BAB XIV (Dia lagi)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Clarissa Wiradmadja (Part 6)

-Potongan Chapt sebelumnya.

"Kalian mau percaya atau tidak. Saat ini di hadapan gue, ada satu sosok hantu Belanda yang memang sudah menetap dirumah ini sejak lama, dan dia merupakan salah satu teman hantu gue. Namanya adalah Arnold. Katanya dia sengaja memecahkan piring ini, untuk membuat kalian menyadari keberadaannya. Arnold menyukai kalian berdua," ucapku.

"Hah?!" Pekik kedua sahabatku.

*_*ALGEA*_*

Aku memang belum pernah memperkenalkan Arnold sebelumnya kepada kalian. Mungkin, aku pernah menyebut namanya beberapa kali tetapi tidak mendeskripsikan siapa sosok itu. Karena saat ini dia sudah menunjukkan aktivitasnya, jadi aku akan mengenalkan dia kepada kalian.

Seperti yang sebelumnya kukatakan, Arnold adalah sesosok anak laki-laki berkebangsaan Belanda yang masih  remaja. Kalau di perhatikan lebih jelas, dia terlihat seperti anak SMP. Mata yang bulat dengan lensa berwarna biru terang, berkulit putih pucat, berambut cokelat, dan memakai setelan baju khas anak-anak belanda di zamannya dulu.

Bisa di bilang, Arnold adalah hantu yang tampan, diantara semua hantu-hantu lainnya. Namun, dia juga bisa terlihat seram jika menunjukkan wujud aslinya ketika dia terbunuh dulu yang penuh dengan luka tebasan serta darah yang menodai baju dan celananya.

Arnold meninggal karena dibantai oleh para tentara Jepang.  Aku pernah bertanya padanya bagaimana dia bisa mati? Dan dia mengatakan bahwa waktu itu, dia dan juga teman-temannya pergi bermain di salah satu taman yang tidak jauh dari lingkungan rumahnya. Namun sayang, ketika sedang asyik bermain, tiba-tiba sekumpulan orang bermata sipit itu datang dan menembaki serta menebas mereka semua hingga tewas.

Sebelum kalian salah paham, aku akan menjelaskan sesuatu terlebih dahulu. Seperti yang pernah kusampaikan bahwa ketika seseorang sudah meninggal, arwahnya tidak akan ada lagi di dunia ini. Kecuali, di malam-malam, atau hari-hari tertentu. Pun kalau ada yang mengaku sebagai sosok yang sudah meninggal, itu bukanlah arwahnya. Yang menyerupai dan masih bisa tetap tinggal di dunia ini ialah Jin Qarin. 

Jadi, Arnold itu bukanlah sebuah arwah, melainkan jin yang memang bertugas sebagai pendampingnya selama di dunia. Seperti yang kalian tahu, pada umumnya mahluk-mahluk sebangsa mereka memang memiliki umur yang panjang bahkan sampai beratus-ratus tahun. Arnold pernah bilang bahwa kalau dirinya masih hidup sampai sekarang, mungkin umurnya sekitaran seratus lima puluh lima tahun. Yap, dia sudah tua.

*_*ALGEA*_*

"Maksud lo apa sih, Cla? Jangan nakut-nakuti gue, yah!" Ucap Rana.

"Gue gak nakutin, kok. Gue serius, demi apa pun," balasku.

Tiba-tiba Aldora membungkuk, lalu memungut pecahan kaca itu. "Udah deh, gue gak mau bahas hantu-hantuan. Lebih baik kita beresin ini, habis itu kita pergi main ke TS (Trans Studio).

Arnold menyentuh piamaku.  "Aku mau menyampaikan sesuatu hal sama kalian, tapi aku harus berkenalan dulu sama mereka," ucapnya.

"Gue serius. Bahkan, katanya dia mau nyampein sesuatu sama kita. Tapi gitu, dia gak mau share infonya kalau gak dikasi kenalan dulu sama kalian," ucap dengan nada frustasi.

"Gini yah, Cla. Oke, semisal gue setuju mau kenalan sama si Arnold ini, trus cara berkenalannya gimana?" Ujar Aldora. "Apakah gue harus jabat tangan? Lo kan bilang dia hantu, kok hantu bisa jabat tangan?"tambahnya lagi.

