9. Teror

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Suara bel berbunyi beberapa kali dilanjut dengan suara gedoran pintu yang tak henti-henti.

"Al! Al! Al! Alvin!" panggil Ziyah berkali-kali sambil memukul-mukul pintu rumah Al.

"Nyari siapa, Neng?" tanya Bi Lastri menenteng kantong belanjaan di tangan kanan dan kirinya, ia baru pulang dari pasar.

"Al nya ada, Bi?" tanya Ziyah menghapus air matanya, ia takut Al dalam keadaan bahaya seperti El.

"Ada di dalam, tapi dia kayanya lagi sedih, Neng. Setelah orang tuanya pergi, dia di dalam kamar terus, gak mau keluar," ujar Bi Lastri memberi tahu.

'Jadi orang tuanya udah pergi ke Bandung,' batin Ziyah menyimpulkan. Hatinya sekarang sedikit lebih tenang, setidaknya ia mengetahui kalau Al masih berada di rumahnya.

Bi Lastri membuka pintu rumah Al dan mempersilakan Ziyah masuk.

"Kalau boleh tau, Neng siapanya nak Al ya?" tanya Bi Lastri setelah mereka duduk di sofa tamu.

"Saya pac--temennya, Bi!" jawab Ziyah ragu.

"Neng pacarnya nak Al yang kemarin putus, ya?" Ucapan Bi Lastri membulatkan mata Ziyah. "Kemarin itu bapak sama ibunya nak Al marah, gara-gara tau kalo nak Al pacaran," ucap Bi Lastri menjelaskan, "terus nak Al disuruh buat mutusin pacarnya," lanjutnya membuat Ziyah mengerti alasan mengapa Al memutuskan hubungannya.

"Saya boleh nemuin Al, Bi?" izin Ziyah menatap sendu mata Bi Lastri.

Bi Lastri terdiam sejenak dan kemudian mengangguk pelan. "Kamar Al ada di atas, yang di pintunya ada tulisan 'ketuk sebelum masuk, salam sebelum ke dalam'."

"Makasih, Bi." Ziyah langsung menuju lantai dua mencari kamar Al dengan senyuman di bibirnya.

Pintu kamar Al sudah berada di hadapan Ziyah, tangannya perlahan bergerak untuk mengetuk pintu kayu itu. Namun belum juga tangannya menyentuh pintu, pintu itu sudah terbuka dan menampilkan sosok Al yang sangat kacau dan berantakan. Ziyah menatap mata Al yang sangat aneh, tatapannya berbeda dengan tatapan Al biasanya. "Al!" panggilnya pelan memberanikan diri, ia sangat takut melihat tatapan Al.

Al mengabaikan panggilannya, ia berjalan ke lantai bawah dan...masuk ke kamar kedua orang tuanya. Untuk mencari bukti sendiri.

***

H-2 sebelum ultah lo, gue udah nyiapin kejutan.

Pesan dari nomor El terlihat di ponsel Al, membuatnya mengernyitkan dahinya. Sekarang ia sudah merasa lebih baik, kenapa? Karena dia sudah mendapatkan bukti yang ia cari di kamar orang tuanya. Ia menemukan selembar kertas di antara buku-buku milik ibunya. Di kertas itu tertulis curahan hati ibunya bahwa ayahnya menghamili ibunya di luar pernikahan. Sakit? Ya, hatinya terasa sangat sakit. Namun ia akan berusaha tegar atas semua ini. Ia tak mau menyalahkan takdir, apalagi harus menyalahkan Tuhan.

Bukti yang ditemukan Al.


"Siapa?" tanya Ziyah melihat ekspresi Al yang aneh setelah membaca pesan. Ia masih setia menemani mantan pacarnya untuk menenangkan diri. Ziyah sudah mengetahui apa yang Al alami, Al sudah menceritakan sendiri semuanya.

"Kata lo tadi El dalam bahaya?" tanya Al memastikan. Ziyah juga sudah menceritakan tentang panggilannya dengan El.

"Iya."

Al memperlihatkan pesan dari El pada Ziyah, membuat Ziyah ikut mengernyitkan dahinya.

"Hati-hati, Al!" suruh Ziyah tiba-tiba. "Belum tentu itu El, kan?" Al mengangguk membenarkan pernyataan Ziyah.

"Lo gak pulang?" tanya Al pada Ziyah, membuat yang punya nama terdiam.

'Semudah itu kah kamu melupakanku?' Ziyah langsung berdiri dari duduknya dan pergi dari kamar Al tanpa aba-aba. Rasanya ucapan Al sangat asing baginya. 'Lo gak pulang? Lo? Lo?' ucapan manis yang biasa Al katakan seperti hanya mimpi sekarang. 'Mungkin karena perasaannya yang sedang menderita," batinnya mencoba berpikir positif.

Al hanya menatap kepergian Ziyah dengan tatapan sendu kemudian matanya beralih ke ponselnya lagi yang memunculkan pesan dari El, bukan pesan, tapi sebuah foto...

Hati Al rasanya sudah habis teriris. Hatinya masih menyimpan kebencian kepada ayahnya, sekarang muncul foto yang membuatnya membenci ibunya. Ia meremas ponsel di dalam genggamannya.

Foto ibunya sedang bermesraan dengan seseorang yang tidak ia kenal terlihat di ponselnya.

***

Pagi yang melelahkan bagi Al, bukan lelah karena beraktifitas, tapi lelah karena pikiran dan hati. Bagaimana tidak? Saat matanya terbuka, foto sialan yang dikirimkan El melalui pesan tadi malam entah darimana terpajang besar di depan kasurnya. Memori bahagia keluarganya muncul perlahan di dalam benaknya kemudian tergantikan dengan memori yang tidak pernah ia alami, memori khayalan yang membuatnya membenci keluarganya. Memori yang tercipta hanya dari tulisan dan pendengaran yang entah bagaimana terbayangkan dalam pikirannya.

Bukan hanya itu yang membebani pikirannya. Ketika ia melihat di pojok kiri bawah foto besar sialan itu, ada foto kecil yang dicoret silang berwarna merah. Al mengambil foto itu dan menatapnya marah, foto keluarganya yang indah, fotonya bersama kedua orang tuanya dilecehkan seperti itu. Al meremas foto kecil itu, tangannya terkepal dan meninju foto besar di hadapannya membuat kaca yang melapisinya pecah.

"Lo pengen ngancurin keluarga gue, kan? Ok, gue ikutin permainan lo." Al berucap dengan penuh amarah. "Aaaaaaaaaaaa," teriak Al keras untuk melepas segala amarahnya.

Di tempat lain, seseorang tertawa dengan apa yang didengarnya. 'Sayangnya permainannya belum dimulai, tunggu yaa! Permainannya akan kita mulai di hari spesial lo.'

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro