Bab 19 { The Sweetest Lie }

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Sakura," Panggilan lembut nan hangat itu sontak membuat sang gadis musim semi menoleh.

Sunggingan senyuman bahagia kini terlukis begitu jelas pada wajahnya. Dengan mata berkaca-kaca ia pun berlari pada sosok wanita paruh baya itu dan langsung memeluknya, "Kaasan," Isaknya membuat Mebuki menganggukan kepalanya.

Dengan penuh kasih sayang ia mengecup kening juga kedua kelopak mata gadis itu, "Syukurlah kau baik-baik saja nak. Kaasan benar-benar takut saat mendengar kabar kau ikut bersama Junichi,"

"Apa yang harus anda takutkan ibu mertua. Saya pria yang baik dan tak mungkin menyakitinya," Ucap Junichi yang tiba-tiba sudah bersandar di ambang pintu.

Kecanggungan juga perasaan waspada Mebuki samar-samar bisa Sakura lihat dari sorot matanya, "Nee, aku hanya takut dia tak bisa menyesuaikan diri dan membuatmu kecewa. Karena kami berasal dari rakyat biasa, tidak sepertimu yang terlahir sebagai keluarga bangsawan," Jelasnya sembari menggenggam erat tangan Sakura lalu perlahan menggeser gadis itu ke belakang punggungnya.

"Hmmph, aku tidak perduli dengan status atau kedudukan ibu mertua," Ucapnya sembari berjalan mendekat pada mereka lalu menggenggam tangan kiri gadis itu, "Saat aku mencintai seseorang, dunia pasti akan tunduk dan tak akan berani menentangku,"

Entah kenapa perkataannya yang begitu romantis itu malah terasa mengerikan bagi sang gadis musim semi. Saat Junichi mengecup tangannya, Sakura pun buru-buru menarik dan menyembunyikan tangannya sembari berpaling, hingga membuat Junichi mengernyit, "A ... ada kaasan di sini,"

Mendengar alasannya itu emosi Junichi pun kembali turun. Ia pun menyunggingkan senyumnya karena ia merasa Sakura tengah malu saat ini, "Oh nee, aku mengerti,"

"Junichi, di dekat sini akan ada festival kembang api. Boleh kaasan membawanya?"

"Festival kembang api? Tidak boleh,"

"Kenapa? Putriku pasti jenuh terus berdiam diri di sini dan kalau kau khawatir, kau bisa ikut,"

Sakura yang merasa ibunya sudah merencanakan sesuatu pun segera mendekati pria itu dan memegang tangannya dengan erat hingga ia tersentak kaget, "Junichi, festival itu hanya ada satu tahun sekali dan aku tidak pernah melewatkannya. Aku mohon,"

"Tidak," Jawabnya dengan penuh ketegasan sembari berbalik memunggunginya.

Sang gadis musim semi yang tak ingin melepaskan kesempatan emas ini pun, segera berjinjit merangkul bahunya lalu bersandar di punggungnya, "Kau bilang akan memberi apapun di dunia ini untukku. Tapi kenapa kau tidak memberiku satu permintaan kecil ini,"

"Kalau ku bilang tidak ya tidak," Ucapnya sembari melepas tangan gadis itu.

Melihat sikapnya yang begitu keras Sakura pun medengus kesal lalu mendudukan diri di ranjang dengan keras, "Ya sudah, aku tidak akan meminta apapun atau bicara lagi denganmu," Ucapnya membuat pria itu menoleh.

"Jangan keras kepala Sakura, dunia luar tidak baik untukmu,"

"Lalu dunia mana yang lebih baik untukku, shannaro! Itachi bahkan tidak pernah melarangku dalam hal apapun," Ucapnya membuat pria itu semakin melotot dan berjalan cepat ke arahnya.

Mebuki seketika menjadi begitu panik saat Junichi mencengkram pipinya hingga gadis itu meringis, "Itachi ... Itachi dan Itachi. Apa hebatnya iblis itu hah! Hingga kau begitu memuja dan mendambanya!"

"Jun ... Sakit ... "

"Junichi lepaskan putriku, aku mohon maafkan dia," Pinta Mebuki sembari mencoba melepaskan tangan pria itu.

"Lepaskan tanganku!" Teriaknya sembari mengibaskan tangannya hingga Mebuki jatuh terduduk.

Manik amethysnya kini semakin menggelap saat melihat Sakura malah menatapnya dengan sinis. Dengan begitu cepat pria itu mencengkam lengan atas juga leher Sakura lalu menariknya ke balkoni, "Junichi!" Teriak Mebuki yang terus mencoba bangkit, mengejar mereka.

"Aku memberimu kesempatan sekali lagi untuk menjawab, apa kau ingin keluar dari sini atau tidak?" Teriaknya sembari menekan tengkuknya di railing, hingga ia hampir jatuh.

"Jun ... Uhuk!"

Buak!

Dengan sekali tendangan pada perutnya, pria itu seketika terseret mundur hingga punggungnya menabrak dinding. Manik emerald gadis itu seketika menyala tajam, gemeretak kepalan tangannya kini terdengar nyaring di sana.

"Aku benar-benar membencimu, shannaro!" Teriaknya yang langsung berlari pergi dari sana, membuat Junichi yang baru sadar dengan kesalahannya terbelalak.

Tatapannya kini mengarah pada tangannya sendiri dan tiba-tiba ia meninju dinding di sisinya dengan begitu keras hingga darahnya mulai menetes semakin deras, "Bodoh! Bodoh! Junichi kenapa kau menyakiti kekasihmu sendiri! Kau benar-benar keparat!" Teriaknya.

Mebuki yang tidak ingin berurusan dengannya pun segera menyusul putrinya ke kamar dan mengunci pintu itu rapat-rapat. Hingga tak terasa malam pun tiba-tiba, Junichi yang tidak melihat sang gadis musim semi turun untuk makan pun nampak mulai gelisah.

Dengan begitu cepat Junichi berlari ke kamarnya dan menggetuk pintunya dengan hati-hati, "Sakura, tolong maafkan aku. Aku benar-benar tidak sadar apa yang telah ku lakukan,"

Mendengar tidak ada jawaban apapun di dalam Junichi pun kembali mengetuk pintunya dengan sedikit keras, "Sakura tolong buka sebentar,"

"Percuma kau berteriak meminta maaf karena Sakura tidak akan menyukai pria yang kasar," Ucap sebuah suara yang membuat Junichi terbeliak kaget dan langsung berbalik, menatap sang sulung Uchiha yang tiba-tiba sudah ada di belakangnya.

"Kau! Kenapa kau bisa ada di sini sialan! Darimana kau mengetahui tempat ini!" Teriaknya sembari mencengkram kerah pakaian Itachi.

Dengan sekali tepis Itachi pun menyingkirkan tangan pria itu lalu merapikan lagi pakaiannya, "Aku dan Sakura telah terikat begitu dalam sejak masih begitu kecil tentu saja koneksi hati hingga jiwa kami sangat kuat. Tidak sepertimu,"

"Omae! Pergi dari kediamanku sekarang!"

"Aku tidak akan pergi tanpa Sakura," Ucapnya sembari melangkah maju yang tentu saja membuat Junichi murka dan langsung mendorong mundur Sulung Uchiha itu.

"Kau tidak punya hak lagi atas dirinya. Aku calon suaminya sekarang!"

"Aku memang tidak memiliki haknya sebagai seorang istri. Tapi aku memiki haknya sebagai ibu dari anakku!" Teriak baliknya membuat Junichi semakin panas.

"Apa kau salah minum obat atau sedang mabuk? Sakura tidak memiliki keturunan dan tidak akan pernah memilikinya!"

"Shikamaru," Panggilnya membuat pria Nara itu keluar dari salah satu pilar sembari menggedong seorang anak yang ia pinjam dari Orochimaru tadi, "Dia adalah keturunan kami yang hampir kau habisi saat menculik Sakura,"

"Ba ... Bagaimana mungkin! Jelas-jelas aku sudah menghancurkan janin itu sebelum ia lahir. Aku bahkan masih merasakan potongan tubuhnya yang hancur ada di tanganku," Ucapnya dengan gemetar sembari menatap tangannya sendiri.

Buak!

Sebuah tinjuan kencang tiba-tiba mendaraf pada pipi Junichi hingga ia terpental dan menabrak dinding dengan begitu kencang. Manik amethysnya semakin terbeliak begitu melihat Sakura lah yang meninjunya dengan tatapan yang begitu membara.

"Jadi kau yang menculik juga kau yang menghabisi putraku shannaro! Kau benar-benar seekor binatang! Tidak ... Kau lebih rendah dari itu," Teriaknya dengan gemetar.

"Sakura aku melakukan ini demi masa depan kita,"

"Masa depan apa hah! Kau ... Aku benar-benar membencimu Junichi!"

"Tangkap dia," Titah Itachi namun sang gadis musim semi tiba-tiba menghalanginya, "Penjara tidak akan berpengaruh bagi orang sepertinya. Biarkan saja dia seperti itu," Ucapnya membuat Junichi seketika mendongak, menatapnya dengan penuh amarah.

Sulung Uchiha itu perlahan menyentuh pundaknya, membuat sang gadis musim semi menoleh penuh tanya, "Jika kau sudah tahu dia putraku kenapa kau berbohong saat itu Itachi,"

"Hasilnya baru keluar Sakura. Tolong maafkan aku," Ucapnya membuat gadis itu segera menyeka air matanya lalu memeluk Itachi, "Tidak seharusnya aku yang meminta maaf karena telah bersikap kurang ajar dan meninggalkanmu begitu saja,"

Perlahan Sakura melepaskan pelukannya lalu menghampiri Shikamaru untuk menggendong anak itu, "Putraku," Isaknya sembari mengecup kening juga pipinya.

Itachi dan Shikamaru kini melempar tatap satu sama lain, seolah tengah berbicara lewat mata. Jauh di dalam lubuk hatinya ia begitu khawatir jika Sakura mengetahui fakta sebenarnya tetang siapa sebenarnya anak itu. Ia benar-benar bingung sekarang bagaimana cara mengatakan kenyataan pahit ini nantinya.

"Omae!" Teriakan Junichi membuat mereka serempak menoleh. Dengan begitu cepat pria itu berlari sembari menghunuskan katananya pada Itachi.

Saat senjat itu akan mengenainya Sakura tiba-tiba berlari ke hadapannya dan membuat katana itu menusuk dan menembus perutnya.

"Sakura ..." Gumam Junichi dengan tatapan berkaca-kaca, dengan sekali tarik ia pun mengambil pedang itu lalu menahan tubuhnya yang langsung ambruk, "Sakura bangunlah sayang,"

Shikamaru juga beberapa anbu buru-buru menahan Junichi agar Itachi bisa mengambil sang gadis musim semi yang tengah ia dekap, "Singkirkan tangan kotormu darinya!"

"Seharusnya yang menyingkir itu dirimu! Kau selalu hampir membuat nyawanya dalam bahaya, apa kau tidak sadar akan hal itu!" Teriaknya membuat manik amethys itu gemetar seolah mengingat sesuatu, "Cinta yang kau yakini selama ini sebenarnya hanya obsesi. Lebih baik kau hilangkan perasan itu sebelum kehancuranmu sepenuhnya datang,"

"Kau ... kau tidak akan bisa memisahkanku dari Sakura!" Teriaknya yang seketika membuat angin kencang tiba-tiba muncul di sekitar tubuhnya, menghempaskan mereka keluar dari rumah besar itu. Itachi pun segera menyuruh Shikamaru membawa Sakura pergi dari sana.

Kedua pria itu kini saling berhadapan satu sama lain dengan tatapan membara. Junichi yang sudah bersiap membunuh semua rekannya tiba-tiba tertahan oleh pasukan anbu yang baru tiba.

Bruak!

Sebuah pohon di belakangnya seketika terlempar ke arah Junichi yang membuat pria itu terjatuh saat menghindarinya. Sepasang mata merah yang begitu tajam itu kini membidik tepat pada Junichi dari kejauhan. Ular-ular seketika mengerubungi, mematuk dan melukainya. Siasat itu sukses membuat perhatian Junich kelabakan dan peratiannya mulai teralihkan.

"Kage-Kushibiri no jutsu!" Teriak Shikamaru yang sudah ada di dekatnya lagj dan langsung mencengkram bayangan pria paruh baya itu.

Dalam sekejap mata sang bungsu Uchiha berteleportasi ke belakang Junichi dan menekuk tangannya, "Kau tidak bisa lagi menyentuh Sakura. Rakun sialan, Amaterasu!" Teriaknya sembari dengan cepat mundur saat lingkaran api hitam mengelilingi Junichi.

Beberapa anbu berpakaian serba ungu seketika turun mencoba menyerang mereka akan tetapi semuanya langsung di linbas oleh gulungan ombak pasir yang baru saja di tepuk oleh sang kazekage.

"Ularmu itu tidak suka daging bakar, Sasuke. Bagaimana jika ku bantu remukan dengan pasirku," ucapnya membuat Sasuke terkekeh.

"Ularku memang tidak suka daging gosong akan tetapi mereka lebih tidak suka memakan daging yang di taburi pasir," balasnya membuat Gaara tersenyum tipis.

"Shikamaru, kau boleh melepasnya. Ia sudah tak bisa melawan," sambungnya membuat pria Nara itu mengangguk.

Ia seketika menyeka darah yang keluar dari matanya dan memaksakan diri berjalan menghampiri Junichi yang tengah mengerang kepanasan. Tanpa rasa sakit atau panas ia berjalan masuk ke dalam lingkaran dan mengangkat kepala Junchi dengan menjambaknya.

Sebuah tinjuan dari sulung Uchiha itu seketika membuatnya terlempar cukup jauh dan api hitam itu semakin mengurungnya, "Sebagai hukuman atas perbuatanmu ini aku akan membakar habis mayat istri kesayangamu yang kau awetkan," ucapnya sembari dengan keras menginjak dada pria itu hingga muntah darah.

"Ba .... Bagaimana kau bisa tahu?" Cicitnya yang kini mulai terlihat panik.

"Aku yang menemukannya," ucap Asuma yang baru saja tiba dengan napas terengah-engah karena sudah tidak terlalu kuat berlari jauh, "Klan Isamu masih satu kerabat dekat dengan Klan Sarutobi. Apalagi sekretarismu itu mantan kekasihku yang masih mencintaiku," ucapnya membuat Junichi kini gemetar ketakutan.

"Sa .... Sasuke maafkan aku. Jangan bakar mayat mendiang istriku, aku sangat mencintainya,"

"Kau bilang mencintai Sakura kini kau bilang mencintai mendiang istrimu. Sebenarnya siapa yang kau inginkan hah!"

Krek ...

Kaki Sasuke kini menginjak leher Junichi hingga pria itu semakin sesak, "Kau telah mencoba menghabisi kakak iparku maka dari itu tidak ada pengampunan untukmu,"

Sasuke dengan cepat berjalan keluar dari lingkaran itu dan menekan api hitamnya.

"Sasuke, aku telah banyak membantumu. Seharusnya kau sekdikit memberitahu bagaimana caranya aku bebas dari sini!" Teriaknya membuat bungsu Uchiha itu terhenti.

"Dosamu telah banyak rakun sialan. Jika kau tidak mencelakai orang yang ku sayang dan wilayahku, aku mungkin bisa mengampunimu. Tapi tindakanmu sudah di luar batas kemanusiaan, maka nikmatilah karma atas dosamu itu," ucap Itachi sembari menjentikan jarinya, membuat api hitam itu tiba-tiba bergerak melingkupi dan membakar Junichi, "Kau akan mati di hari ketujuh jadi nikmatilah hadiah dariku," ucapnya membuat makian terdengar lantang di sana.

"Kau tidak akan pernah bisa menghabisiku. Lihat saja aku akan merebut kembali apa yang seharusnya menjadi milikku!" Teriaknya yang seketika menghilang dari sana, meninggalkan hembusan angin yang sangat kencang.

******

Jam demi jam terus berlalu dengan begitu alot, semua dokter terbaik terus berusaha membangunkan kembali sang gadis musim semi tanpa lelah. Itachi juga nampak begitu setia menantinya di koridor bersama Sai.

Sang pria Nara yang baru saja datang setelah menitipkan anak itu pada Izumi perlahan duduk di sisinya sembari menyodorkan secangkir teh, "Santailah, Sakura adalah medic-nin terbaik. Luka ini pasti tidak berpengaruh besar padanya. Apalagi dia tengah dalam kondisi yang sangat bahagia sekarang,"

"Ya, semoga saja," Ucapnya dengan lesu sembari meminum teh itu.

"Perihal anak itu, apa kau akan mengadopsinya Rokudaime-sama?"

Celetukan Sai sukses membuat sang pria Nara melotot, karena saat ini bukan waktu yang tepat untuk membahas hal itu. Tatapannya kini beralih pada Itachi yang semakin menundukan kepalanya, "Aku tidak bisa mengadopsinya. Karena klan Uchiha harus murni dari darah daging kami,"

"Lalu bagaimana kau akan menjelaskannya jika Orochimaru tiba-tiba menjemput anak itu? Atau bagaimana jika Sakura meminta tes DNA,"

"Saiii ..." Desis pria Nara itu sembari menyikut tangannya dengan keras.

"Kenapa? Aku hanya bertanya?"

Shikamaru seketika menepuk jidatnya, tak habis fikir dengan kelakuan Sai yang masih saja tak mengerti kondisi di sekitar. Saat sang sulung Uchiha berdiri, seorang perawat tiba-tiba keluar dari ruang operasi dan mengatakan jika Sakura sudah di pindahkan ke ruang perawatan.

Dengan begitu tergesa ia berjalan ke ruangan itu. Perisai bening pada manik onyx kini tergambar jelas begitu ia melihat sang gadis musim semi ada di hadapannya. Saat ia menyentuh keningnya Sakura perlahan membuka matanya sembari tersenyum, "Anata,"

"Nee," Ucapnya sembari mengecup keningnya dan tak terasa air mata pun ikut jatuh hingga membuat Sakura merasa terhanyut dalam suasana haru itu, "Dimana putra kita?"

Itachi seketika mematung mendapat pertanyaan itu. Perlahan ia mundur, menarik sebuah bangku untuk duduk sembari menggenggam tangannya dengan hangat, "Dia sedang bermain dengan Shizune," Bohongnya membuat Sakura tersenyum, karena percaya begitu saja dengannya.

"Aku ingin bertemu dengannya,"

"Nanti saja setelah kau pulih Sakura,"

"Aku ingin sekarang, Itachi. Aku mohon," Ucapnya dengan nada gemetar membuat sulung Uchiha itu merasa tidak tega, "Dia masih sangat kecil, tidak baik baginya jika harus datang ke rumah sakit,"

"Kalau begitu bawa aku pulang sekarang. Aku bisa menyembuhkan luka ini dengan cepat,"

"Sakura ..."

"Aku mohon,"

Itachi pun menghela pelan lalu mengangguk, "Aku akan bicara dengan Tsunade-sama," Ucapnya membuat manik emerald itu berbinar.

Ia pun segera pergi dari sana lalu menyuruh Shikamaru membawa anak itu ke taman rumah sakit. Sakura yang merasa begitu bahagia pun nampak begitu tak sabar saat Itachi memindahkannya ke kursi roda lalu membawanya ke taman.

Gadis musim semi itu nampak semakin bahagia saat ia melihat Shikamaru berjalan mendekatinya sembari membawa anak itu. Air mata kebahagiaannya tak bisa lagi Sakura bendung saat ia menggendong anak itu lagi.

Shikamaru kini melempar tatap lagi pada sang sulung Uchiha, seolah memberi pertanyaan dalam diamnya melihat pemandangan mengharukan itu.

"Anata kemarilah, lihat dia begitu manis sepertimu," Ucapnya dengan begitu bersemangat membuat Itachi mendekat lalu menyentuh kepalanya dengan perasaann sedih, "Hmm,"

"Matanya benar-benar mirip denganku tapi bibirnya ini sama sepertimu,"

Itachi nampak semakin terdiam mendengar celotehannya, ia benar-benar merasa tidak bisa mengatakan asal-usul anak ini karena tak ingin menghancurkan kebahagiaannya. Ia harap Orochimaru memberinya waktu sedikit lama untuk mengembalikannya.

"Itachi, apa kau sudah memikirkan namanya?"

"Belum, kita harus menunggu hingga dua minggu ke depan untuk mendapatkan namanya,"

"Hissh, itu sangat lama,"

"Jika kita memberina nama sebelum tetua kuil maka nasib buruk akan datang sakura,"

"Oh ya, aku lupa. Kalau begitu aku akan menunggunya,"

Itachi pun kembali terdiam memperhatikan mereka karena tidak tahu harus menjawab apa lagi. Sang pria Nara pun perlahan bergeser ke sisinya lalu berbisik, "Aku punya cara untuk memisahkan mereka,"

"Kau yakin?"

"Sakura," Panggil seseorang membuat mereka serempak menoleh pada Neji yang tiba-tiba muncul di sana.

Pria Hyuga itu dengan cepat menghampiri Sakura dan menatap bayi yang berada di gendongannya dengan sorot penuh kebingungan, "Anak siapa ini?"

"Neji, ini anakku dan Itachi yang saat itu katanya sudah di habisi oleh Junichi,"

"Apa?" Tanya sembari melirik penuh curiga pada Shikamaru yang langsung nenggeleng pelan, mengisyaratkan agar ia diam, "Oh apa kau yakin jika dia putramu?"

Itachi seketika menepuk jidatnya saat Neji melontarkan pertanyaan itu. Ia bahkan sulit mengendalikan raut wajahnya saat Sakura menoleh, bertanya padanya lewat isyarat. Shikamru yang tidak ingin suasa menjadi kacau pun segera menghampiri pria Hyuga itu lalu merangkul bahunya, "Tentu saja sudah. Kalau belum mana berani dia mengakuinya, ayo kita pergi minum teh, kau sudah sangat haus kan?"

"Tapi ... "

"Ayo jangan malu, Hinata dan Naruto juga ada di sana," Ucapnya sembari menarik pria Hyuga itu pergi dari sana.

Itachi perlahan menghela pelan karena salah satu masalahnya sudah di atasi. Kini ia harus berfikir lebih dalam bagaimana cara mengambil anak itu dari Sakura.

*******

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro

#sakura