Zeeb 0.3

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Zeeb selalu bertanya-tanya, apa kapithuma dalam dirinya yang harus ia kendalikan agar bisa lulus? Apa sesuatu yang selama ini membelenggu hatinya hingga ia tidak melangkah ke mana-mana? Apa rasa apatis seperti halnya Atreo? Ataukah ataukah rasa takut seperti pada Kaori?

Pada awalnya, Zeeb pikir ia hanya perlu menerima kenyataan bahwa bapaknya pernah mengunjungi Acacio jauh sebelum dirinya. Namun, Zeeb tidak lulus bahkan setelah ia sepenuh hati mengakui itu. Zeeb kemudian mengira bahwa ia harus bisa membantu Aalisha menemukan jalannya, tetapi ia juga tidak lulus segera setelah itu.

Setelah lama direnungkan, Zeeb akhirnya merasa bahwa belenggunya selama ini adalah rasa keterikatan yang terlalu kuat pada seseorang. Di Acacio, Aalisha adalah orang kedua yang Zeeb temui setelah Jaac, orang pertama yang tersenyum dengan lebar saat berkenalan dengannya, orang pertama yang peduli pada apa yang Zeeb pilih, orang yang selalu membersamai Zeeb, dan Zeeb menjadi satu-satunya orang yang bisa melihat segala tentang Aalisha ketika semua orang tidak dapat menyadari sisi jujur dan kekanakan Aalisha yang murni. Karena itulah, Zeeb memiliki keterikatan yang sangat kuat pada Aalisha.

Kelulusan Zeeb terwujud bukan ketika ia akhirnya bisa mengantarkan Aalisha pulang, tetapi ketika hatinya akhirnya menerima bahwa ia berpisah dengan Aalisha dan ikut bahagia karena gadis mungil itu akhirnya bisa hidup dengan baik setelah mengalahkan kapithumanya, mengempas rasa kecewa karena Aalisha tidak pernah mengucapkan selamat tinggal hingga detik terakhirnya. Zeeb lulus karena rasa bangga dan bahagianya jauh lebih besar daripada rasa terikat yang membuatnya kecewa karena terpisah dengan orang yang dia sayangi.

Di tanah kelahirannya, Zeeb juga sangat terikat pada orang lain. Pada mendiang bapaknya, pada keluarganya, dan pada Ath terutama. Ath yang selalu membersamai Zeeb sejak mereka masih balita, Ath yang selalu memperlakukan Zeeb setara tanpa membedakan jenis kelamin, Ath yang selalu ada, Ath yang bisa memahami Zeeb bahkan meski Zeeb tidak mengatakan apa-apa. Ath seperti kakak laki-laki yang selalu mengalah, seperti bapak yang selalu mengawasi, seperti adik yang selalu menghargai dan menghormati. Ath adalah bagian dari hidup Zeeb, apalagi sejak bapaknya meninggal.

Zeeb memang tidak pernah menginginkan posisi kepala kampung. Zeeb tidak pernah berbohong tentang itu. Namun, dulu, lebih dari rasa tidak inginnya, alasan terbesar Zeeb adalah karena tidak mau mengecewakan Ath yang menginginkan posisi itu. Apapun yang Zeeb lakukan, di atas alasan yang berdasarkan perasaannya, selalu ada rasa ingin mengutamakan orang lain yang terikat dengan hidupnya. Zeeb akhirnya terbiasa untuk tidak menginginkan apapun yang diinginkan orang-orang kesayangannya, tanpa pernah berpikir apa yang sebenarnyna ia inginkan.

Karena itu, kali ini, Zeeb akan melangkah. Zeeb mempertimbangkan perasaan dan keinginan orang lain, tetapi juga menggenggam erat alasan yang berasal dari dalam dirinya sendiri. Zeeb sudah lama hidup tanpa api kehidupan, dan karena kini api itu mulai terpercik, ia tidak ingin memadamkannya dengan mengalah dan menginjak habis keinginan yang ia rasakan.

"Ao."

Macan kumbang yang masih terus mengikuti langkah Zeeb berhenti melangkahkah kaki, seolah tahu waktunya sudah habis. Zeeb tersenyum hangat, mengelus kepala kucing besarnya yang akan ia rindukan.

"Maaf, sampai sini kau bisa mengantarku. Jaga mamak dan Aus, jaga Ath, dan jaga perkampungan untukku."

Ao menjilati wajah Zeeb dengan tatapan sedih.

"Jangan khawatir. Aku akan kemballi setiap beberapa waktu. Kau tahu kan di mana harus menyambutku jika aku pulang?"

Ao mengitari tubuh Zeeb, kemudian duduk di hadapannya, seolah bersiap menunggu.

"Kucing pintar."

Setelah sekali lagi mengelus kepala Ao, Zeeb akhirnya melangkah pergi. Ao juga merupakan bagian dari dirinya. Bahkan, macan itu mungkin mengerti tentang Zeeb jauh lebih baik dari dirinya sendiri. Ao selalu ada kapan pun dan di mana pun. Selamanya akan begitu meski Zeeb tidak melihatnya dengan mata kepala. Sama seperti teman-temannya yang akan selalu menjadi bagian dari hidupnya meski entah di mana raga mereka.

Zeeb mengembuskan napas panjang. Batas perkampungan sudah jauh ia lewati. Lembah tempat ia berpisah dengan Ao sekarang adalah perbatasan dengan dunia luar yang tidak pernah Zeeb bayangkan. Perempuan itu menatap ke langit yang luas. Berkat dari para Tentara Langit akan selalu menemaninya. Berkat semua orang akan selalu membersamainya.

Karena itu, Zeeb tidak takut keluar dari zona nyaman tempat ia selama ini tumbuh dan berkembang.

Zeebonia: End


Note:
Saya bakal update cukup banyak hari ini 🤗

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro