Ya, lo tau lah siapa, kalo udah pake bahasa lo-gue begini.

Kalo ada yang belum tau, gue Taki. Hai!

Seperti biasa, di galerinya Regi isinya wajah-wajah oriental semua, akhirnya multimedianya gue kasih itu. Semoga quote-nya bisa bikin lo semua termotivasi. Aamiin.

Oke sesuai judul, gue mau bahas soal iri. Sedikit aneh karena sekarang masih bulan ramadan, harusnya bahas yang baik-baik tapi sekarang malah bahas iri. But, lanjut aja.

Jadi apa gue iri?

Iya. Sebagai manusia normal gue pernah iri.

Apakah orang yang normal selalu iri?

Ya nggak, bro.
Normal dalam artian, lo manusia, pasti ada dong rasa iri di dalam hati lo.

Dan lo gak bisa berlama-lama sama rasa iri. Karena itu racun. Buat gue, iri itu racun yang bisa berubah jadi obat kalo lo punya cara buat nyikapinnya.

Kayak misal, lo iri sama orang, kerjaan lo cuma iri doang. Gak ada sedikit pun niat dari diri lo untuk, seenggaknya, penasaran sama kenapa dia bisa begitu (begitu dalam artian bisa lebih dari lo).

Kan itu artinya lo cuma iri. Gak ada kemauan buat maju dan menyaingi. Ini yang maksud gue iri sebagai racun.

Iri sebagai obat maksud lo gimana?

Gini, bro, lo iri terus lo penasaran kenapa dia bisa lebih dari lo. Terus lo punya motivasi buat nyaingin dia. Itu iri sebagai obat.

Tapi kan motivasinya buat nyaingin, Ki?

Balik lagi ke diri lo.
Buat gue, yang namanya persaingan itu biasa. Asal lo gak menghalalkan berbagai cara alias curang atau culas.

Intinya, poin dari gue nulis 300 kata ini, kalo lo iri itu artinya lo normal, dan kalo lo iri, atasi rasa itu dengan jiwa-jiwa sans, jangan ngegas mulu.

Oke sekian. Terima kasih.

Sans ya bro, masih puasa.

-Taki
Jumat, 22-5-'20 | 9.45 AM