"Untuk kali ini, gue setuju dengan apa yang dikatakan Aldora."

Lagi-lagi  Arnold menyentuh piamaku. "Bilang padanya, aku hanya ingin mereka tahu kalau aku ada di sini. Aku tidak mau membuat mereka bingung. Jadi, dengan mengetahui keberadaanku itu sudah cukup."

Aku mengangguk sambill tersenyum, lalu mencoba menjelaskannya secara perlahan. "Sebenarnya, kalau kalian memang benar-benar mau berinteraksi dengan Arnold, aku bisa membuat kalian  merasakan kehadirannya. Tapi, untuk saat ini dia hanya ingin kalian tahu kalau dia ada. Yang gue maksud berkenalan sama kalian, bukan dalam arti sentuhan fisik lah, orang dia hantu. Gue juga tahu kali kalau kayak gitu mah."

"Syukur deh kalau gitu. Kirain, si Arnold ini bakalan ngikutin kita terus nantinya," ucap Rana.

Kalau mau jujur, sebenarnya Arnold memang selalu mengikuti kami bertiga, di mana pun itu. Yah, terkecuali ketika kami berada di dalam toilet. Dia sudah lama mengenali kedua sahabatku, tetapi kedua orang itu belum mengenal Arnold.  

Arnold sangat baik padaku, bagiku Arnold sudah seperti keluarga. Dia sudah mengikuti sekaligus menjaga ku sejak kecil, sampai sekarang. Sebelum aku menempati rumah itu, dia sudah menetap di sana. Aku pernah menanyakan kenapa dia sampai bisa ada di rumah ini? Dan dia bilang karena zaman dulu dia tinggal di sekitaran kompleks perumahnku.

"Oke, hei, Arnold atau siapa pun itu. Sekarang gue tahu kalau lo salah satu teman Clarissa, dan teman Clarissa teman kami juga" ucap Aldora tanpa disangka.

Mendengar ucapan Aldora, senyum Arnold terukir di wajahnya. Setelah itu, dia menghilang begitu saja. 

"Arnold?" Panggilku. Tadi dia bilang ingin menyampaikan sesuatu. Kok dia malah langsung menghilang? Oh, atau mungkin karena dia senang mendengar ucapan Dora, sangking senangnya dia malah melupakan apa yang akan disampaikannya ke kami. Jujur, aku juga penasaran dengan apa yang ingin dikatakannya.

"Lo ngomong apaan sih, Dora? Kirain lo gak percaya?" tanya Rana keheranan.

"Gak tahu deh, yang gue mau piring ini cepat-ceoat beres. Abis itu kita capcus. Kalau kita mau bahas masalah hantu-hantuan sama Clarissa, bakalan gak ada kelar-kelarnya. Jadi, yah mending di ikutin aja. Mau nyata, gak nyata mah itu urusan belakang," jawab Aldora santai.

Setelah mendengar jawaban dari Aldora, Rana langsung terdiam. Lalu kemudian, ikut membantunya mengambil beberapa beling yang masih berserakan.

Aku menyentuh bahu Aldora. "Thanks yah, Dora. Waktu lo ngomong kayak gitu, dia seneng banget. Yah, meskipun lo gak percaya, tapi gue tetep berterima kasih."

"Oke, Sisy. Sory,  karena gue masih belum bisa percaya sama lo."

"Gak apa-apa kok. Gue ngerti."

"Lo langsung siap-siap aja, Cla. Biar gue dan Dora yang ngurus sisanya," ucap Rana.

"Oke, kalau gitu gue siap-siap yah! Gue gak bakalan lama kok," ucapku lalu berjalan menuju ke kamar.

*_*ALGEA*_*

Aku membuka pintu kamar, lalu masuk. Baru saja beberapa langkah Arnold menampakkan wujudnya.

"Kamu kenapa menghilang sih? Katanya ada yang mau disampaikan?"

Arnold yang posisinya duduk di atas lemarin, kini berpindah kke tempat tidurku. "Aku terlalu senang karena Dora mau berkenalan denganku," jawabnya sambil senyum-senyum.

"Sudah ku duga."

"Icha, aku mau memperingatkan kamu untuk berhati-hati, begitu pun juga dengan kedua temanmu," katanya.

"Aku tahu. Kalau ada yang sesuatu yang kamu dapat, langsung sampaikan ke aku, yah?"

Arnold tersenyum lalu mengangguk.

Benar. Arnold mengetahui semua tragedi yang ada di sekolah karena aku menceritakan padanya. Karena sangking penasarannya, dia bahkan datang ke sekolah untuk mencoba mencari tahu jawaban dari rasa penasaranku tentang beberapa kejadian yang ada di sana. 

"Kamu mau pergi?"

"Iya."

"Boleh aku ikut?" tanyanya lagi.

"Boleh dong. Kamu suka taman bermain bukan? Meskipun sedikit berbeda, tempat yang aku dan teman-temanku datangi nanti adalah tempat bermain paling populer se- Indonesia. Aku yakin, kamu pasti suka."

Arnold tersenyum bahagia.

"Aku mandi dulu, yah."

Dia pun mengangguk lalu menghilang begitu saja.

*_*ALGEA*_*

Setelah menempuh perjalanan yang lumayan panjang, kita betiga akhirnya sampai di Mall Trans Studio ini. Sebenarnya, perjalanan dari rumahku menuju ke Mall TS ini tidak lah membutuhkan waktu yang lama. Namun karena macet, akhirnya kami menempuh perjalan agak panjang untuk sampai ke sini.

"Yuk, kita langsung aja ke bagian wahananya!" Ucap Rana.

"Gak mau makan dulu?" Tanya Dora.

Kami berdua menatap horor ke arahnya. 

"Lo kan udah makan di rumah Clarissa, Ra."

"Jangan makan yang berat-berat deh, beli cemilan aja, gimana?" Dora memelas.

"Mau makan apa? tanyaku.

"Corn cheese aja, gimana?"

Aku dan Rana mengangguk setuju.

*_*ALGEA*_*

Seusai membeli snack lalu memakannya sampai habis,  kami sampai pun mulai berjalan menuju arena permainan. Saat masuk ke dalam, suasana yang selalu ramai, kini terasa sangat sepi. Itu karena kami datang di saat jam-jam sekolah dan plus bukan hari weekend. Kan sekolah memberi kami libur.

Bagus lah, kami bertiga bisa bermain sepuasnya tanpa menunggu antrian yang panjang lagi. Begitu pula dengan Arnold yang saat ini sudah duluan menaiki beberapa wahana.

"Yuk, kita main wahana petar-petir," ucap Rana, lalu menarik lenganku.

Ketika hendak memasuki kawasan antrian wahana itu, aku sengaja mengedarkan pandangan ke sekeliling untuk memastikan bahwa tidak ada arwah atau pun mahluk sejenisnya yang mencoba berinteraksi denganku.

Ini sudah menjadi kebiasaanku setiap datang ke tempat seperti ini. Terkadang tanpa kusadari ketika pulang ke rumah, beberapa sosok mengikutiku. Meskipun tidak bisa mendekat, mereka pasti akan mencari perhatian padaku agar aku me-notice semuanya.

"Clarissa, lo kenapa?" Rana menegurku.

"Gak kok."

Aldora merangkul pundakku. "Jangan melamun, yah."

Aku tersenyum lalu mengangguk.

"Silahkah," ucap petugas yang memakai seragam tepat di hadapab kami.

"Ayok!"

*_*ALGEA*_*

"Seru banget! Gue udah lama gak ngerasain betapa nikmatnya bermain," ucap Rana riang.

Aldora senyum. "Gue juga. Kita terlalu sering berkutat dengan pelajaran yang tiada habisnya."

Aku mengangguk setuju. Yah, itu karena para guru membuat kami benar-benar kewalahan dengan memberi banyak tugas tanpa peduli nasib mental kami. Aku bukannya membenci pelajaran, hanya saja aku tidak terlalu tertarik. 

"Bagaimana kalau kita coba wahana lain? Lo mau main wahana apa, Cla?" Rana menyodorkan peta yang menggambarkan rute dari beberapa permainan di sini.

"Gue ngikut kalian aja deh."

"Yakin?"

"Yah."

"Kalau gitu, ayo main rolling coster!" Aldora dan Rana menggandeng lenganku lalu mulai berjalan.

Ternyata lokasi wahana rolling coster tidak terlalu jauh dari wahana sebelumnya. Jadi, kita tidak perlu berjalan terlalu jauh. Aku menatap sahabatku satu per satu. Betapa bahagianya mereka. Bukan, bukan aku tidak bahagia, aku belakangan ini terlalu peka sampai harus menguras otak karena memikirkan tentang beberapa kejadian yang ada di sekolah.

Aku masih ingat dengan perkataan arwah Mulan dan juga Riska yang mengatakan bahwa mereka tidak mati bunuh diri. Kalau mereka tidak membunuh dirinya sendiri, berarti ada dalang dari semua kejadian ini. Merka mati di bunuh. Namun, baru saja ingin membuat keduanya bercerita, mereka tiba-tiba saja menghilang. Dan aku sampai saat ini belum bisa berkomunikasi dengan mereka, meskipun aku sudah mengutus Arnold untuk menemukan sosok mereka.

Jujur, disatu sisi aku takut karena hanya aku yang mengetahui fakta ini. Arnold memang tahu, tetapi dia tidak bisa apa-apa. Disatu sisi lagi aku penasaran dan ingin mengungkap siapa pelaku yang sangat keji membunuh mereka se-mengenaskan itu?

Tadinya, aku mau menceritakan informasi yang aku dapatkan ini ke dua sahabatku. Tetapi, aku kembali berpikir. Meskipun tahu kalau aku tidak pernah berbohong, mereka berdua tetap tidak percaya kalau aku bisa melihat dan juga berinteraksi dengan mahluk astral. Aku takut, kalau aku menyampaikan hal ini, mereka tidak menganggap serius ucapanku.

Untuk saat ini, aku memutuskan untuk menyimpan semuanya sendiri. Aku akan memikirkan cara agar mereka bisa percaya denganku. Kalau mereka percaya, kami bisa sama-sama menyelidiki kasus ini.

"Dek, tadi dompetnya jatuh di sana," tegur seorang ibu berusia paruh bayah  dengan senyum ramah.

"Oh, terima kasih banyak, Ibu." Aku sedikit menundukkan kepala.

Beliau mengangguk , lalu pergi.

"Kenapa, Sisy?" tanya Dora yang menoleh ke belakang. Rana dan Dora memang berada di garis depan, sementara aku berada di belakang mereka.

"Tadi, ada ibu yang bawain dompet aku yang jatuh," jawabku.

Mereka berdua saling bertukar pandangan, lalu mentap heran ke arahku.

"Dompet?" kening Rana berkerut.

"Iya."

"Cla, tas lo kan ada di gue. Dompet lo juga masih ada di dalam sini," kata Rana yang seketika membuatku terkejut.

Aku kembali mengedarkan pandangan mencari ibu-ibu yang tadi berbicara denganku. Namun, hasilnya nihil. Sosok beliau sudah tidak nampak. Harusnyakan dia masih belum jauh dari sini. Apa jangan-jangan dia ...

Saat kembali mencoba mencari ibu-ibu tersebut, sudut mataku menangkap sosok yang tidak asing. Dia bukan arwah, jin, dan sebangsanya. Namun, belakangan aura yang dipancarkannya sangat menakutkan, hampir sama dengan mahluk-mahluk dari alam gaib yang memiliki aura negatif. 

Yap, dia adalah Ariana.

Kenapa dia bisa ada di sini?

*_*ALGEA*_*
*
*
*
*
*
*
*
BERSAMBUNG

Hai sahabat, aku minta maaf kalau misalkan ceritanya agak-agak  gimanaaaa gituu~

Aku saat sangat sibuk. Aku bahkan gak pernah lagi update tepat waktu😂😂. Maafkan yah.
Nnti aku bakalan revisi lagi kalau ada kesalahan-kesalaham seperti ada plot hole atake typo-an yang terjadi.

Makanya aku butuh kritik dan saran dari kalian. Tp plis, kalau mau ngasi kritik jgn di kolom komentar yah, langsung DM aku aja😊😊😊😊

Oke, sekian dari aku. Smoga semua aktivitas kalian di lancarakan oleh Tuhan.

Sekian dari aku, sampai jumpa di next chapter, sahabat bintang❤❤❤

ALGEA

Clarissa, Rana, dan Aldora

Aldora dan Rana

Aldora dan Clarissa

Rana dan Clarissa

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro