7. Aksi El

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Sesuai perintah, El dan Al pulang bersama menuju rumah Al. Sebelum itu, El sempat menyuruh Ira untuk menginap di apartemen tempat tinggalnya agar menjaga ibunya. Ia tidak berniat memberitahu keluarga angkatnya bahwa Ibu kandungnya tinggal bersamanya.

'Gak sabar gue untuk nonton acara pertengkaran keluarga bahagia,' pikir El sepanjang perjalanan, ia sudah memulai aksi balas dendamnya.

Begitu juga dengan Al, pikirannya juga berputar-putar sendiri. Ia memikirkan rencana untuk pesta ulang tahunnya tiga hari ke depan yang bebas dia rancang sendiri. Sebenarnya ia menyadari bahwa sikap El terhadapnya berubah semenjak ia menuruti El mengikuti Putra dan Ira ke restoran langganannya, tapi ia tidak mau memedulikan.

Keheningan pun menyelimuti sepanjang perjalanan, mereka asyik dengan pikiran masing-masing hingga mobil yang Al kendarai memasuki rumah mewahnya.

Al turun dari mobil setelah memarkirkannya di garasi, ia menyusul El yang sudah lebih dulu memasuki rumah. "Assalamu'alaikum."

"Waalaikumsalam," jawab Ami dan El serempak, mereka sedang duduk bersantai di sofa ruang tamu.

Al mencium tangan ibunya ikut duduk di depannya. Ia merasa janggal dengan sikap ibunya hari ini, biasanya ketika ia pulang sekolah ibunya akan memberinya peluk cium kasih sayang, tetapi hari ini ia tidak mendapatkannya melainkan tatapan mengintimidasi yang ia dapatkan.

"Kenapa, Bu?" tanya Al bingung melihat ibunya yang menatapnya tajam.

Hening, El memperhatikan kedua manusia yang saling menatap. 'Tontonannya akan segera dimulai,' batinnya tertawa puas.

"Kamu masih pacaran, Al?" tanya Ami memulai interogasi dadakannya.

"Hah!" kaget Al spontan keluar dari mulutnya. "Eng-nggak kok," sambungnya lagi dengan cepat, sayangnya omongan gagap Al membuat perkataannya tidak terpercaya.

Ami menajamkan tatapannya pada putranya. "Jangan bohong! Mama punya bukti," selidik Ami menampilkan wajah datar khas orang marah.

Tatapan Al beralih ke arah El, sedangkan yang ditatap juga mengalihkan pandangannya pura-pura tidak mengerti apa-apa. "Bu-bukti apa, Ma?" tanya Al semakin gugup.

"Nih!" Ami menunjukkan foto Al yang sedang bermesraan dengan Ziyah di kantin tadi pagi.

Wajah panik Al membuat El mengeluarkan kekehan kecil dari mulutnya, Al spontan menatap El sinis. 'Pasti lo kan yang ngaduin ke Mama.'

Obrolan tentang Al yang masih berpacaran ternyata berlangsung sampai makan malam tiba. Bukan hanya Ami yang menghakiminya, Alwi yang baru pulang kerja pun ikut memarahi Al.

"Kenapa masih?" tanya Alwi pada Al singkat, padat, dan tegas.

Al tidak dapat berkata apa-apa, ia tak biasa di posisi seperti ini. Orang tuanya sangat baik dan memanjakannya sehingga tak ada alasan untuk Al tidak menurutinya, juga tidak alasan bagi orang tuanya untuk memarahi Al. Tapi sekarang, sangat menakutkan bagi Al.

"Putusin sekarang!" tegas Alwi.

"Se-sekarang?"

"Iya! SEKARANG!"

Suasana hening dan sangat mencekam bagi Al. Ia mengeluarkan ponselnya dengan tetes air mata yang ikut keluar dari matanya. Tangannya bergetar sambil mencari nomor dengan nama syayangkuh.

Melihat Al yang lemah dan cengeng terlihat menyenangkan bagi El.

"Ha-halo Ziyah," ucapnya terbata-bata saat teleponnya sudah di angkat. Alwi dan Ami masih menatapnya datar.

"Iya, ada apa sayang?" Terdengar suara balasan dari sebrang telepon.

Al melihat ke arah bapaknya yang masih menatapnya tajam kemudian menatap ibunya yang mulai tersenyum dan mengangguk memberi isyarat perintah untuk melakukan perintah bapaknya.

"Ki-kita pu-putus!" Al langsung mematikan panggilannya sepihak, ia tak memberikan waktu pada Ziyah untuk bertanya. Matanya melirik ke arah El yang tersenyum penuh kemenangan.

"Tadinya Papa sama Mama ngajak kumpul keluarga untuk membahas rencana pesta ulang tahun Al," jelas Alwi pada El. "Tapi karena Al gak nurut sama Papa dan Mama, pesta ulang tahun kamu gak jadi Papa serahkan sama kamu," lanjutnya tegas.

"Pa!" protes Al spontan mendengar ucapan bapaknya.

"Rencana ulang tahun Al akan Papa serahkan pada El. Terserah kamu mau buat acara seperti apa untuk Al," ucap Alwi pada El tak menghiraukan Al.

"Dan satu lagi, perjalanan ke Bandung Papa dan Mama di majukan jadi besok atas permintaan dari pemilik perusahaan distro yang Papa mau ajak kerja sama, jadi Mama harus siap-siap dari sekarang untuk perjalanan besok," jelas Alwi pada Ami. "Dan saat acara ulang tahun Al, kita bisa ikut serta merayakannya," lanjutnya.

'Sialan! Sialan! Sialan!' umpat Al dalam hati.

***

"Pasti kerjaan lo, kan?" lirih Al pada El saat orang tuanya sudah meninggalkan meja makan. Tatapan benci terlihat dari wajah tampan Al.

El hanya menatapnya dengan senyuman licik.

"Kenapa? Apa untungnya buat lo? Gue kira mulut lo gak lemes." Al meninggalkan El sendiri di meja makan, ia menuju kamarnya dengan rasa kesal dalam hatinya.

El mengikuti Al sampai masuk ke dalam kamarnya. "Al," panggilnya membuat yang punya nama kaget, ia tidak sadar bahwa El mengikutinya masuk ke kamarnya.

"Kenapa lo ngikutin? Keluar!" suruh Al yang masih emosi.

"Lo tau kenapa mereka ngelarang lo pacaran?" tanya El tidak menuruti perintah Al.

Melihat Al yang terdiam dan tidak mengusirnya membuat senyum El terlihat. 'Lo penasaran, kan?'

"Kenapa?"

El berjalan menuju kasur Al dan duduk di pinggirnya sambil menyilangkan kaki kanannya di atas kaki kirinya. Al ikut mendekati El menatap tajam wajahnya.

"Karena," ucap El kemudian hening sejenak, "mereka takut kalau kalau kejadian di antara mereka terulangi oleh anaknya," lanjutnya membuat Al semakin penasaran.

"Kejadian apa?"

"Kejadian kalo bapak lo ngehamilin ibu lo saat masih SMA di luar pernikahan."

Seperti tertusuk pedang panjang, hati Al terasa sakit mendengar pernyataan El. "Lo se-serius?"

El hanya tersenyum melihat wajah Al yang terlihat memerah, air mata jatuh dari mata Al membuat El semakin merasa menang.

"Cengeng!" ucap El tajam dan pergi meninggalkan Al sendiri di kamarnya dengan perasaan hancur kedua kalinya.

Follow, vote, komen yukk😍

Kritik dan saran juga sangat membantu🤗🤗🤗

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro