19.Dilema

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Oh iya, mau taruhan nggak? Nanti hadiahnya uang deh."

Niko menahan napas untuk beberapa saat, dilema. Dia butuh uang untuk bertahan hidup. Hidup sendirian memang tidak mudah, dia harus mengatur keuangan dan mengirit pengeluaran supaya bisa makan. Di sekolah ini dia mendapatkan beasiswa sehingga dia tidak perlu membayar uang SPP, tetapi untuk makan tentu dia perlu mengeluarkan biaya sendiri.

Sekarang dia tengah mencari beasiswa supaya bisa lanjut kuliah. Namun, dia berpikir dia harus mencari uang juga dengan bekerja paruh waktu. Setidaknya dia bisa menambah tabungannya.

Niko sudah tidak tinggal bersama orang tuanya, keluarganya tidak seharmonis keluarga lainnya. Mereka sudah lama putus hubungan karena sesuatu. Masa lalunya begitu kelam dan dia tidak menceritakan hal itu ke teman-temannya. Dia tidak mau mereka memandangnya dengan tatapan kasihan karena dia anak broken home.

"Taruhannya apa?"

"Gimana kalau coba dapetin hatinya Manda?" tawar Andri sambil senyam-senyum.

"Hati? Maksudnya kita bedah si Manda?" tanya Andra lemot. Wajah Andra sudah pucat mendengar usulan saudara kembarnya.

"Gila, nggak nyangka aku ternyata kamu orangnya kayak gitu, bro," ucap Anaka sambil memegang kedua pipinya.

"Heh, nggak gitu konsepnya! Maksudnya coba buat Manda jatuh cinta sama Niko. Deketin si Manda. Nah, gitu," jelas Andri dengan gugup. Dia sudah merinding karena dituduh yang nggak-nggak oleh saudara kembarnya.

"Kenapa harus Manda?" tanya Niko pelan.

"Hm, nggak ada alasan khusus sih. Tapi, feelingku mengatakan kalau Manda itu ada potensi suka sama kamu, Nik. Jadi, dimanfaatin aja sabi banget sih," ujar Andri lagi. Cowok itu berusaha membuat Niko menyetujui usulannya. Mereka bertiga mau membantu Niko, mereka diberi kelebihan dalam keuangan. Mereka hidup berkecukupan dan mereka ingin membantu Niko. Namun, mereka tahu Niko tidak mau menerima begitu saja sehingga munculah ide aneh dari Andri dengan mengadakan tantangan aneh ini.

"Nanti aku pikirkan lagi. Sekarang pulang aja, capek. Bye." Niko langsung pergi meninggalkan mereka bertiga. Trio saudara kembar itu masih berdiri di posisi yang sama dan melihat kepergian Niko dengan ekspresi yang berbeda. Andri memandang Niko dengan ekspresi tersenyum, dia punya feeling kalau Niko akan menerima tawarannya. Andra memandang Niko dengan ekspresi sedih, dia ingin Niko bisa terbuka dan menceritakan keluh kesahnya ke mereka, setidaknya dia tidak menanggung beban hidupnya sendirian. Anaka ekspresinya tidak terbaca, perutnya sudah berdemo sedari tadi. Bunyi keroncongan terdengar dan membuat Andri dan Andra memandang ke arah Anaka.

"Laper?" tanya Andri dan Andra berbarengan. Anaka mengangguk sambil nyengir.

"Laper banget asli. Pulang yuk, Bu Samin udah masak pasti. Nggak kuat lama-lama nahan laper, bro," ucap Anaka dengan lemas. Dia sudah tidak berdaya kalau kelaparan. Tipe orang yang makannya banyak tapi tidak kunjung gemuk. Entah kemana semua makanan itu pergi.

"Oke, mari kita pulang!" seru Andri bersemangat dan merangkul Anaka dan Andra. Mereka saling menyayangi satu sama lain. Saudara itu harus saling menjaga, kalau ada sesuatu yang terjadi pasti mereka juga yang akan mengurus, sebab mereka adalah keluarga. Meskipun tinggal bersama tante atau kerabat lain, pasti rasa sayang dan perhatiannya tidak sebesar dari keluarga inti. Itulah mengapa orang tua mereka menekankan untuk menjaga keakuran diantara mereka.

Di lain tempat, Niko sudah sampai di tempat parkiran motor. Perasaannya masih agak kacau dari pagi. 

"Kenapa ya kok jadi gini? Biasanya nggak pernah sekacau ini," ujar Niko heran. Perasaannya agak kacau hari ini dan dia bingung penyebabnya apa.

"Hmm, bodo amat, deh. Mending belajar, ngerjain PR terus nyari lowongan kerja. Mikir hal yang nggak jelas gitu malah buang-buang tenaga," pikir Niko lagi. Cowok itu langsung mengenakan helm dan segera pergi dari sekolah.

Suasana di jalan raya begitu ramai dan panas. Niko lebih suka musim hujan dibanding panas, kalau panas bisa-bisa kulitnya jadi memerah karena panasnya mentari. Sementara hujan itu membuat suhu jadi lebih dingin dan dia bisa menghemat listrik dengan tidak menyalakan kipas angin.

Suhu yang panas itu membuatnya jadi kesulitan berpikir, dia tidak menyukai hal  yang menghambatnya dalam bekerja.

Biasanya begitu lampu kuning sudah menyala dia akan menambah kecepatan motornya, sayangnya dia masih saja terlambat untuk melewati lampu lalu lintas itu. Lampunya sudah terlanjur berpindah ke lampu merah dan dia harus memelankan laju motornya. Kalau kena tilang yang ada pengeluarannya semakin banyak dan dia akan semakin menderita.

Niko menghela napas panjang lalu menengok ke sebelah kanan, ada sesuatu yang menarik perhatiannya. Pandangannya tertuju pada sebuah mobil sedan berwarna hitam, ada seorang gadis yang dikenalnya tengah duduk di kursi belakang kursi supir. Gadis yang membuatnya tersenyum tipis.

Gadis itu tengah makan es krim sambil membuka sedikit jendelanya. Jendelanya transparan sehingga dia bisa tahu kalau gadis itu ada di dalam mobil itu. Gadis itu terlihat bahagia dan tersenyum. Senyuman yang  menambah kadar keimutannya. Niko baru sadar kalau gadis itu punya lesung pipit, sama sepertinya.

Niko memajukan motornya, hendak menyapa gadis itu. Entah apa yang ada dipikirannya sekarang sehingga dia nekat menyapa gadis itu. Padahal di sekolah dia bahkan tidak mau berlama-lama menyapanya. Dia juga menganggap gadis itu sebagai penghambatnya di sekolah karena dia lemot dan lama dalam memahami pelajaran. 

Tidak ada yang mau sukarela menawarinya masuk ke dalam kelompok karena tidak merasa kehadirannya akan menguntungkan mereka. Namun, gadis itu tidak menangis dan tetap tersenyum meskipun dia selalu menjadi orang terakhir yang mendapatkan kelompok. 

Gadis itu tidak menangis meskipun dia selalu dimarahin karena sedikit kontribusinya dalam membuat kelompok mendapatkan poin ketika adu cerdas cermat antar kelompok. Gadis yang kuat dan tanpa sadar sudah menarik perhatian Niko diam-diam.

Ya, Niko bahkan tidak sadar dia sudah jatuh dalam pesona gadis itu. Gadis yang tidak menarik dalam segi penampilan maupun kecerdasannya. Namun, sikapnya yang membuatnya kagum. Gadis yang bisa mengembalikan senyumnya. 

Niko sebenarnya sudah ingin mendekati gadis itu, tetapi gengsinya jauh lebih tinggi. Baginya harga dirinya masih menjadi benteng yang kokoh. Sudah lama dia membangun benteng setinggi itu, dia tidak ingin tersakiti dengan berhubungan dengan orang lain. Masa lalunya menjadi alasan terkuat, terlebih lagi hubungan orang tuanya yang tidak baik membuatnya semakin trauma untuk menjalin hubungan dengan orang lain, apalagi memikirkan untuk menjalin hubungan dengan lawan jenis. Dia masih takut.

Badan Niko seketika gemetar ketika mengingat kedua orang tuanya, cowok itu langsung menggelengkan kepala, mencoba mengenyahkan ingatan tentang mereka. Dia tersenyum lalu memajukan motornya. Namun, dia tertegun ketika tahu siapa yang ada di kursi kemudi. 

"Kenapa pria itu yang nganter pulang Manda?"

-Bersambung-

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro