2. Sekolah

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Gimana, Pa? Papa setuju gak kalo El tinggal di sini?" Ami dan Alwi memerhatikan wajah manis El yang pucat sedang berbaring di kamar tamu rumah mereka.

Alwi menghela nafas panjang, "Papa gak setuju," tegasnya.

"Kenapa?"

"Kita punya Al Ma! Mereka seumuran, gak pantes laki-laki dan perempuan yang bukan mahrom tinggal serumah, kan?" tanya Alwi sebagai pengingat.

"Jadi, gimana?"

"Kita bakal tetep mengurus El, tapi dia akan tinggal di apartemen Papa ketika sudah membaik," jelasnya dan meninggalkan kamar tamu itu.

Ami mendekati El dan mengelus puncak kepalanya, keinginannya untuk memiliki seorang putri sepertinya sudah terwujud, walupun bukan dari rahimnya. Ia memandangi wajah El dengan jelas kemudian mencium lama keningnya. "Cantik," gumamnya pelan dan meninggalkan El sendiri, membiarkannya istirahat dengan tenang.

Setetes air mata keluar dari mata El yang terpejam, hatinya bergetar hebat membuat matanya tak dapat membendung lagi air mata yang sudah terkumpul. "Terimakasih Tuhan," lirihnya dengan tangisan yang mulai pecah tak tertahan.

Lain dengan Al yang baru sampai di rumahnya, ia datang bersama temannya. "Assalamu'alaikum," ucapnya sambil membuka pintu yang belum terkunci.

"Waalaikumsalam, baru pulang, Al?" Ami menghampiri anak semata wayangnya dan memeluk serta menciumnya.

"Iya, Ma," ucapnya ceria, "Mama udah makan?" tanya Al perhatian.

"Udah dong, Sayang. "Ini siapa?" tanya Ami melihat seseorang di samping Al.

"Dia Putra, Ma. Temen sekolah Al," jawab Al, "dia satu kelompok sama Al, tapi rumahnya jauh, jadi malem ini mau nginep di rumah Al," lanjutnya. Al adalah tipe anak yang ceria dan manja, mungkin karena dari kecil keinginannya selalu terpenuhi oleh kedua orang tuanya yang kaya raya. Walaupun terlihat ceria, sebenarnya Al memiliki masa lalu kelam yang hanya ia simpan sendiri, bahkan orang tuanya pun tidak mengetahui.

"Boleh, Tante?" tanya Putra akhirnya bersuara.

"Boleh dong, Al ajak temenmu ke kamarmu, ya!"

"Gak di kamar tamu aja, Ma?" tanya Al bingung.

"Di kamar tamu ada adik kamu,"

"Adik?" heran Al, "sejak kapan Al punya Adik?"

"Sejak hari ini," ucap Ami dengan senyuman lebar tak memedulikan Al yang kebingungan.

Al mengajak Putra ke kamarnya tak menghiraukan rasa penasarannya atas ucapan Ibunya.

***

Suara Azan Subuh saling bersahutan membangunkan Al dari mimpinya. Pria berkulit hitam manis disampingnya terlihat masih memejamkan mata. Al perlahan bangun dari posisi tidurnya dan menggoyangkan lengan kanan Putra membuatnya membuka mata.

"Subuh, Put!" ucap Al memberitahu dengan suara berat khas bangun tidur.

Putra perlahan duduk dan mengucek kedua matanya dengan tangannya.

"Lo pake aja tuh kamar mandi, nanti gue di kamar mandi samping." Al turun dari kasurnya dan menuju keluar kamar, karena di kamarnya hanya terdapat satu kamar mandi.

Dengan setengah sadar ia membuka kamar tamu uang terletak di samping kamarnya untuk menuju kamar mandinya, tepat sekali seorang wanita keluar dari kamar mandi dengan hanya menggunakan handuk untuk menutupi tubuhnya.

"Aaaaaaa," teriak keduanya memenuhi satu ruangan.

Al refleks membalikkan tubuhnya dan menutup wajahnya dengan kedua tangan, ia lupa bahwa ada 'adiknya' di kamar tamu. "Maaf," ucapnya malu dan meninggalkan kamar tamu.

El mengembuskan napasnya kasar dan buru-buru memakai pakaiannya yang sudah di berikan Ami. Ia merutuki dirinya yang tidak mengunci pintu kamar, karena memang di rumah sebelumnya pun ia tidak pernah mengunci pintu kamarnya.

Setelah melakukan Sholat Subuh berjama'ah, Ami dan El membantu Bi Lastri di dapur. Bi Lastri adalah satu-satunya pembantu yang dipekerjakan di rumah yang sangat luas ini. Sebenarnya Alwi sudah menawarkan untuk mempekerjakan pembantu tambahan. Tapi Ami menolak karena ia juga ingin melakukan pekerjaan rumah untuk mengisi waktu kosong nya. Alwi bersiap untuk kerja, ia adalah CEO dari perusahaan pakaian yang didirikan oleh Bapaknya. Sedangkan Al dan Putra bersiap-siap sekolah.

"Kamu sudah sehat, Sayang?" tanya Ami pada El yang sedang memotong wortel.

"Alhamdulillah tante."

"Jangan panggil tante ya mulai sekarang, panggil Mama aja!"

El terdiam sejenak dan mengangguk, "iya, Ma," ucapnya membuat Ami tersenyum lebar.

"Kamu sekarang siap-siap sekolah aja, ya!  Mama bakal daftarin kamu sekolah."

"Se-serius, Tan- eh, Ma?" tanya El terbata-bata tidak percaya atas apa yang ia dengar.

"Serius dong, Sayang. Kamu bisa pakai seragam sekolah Mama yang dulu. Seragamnya masih bagus kok, soalnya dulu Mama pakainya gak nyampe dua tahun." El hanya terdiam masih tidak percaya. "Mama dulu gak tamat SMA, jadi anak Mama jangan kaya Mama, harus tamat SMA!" lanjutnya lagi menjelaskan kepada El. Ami mengingat masa lalunya yang kelam.

Semua orang pasti punya waktu kelam.

***

"Al! Anter El ke sekolah juga, ya!" pinta Ami, "bantu urus pendaftaran sekolahnya, mumpung masih awal semester."

Al melirik seseorang di samping Ibunya, ia masih malu atas kejadian tadi Subuh. Al hanya mengangguk pelan. Putra sudah berangkat ke sekolah lebih dulu setelah sarapan dengan motornya.

"Sekalian tanya ke gurunya, berkas apa aja yang diperlukan! Nanti pulang sekolah anter El ngurus surat pindahan dari sekolah lamanya!" perintah Ami panjang. El sudah menjelaskan lengkap kejadian di hari pengusirannya. Ia juga sudah konfirmasi dengan sekolah lamanya untuk pindah sekolah, jadi Al dan El hanya perlu melanjutkan pengurusan perpindahan yang belum selesai. Ami juga berjanji akan mencari tahu tentang masalah yang Ibunya hadapi kemarin.

Suasana canggung menemani perjalanan Al dan El menuju sekolah, apalagi jika mengingat kejadian memalukan bagi keduanya tadi subuh. Al berdehem pelan  memutus keheningan, ia bukan tipe orang yang betah ketika terkurung dalam sepi. "Namamu El, ya?" tanya Al ragu.

"Hmm," gumam El pelan membenarkan pertanyaan pernyataan Al. Keheningan kembali menyelimuti mereka sampai tempat parkir sekolah.

"Udah nyampe," ucap Al melepas seatbeltnya.

"Waahh!" gumam El tanpa sadar mengamati  kemewahan tempat parkir sekolah ini. Mobil dan motor memiliki tempat parkir masing-masing yang bersebelahan. 'Bahkan di sekolah yang tak sanggup ku bayar dulu tidak ada yang mengendarai mobil ke sekolah.'

Al mengantar El menuju kantor TU sekolah untuk mengurus pendaftaran El. Ia melangkah menyesuaikan langkah El yang pelan. El memutar pandangan ke seluruh sudut kelas yang meraka lalui dengan takjub.

"Ini ruang TU nya El, lo bisa tanya-tanya sendiri kan?" tanya Al setelah sampai di depan kantor TU.

"Iya," jawab El singkat.

"Kalo gitu gue tinggal ke kelas yaa," pamit Al meninggalkan El sendiri.

***

Waktu bel pulang sekolah berbunyi menyelesaikan pelajaran hari ini. Al memasukkan buku serta alat tulisnya ke dalam tas dan segera keluar kelas.

"Al!" panggil seseorang mengikutinya keluar kelas membuatnya menghentikan langkahnya.

"Jadi nganter gue, kan?" tanya El yang sudah menyamai langkah Al.

Al mengangguk malu, "lo kelas sebelas juga sekarang?" tanya Al canggung, ia tak menyangka kalau mereka akan satu kelas. "Gue kira lo baru kelas sepuluh," lanjutnya lagi dengan suara pelan. Memori kejadian tadi subuh terputar di kepalanya membuatnya malu menatap El.

"Kalian berdua udah saling kenal?" tanya Ziyah bergabung di antara keheningan Al dan El.

Al dan El mengangguk kompak.

"Gue Ziyah," ucap Ziyah memperkenalkan diri pada El.

"El," jawab El singkat menjabat tangan Ziyah yang terulur.

"Kamu belum di jemput, Sayang?" tanya Al pada Ziyah.

"Udah kok, aku duluan ya, Sayang," balasnya manja dan pergi meninggalkan Al dan El.

"Itu pacar gue," jelas Al.

Follow, vote, komen yukk😍

Kritik dan saran juga sangat membantu🤗🤗🤗

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro