk bertemu kakak senior yang ganteng-ganteng. Ah, rasanya Illyana sudah tak sabar menjejakkan kakinya di kampus impian.

Tetapi angan tinggallah angan. Dan impian tak selamanya bisa terwujud. Illyana harus rela mengubur dalam-dalam impiannya untuk kuliah di kampus incarannya. Rupanya pak Fariz abinya sudah mempunyai rencana tersendiri untuk masa depan putri bungsunya itu. Dari kecil Illyana sudah dimasukkan ke dalam lingkup pendidikan berbasis islami. Pak Fariz dan bu Lila tak mau salah mengambil langkah untuk putra-putri mereka. Pendidikan akhlak dan aqidah itu jauh lebih penting menurut mereka ketimbang nilai akademik yang berkesan hanya sementara serta bersifat duniawi. Ajaran tauhid serta prinsip sebagai muslimah sejati harus tertanam dalam diri Illyana. Untuk itu lepas dari pendidikan madrasah, pak Fariz akan segera mengirim Illyana ke pesantren.

"Itu kuno sekali Abi! Illyana nggak bisa jauh dari ummi, illyana mau disini saja Abi." gadis itu merengek, mencoba membujuk abinya.

"Kirim aja Bi, ngga usah ditanggepin itu wajah melasnya si Liliput. Palingan juga cuma akting."

"Abaaang!!"

satu bantal sofa melayang ke arah Ilham, kakak lelaki satu-satunya dari Illyana. Dua bersaudara, selalu saja tak akur jika sudah berkumpul. Ilham si sulung suka sekali menggoda dan menjaili Illyana, si adik perempuan satu-satunya.

"Kenapa nggak mau Ly? enak lho di pesantren, di sana juga banyak kok cowo-cowo yang keren. Apalagi ustazdnya, ganteng-ganteng ya Bi." bu Lila ikut menyahuti dengan godaan saat mendengar perdebatan antara ayah dan anak itu.

"Tuh dengerin Liliput. Enak tahu tinggal di pesantren, siapa tahu nanti Lo berjodoh sama salah satu ustazd disana." Ilham rupanya masih belum bosan untuk menggoda sang adik.

"Ogah! abang saja sana yang tinggal di pesantren." Illyana memberengut. Rupanya godaan sang ummi tentang cowo serta ustazd ganteng tak cukup menarik bagi gadis itu.

"Sudah, sudah. Keputusan Abi sudah bulat. Illyana minggu depan harus pergi ke pesantren. Tidak ada bantahan lagi!" ucapan abi fariz yang lembut namun tegas, mengartikan bahwa mau tak mau Illyana harus tetap pergi ke pesantren.
Kalau sudah tegas begini, jangankan Illyana, abang dan umminya saja tak ada yang berani membantah.

"Ummiii, kenapa abi jahat sama Illyana!? Abang Ilham saja boleh kuliah, tapi Illyana malah dikirim ke pesantren. Jangan-jangan Illyana ini bukan anak kandung Abi dan Ummi ya, Illy ini anak pungut mungkin." Illyana mulai bermonolog dengan ngawurnya.

"Hush..Illy bicara apa sih Nak. Turuti apa kata Abi ya, semua juga demi kebaikan Illyana, percaya sama Ummi." bu Lila mendekap sang putri yang tengah merajuk karena kesal. Illyana memang manjanya tingkat naudzubillah, kalau ngambek pasti akan membanding-bandingkan perlakuan abi-umminya pada Ilham dan dirinya. Kalau sudah begitu pasti bu Lila yang bisa menenangkan putri bungsunya itu.
>>>

Sabtu sore seperti yang sudah direncakan keluarga Fariz akan mengantar putri mereka ke pesantren yang akan Illyana tinggali. Barang bawaan pun sudah siap masuk bagasi. Kali ini Ilham yang akan mengemudikan mobil. Meskipun sebagai kakak Ilham termasuk yang jail serta sering menggoda Illyana, tetapi dia sangat menyanyangi adik semata wayangnya itu. Ilham pun tak mau menyiakan waktu untuk turut serta mengantar sang adik tercinta. Hari-harinya pasti akan terasa sepih tanpa menjaili Illyana, nanti.

"Illy sayang, sudah siap belum Nak?"

"Sebentar lagi Ummi."

Indera penglihatan Illyana memonitor sekitarnya. Kamar kesayangan, tempat ternyamannya, sebentar lagi gadis itu harus rela meninggalkannya. Kamar luas disertai kamar mandi di dalamnya, dilengkapi dengan bed quen size, serta pendingin ruangan. Ah, rasanya berat sekali bagi Illy untuk melangkah pergi, meninggalakan semua kenyamanan yang ada.

Illyana pun sudah membayangkan suasana pesantren yang ada di sekitar perkampungan. Pasti kamarnya pun jauh dari kata nyaman. Mungkin satu kamar bisa diisi oleh tiga sampai empat orang. Belum lagi jika ingin mandi harus rela mengantri, dan juga tidak mungkin disana ada pendingin ruangan. Kata Abi Fariz letak pesantrennya memang ada di pinggir kota. Dan yang Illyana dengar, pengasuh pesantren merupakan sahabat dari almarhum Buyanya Illyana.

"Ly, buruan. Abi sama ummi sudah menunggu di mobil." suara teriakan dari luar kamar dari Ilham menyadarkan Illyana bahwa ia harus segera melangkah meninggalkan kamar ternyamannya.

"Bentar Abang, lima menit lagi." Illyana bergegas memasang kaus kakinya lebih dulu sebelum melenggang pergi, menyambut tempat baru, suasana baru, bahkan mungkin cara hidup yang baru.
___

Sepanjang perjalanan Illyana hanya banyak diam mengunci mulutnya. Tidak seperti biasanya yang selalu bicara serta banyak bercerita. Pesantren Al-Istiqomah berada di kota Gresik, Kota terdekat jaraknya dari Surabaya asal Illyana. Gresik salah satu kota dengan julukan kota santri.
Kabupaten Gresik berbatasan dengan Kota Surabaya dan Selat Madura di sebelah timurnya dan Kabupaten Lamongan di sebelah barat, serta Laut Jawa di sebelah utara. Gresik dikenal sebagai kota tempat berdirinya pabrik semen pertama dan perusahaan semen terbesar di Indonesia, yaitu Semen Gresik. Bersama dengan Sidoarjo, Gresik merupakan salah satu penyangga utama Kota Surabaya, dan termasuk dalam kawasan Gerbangkertosusila.

Butuh waktu sekitar tiga puluh menit perjalanan dari Surabaya menuju Gresik.
Bukan tanpa alasan pak Fariz memilih kota tersebut sebagai tempat untuk putrinya menimba ilmu agama. Selain karena jaraknya yang tak terlalu jauh, juga karena sebagain besar penduduk kota tersebut seorang muslim. Hampir sembilan puluh tujuh persen mayoritas adalah pemeluk agama Islam, dan sisanya terdapat Nasrani, Hindu serta Budha. Serta karena ini adalah wasiat dari almarhum ayah pak Fariz, jika nanti anak-anaknya harus ada yang dipesantrenkan di sana, karena pengaurusnya tak lain adalah sahabat almarhum ayahnya.

Mobil yang dikemudiakan Ilham memasuki gerbang sebuah bangunan. Tidak terlalu besar, namun juga tidak bisa dibilang kecil.
Tepat setelah parkir di depannya, satu persatu penumpang yang ada mulai turun. Abi Fariz disusul ummi Lila melangkah lebih dulu, lalu Ilham, namun Illyana masih enggan beranjak dari mobil.

"Ly, ayo Nak. Kita sudah sampai," seru ummi Lila dari luar.

"Iya Ummi," sahut Illyana disertai helaan napas panjang, pertanda gadis itu sedang menyiapkan hati untuk memulai awal hidup barunya.
___

"Assalamulaikum.."

"Waalaikumsalam.."

Pak Fariz mengucap salam sebelum memasuki bangunan utama yang ada di dalam pesantren. Mata Illyana sibuk memonitor sekitarnya. Jantungnya tiba-tiba berdegub, mungkin karena merasa cemas yang berlebihan.

Sesosok lelaki sepuh menjawab salam dan mempersilakan keluarga Fariz untuk masuk.

"Mari silakan masuk Fariz," ucapnya dengan senyuman berwibawa.

"Abbah sehat," tanya Fariz sambil mencium punggung tangan lelaki yang dipanggil abah itu penuh khidmat.

"Alhamdulilah sehat, jadi ternyata kamu mau menitipkan putrimu disini Fariz?"

"Inshaa Allah Bah," Fariz melirik Illyana yang hanya mematung sedari tadi. Hati kecilnya sebagai seorang ayah sebanarnya tidak tega menyaksikan putrinya lesu tak bersemangat sama sekali. Akan tetapi tanggung jawabnya sebagai seorang ayah juga tidak bisa ia abaikan. Bagaimanapun kelak ia pasti akan dimintai pertanggung jawaban di akhirat tentang apa saja yang sudah diajarkan pada putra-putrinya. Dan juga tentang pemenuhan janjinya pada almarhum ayahnya.

"Illyana, sini Nak. Ini Abbah Zaid, pemilik sekaligus pengasuh di pesantren," Fariz mengisyaratkan agar Illyana mendekat serta memberi penghormatan pada abbah Zaid. Seulas senyum simpul Illyana suguhkan ditambah dengan tangkupan tangan di depan dada saat memperkenalkan diri.

"Sudah siap tinggal di pesantren Nak?" pertanyaan abbah Zaid membuat Illyana tergagap, bingung harus menjawab apa. Jika ditanya siap atau tidak, sudah pasti jawabannya adalah 'tidak' tetapi tidak mungkin gadis itu menjawab demikian.

"Inshaa Allah siap Abbah," sahutnya pasrah.

"Baiklah, selamat datang di pesantren sederhana ini, satu hal yang harus kamu tahu Nak, di sini semua pekerjaan dikerjakan secara gotong royong, dan juga tidak ada fasilitas ataupun pengecualian. Semua santri di sini diperlakukan dengan sama rata." cukup panjang abah Zaid menjelaskan keadaan di tempat ini. Illyana sudah paham. Meskipun dirinya adalah cucu dari sahabat abbah Zaid, tapi Illyana tidak berharab akan diperlakukan istimewa. Kemarin sebelum berangkat ke sini abi-nya sudah bercerita banyak tentang pesantren ini.

"Inshaa Allah Illyana sudah siap Bah." bukan Illyana yang menjawab melainkan pak Fariz abinya.

"Yasudah, sebaiknya kamu istirahat dulu, setelah itu baru berkeliling untuk melihat-lihat." titah abbah Zaid pada Illyana.
___

"Ly, hati-hati disini ya Nak. ummi sama abi insya Alllah akan sering berkunjung."
kerongkongan Illyana terasa tercekat, bibirnya mengatup rapat serta pelupuk matanya terlihat sendu dan berair. Ingin menangis tapi sekuat hati harus ia tahan. Bagaimanapun Illyana pikir tak mau membuat orangtuanya berat serta kepikiran saat meninggalkannya.

Sedih rasanya saat mendengar kata perpisahan dari umminya. Delapan belas tahun selalu bersama, dan baru hari ini akan ia lalui tanpa sang ummi, tanpa abinya dan juga Ilham kakaknya. Ah, andai saja Illy tak sungkan pada abbah Zaid, pasti gadis itu akan menangis sekencang-kencangnya, tak ingin berpisah dari mereka.
"Iya, Liliput jangan nangis Lo. masa udah delapan belas tahun masih cengeng aja." " ingin sekali Illyana menjitak kepala si abang resek bernama Ilham itu, disaat melow begini masih saja keluar otak jailnya.

"Baik-baik disini ya Ly, satu pesan abi, jagalah selalu salatmu Nak, serta jaga juga pandanganmu, karena disini ustazdnya lumayan ganteng semua lho." godaan sang abi pada Illya sebelum beranjak meninggalkan pergi. Sengaja abi Fariz berkata begitu agar Illyana tak merasa sedih.

"Siapa tahu Illyana di sini nanti ketemu sama jodohnya ya Bi." timpal bu Lila menambahi godaan suaminya.

Pesan dan nasihat dari Ilham, ummi serta abinya pada Illyana sebelum meninggalkan gadis itu.
Diantara semua pesan, yang paling membuat Illy terkesan adalah nasihat dari abinya serta godaan sang ummi tentang jodoh. Rasanya masih terlalu jauh untuk memikirkan soal jodoh. Gadis itu jadi penasaran karena perkataan abi Fariz. Apa iya disini pengajarnya tampan alias ganteng-ganteng semua. Ah, peduli apa Illyana akan hal itu, kan hanya sekadar gurauan sang abi, kalaupun benar begitu abi Fariz sudah mewanti-wanti anak gadisnya itu agar selalu menjaga pandangan. Lagipula di pesantren ini kan tempat antara santri putri dan santri putra terpisah. Tetapi abi Fariz bilang ada beberapa ustazd yang akan mengajar di sini.

Illyana jadi sedikit bersemangat memulai harinya di sini, setidaknya dia pikir, lumayanlah kalau ketemu ustazd ganteng, seperti kata umminya, bisa buat cuci mata mengurangi rasa bosan karena belum terbiasa. Ah, dasar pikiran gadis abege memang seperti itu, apalagi yang melintas kalau bukan cowo ganteng.
___

Pintu kamar tempat Illyana tinggal dan beristirahat terbuka saat gadis itu sedikit mulai terpejam. Sesosok gadis manis, yang Illyana tebak pasti seumurannya itu menghampiri. Illyana langsung terbangun, menyambut senyuman serta uluran tangan gadis tersebut.

"Kenalin, aku Naura. Kamu pasti santri baru ya disini?" gadis itu memperkenalkan diri. Namanya Naura, dan mungkin dia itu teman sekamarnya. Tebak Illyana.

"Illyana.." sahut Illy sekilas disertai senyuman saat membalas uluran tangan Naura.

"Kamu asli dari mana Ly?"
Naura masih terus ingin berinteraksi dengan Illyana rupanya. Sedang Illyana sendiri yang memang berada di lingkungan baru, masih terlihat canggung serta malu-malu. Lagipula dia butuh menyesuaikan dengan keadaan di sini.

"Dari Surabaya Nau, kamu sendiri?"

"Aku asli orang sini Ly, tapi rumahku jauh di pelosok."

Illyana hanya mangut-mangut mendengar penjelasan Naura. Awal yang lumayan, meskipun belum mempunyai banyak teman, tapi sudah ada Naura yang kini menjadi teman pertama Safira Illyana di tempat baru ini.
#####

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro