BAB XIX (Dewa Arete)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Clarissa Wiradmadja (Part 9)

*_*ALGEA*_*

"Icha, sepertinya Bina adalah seorang dewa," ucap Arnold.

"Hah? Bina seorang Dewa? Kamu jangan bicara sembarang, Arnold," kataku.

"Aku gak sembarangan kok," ucapnya.

 Sambil memijit keningku. "Kamu tau dari mana Bina itu dewa?"

"Entahlah, aku merasa ada aura lain dari tubuhnya. Dia bukan hantu atau arwah penasaran yang menetap di dunia ini."

Baiklah, sekarang kepalaku semakin bertambah pusing karena mengetahui kemungkinan Bina adalah seorang Dewa yang aku sendiri tidak tahu dia adalah Dewa apa? Belum cukup otakku terkuras karena harus mencerna fakta bahwa Ariana telah ditipu oleh mahluk jahat yang saat ini mengambil alih tubuhnya lalu dia dikurung dalam dunia ini sendirian. Dan ucapan Arnold yang mengatakan bahwa Bina adalah  seorang Dewa semakin membuat kepalaku nyut-nyutan.

"Itu belum cukup membuktikan kalau dia seorang dewa, Arnold!"

Mendengar ucapanku Arnold terdiam, lalu menatap penuh selidik ke arah Bina. Aku pun juga memandangi Bina. Masa dia sorang Dewa? Mana ada Dewa berwujud remaja lelaki sepertinya? Yang aku tahu dia adalah penghuni baru di sekolah. Yah, meskipun aku tahu para mahluk-mahluk di sekolah selalu bersikap aneh kalau saja Bina datang bersamaku, namun itu bukan berarti membuktikan Bina memang berbeda dari mereka. 

    Kali ini aku mengalihkan pandangan ke arah Arnold. Anak ini kenal Bina dari mana? Dia  kan belum pernah bertemu dengannya sama sekali. Dan melihat mereka bersama, aku jadi sedikit penasaran dengan awal mereka berkenalan. Arnold kan anak yang sedikit pecicilan, sementara Bina kalem dan tenang. Bina pernah mengatakan padaku kalau dia sangat membenci anak-anak yang berisik  dan bersikap kurang sopan. Dan, Arnold memiliki kedua hal yang dibencinya.

Karena terlalu fokus dengan Arnold, sejenak aku melupakan perkataan Bina yang tadi yang menurutku sedikit aneh. 

"Icha, liat Bina!" ucap Arnold sambil mengarahkan telunjuknya ke arah Bina yang saat ini telah merubah wujudnya.

Tadi memang Bina sempat mengatakan bahwa dia akan merubah wujudnya. Tapi kukira dia hanya sekedar bercanda saja. Aku tidak menyangka kalau Bina akan berubah menjadi sosok yang sangat asing bagiku. 

Mahluk yang saat ini berada di hadapanku benar-benar memiliki energi yang sangat besar, dengan pembawaan yang sangat bersahaja. Setelan pakaian yang ia kenakan juga sangat  tidak biasa.  Helaian kain putih yang menutupi hanya di bagian dada, di padukan dengan bawahan seperti rok yang warnanya juga senada dengan kain di atasnya . Di lengan sebelah kanannya terdapat sebuah gelang berwarna emas, sedangkan di lengan kirinya terdapat sebuah simbol yang aku tidak tahu apa artinya. Wajahnya sangat bercahaya,  dan di atas kepalanya terpasang sebuah mahkota kecil  berwarna emas.

Intinya dia benar-benar sangat indah.

"Selamat datang di dunia kegelapan. Jangan heran kalau di tempat ini tidak ada cahaya." ucapnya.

Kalau saja sosok Bina yang mengatakan kalimat itu, aku pasti tidak akan segan-segan mengatakan, "aku udah tahu kali!" 

Namun, mahluk yang saat ini di hadapanku bukanlah sosok Bina yang selalu memakai baju sekolah zaman dulu, melainkan mahluk yang sangat bersahaja, dan wajahnya sangat tampan. Yah, sebenarnya dia memang sudah tampan. Namun, ketampanan yang dipancarkannya saat ini benar-benar seribu kali lipat dari yang biasa. Kalau Rana melihat sosok ini, aku yakin dia langsung jatuh cinta pada pandangan yang pertama.

"Ka-kamu, siapa?"

Dia terdiam sambil tersenyum ramah.

Aduh, silau, silau banget.

Aku tahu kalau itu Bina,  tapi entah mengapa ada rasa segan sekaligus rasa hormat  yang kurasakan ketika dia telah merubah dirinya .

"Icha, sekarang kamu percaya kan kalau Bina itu seorang dewa," ucap Arnold, lalu menatapku lekat-lekat sambil melipat kedua tangannya di depan dada.

Sejujurnya, otakku belum sepenuhnya merespon atas apa yang baru saja tertangkap oleh kedua mataku. Intinya,  Aku masih sangat speechlees.

"Icha ... Ichaaa!" teriak Arnold.

"Oh--iya. Eh- tidak. Maksud aku, aku tidak tahu." Oke, aku  sangat-sangat gugup saat ini sampai bicara pun terbata.

"Jangan takut, Icha. Aku adalah Bina yang selama ini menemani mu di sekolah."

"Aku bukannya takut. Lebih tepatnya aku terkejut melihat kamu berubah."

"Tadinya aku akan memberitahukanmu setelah kita keluar dari tempat ini. Tapi sepertinya, lebih baik aku mengatakannya sekarang," ucap Bina.

Arnold berjalan ke kanan dan juga ke kiri, membuat perhatian kami teralih padanya. "Aku sudah tahu," ucap Arnold. "Kamu seorang dewa kan?"

Bina tersenyum, lalu mengarahkan pandangannya ke arahku.

"Benar apa yang di katakan Arnold," ucap Bina.

"Apa?! Ja--jadi kamu benar-benar seorang Dewa? Kamu tidak sedang bercanda kan, Bina?"

Bina menggelengkan kepalanya. "Aku tidak bercanda, Icha. Aku memang Dewa."

Arnold berhenti mondar-mandir, lalu berdiri tepat di hadapan Bina alias Dewa itu. "Sewaktu aku masih menjadi manusia, hobiku adalah membaca buku. Dan aku menyukai buku yang menceritakan tentang dunia para dewa. Aku sungguh beruntung, aku bisa berbicara sekaligus bertemu langsung dari salah satu dewa-dewa di dalam buku itu," ucap Arnold girang.

Bina tersenyum. "Benarkah? Wah, aku sangat senang mendengarnya. Nah, sekarang --" 

Ucapan Bina terpotong. Itu karena tiba-tiba Arnold mengangkat satu tangannya lalu mengajukan beberapa pertanyaan kepadanya.

"Kalau boleh tahu, nama asli kamu siapa? Maksud aku, nama Dewa kamu. Terus, kamu melambangkan apa? Semisal Dewa kehidupan dan lainnya."

Seperti yang kukatakan tadi, dia memang anak yang berisik dan juga tidak sopan. Namun, ku akui Arnold memang tipikal anak yang sangat mudah penasaran dengan hal apa pun, senang membaca buku, dan menyukai hal-hal berbau masa lalu alias sejarah. Kalau dia penasaran, dia pasti akan segera mencari tahu jawabannya meski pun ia harus berurusan dengan beberapa hantu belanda atau hantu lokal yang memiliki power  yang lebih besar. Kalau saja ia tidak bisa menemukan jawabannya, maka dia akan merasa pusing. Bukan cuman dia, bahkan aku saja di buat pusing olehnya. Hampir tiap menit Arnold selalu mendatangiku untuk hanya bertanya apakah aku sudah menemukan jawabannya. 

Kalau saja Bina menolak untuk menjawabnya, aku bisa mengerti. Mungkin identitas Bina sebagai seorang Dewa memang seharusnya dirahasiakan. Dan aku membuat Arnold diam agar tidak membuat Bina kewalahan dengan sikap aktifnya itu.

"Oke, aku akan menjawabnya. Karena ini adalah wujud asliku, sebaiknya aku memang harus kembali memperkenalkan diriku," ujar Bina. "Namaku adalah Arete, Dewa yang melambangkan kebajikan, kesempurnaan, kebaikan, dan keberanian," ucap Bina.

Sejujurnya, aku tidak tahu harus bagaimana menanggapi pengakuan Bina. Aku membenci sejarah, mitos,  atau pun buku-buku yang membahas tentang para Dewa. Dan kalau bukan karena Bina aku tidak akan mengetahui bahwa dunia para dewa itu bukan hanya sekedar karangan penulis yang memiliki tingkat imajinasi di luar biasa saja. Mereka semua nyata. 

"Wah, hebat sekali. Jadi, haruskah aku memanggilmu Dewa Arete?"

"Tidak usah, Icha. Cukup Bina saja."

Aku menoleh ke arah Arnold. Hantu Belanda itu sama sekali belum mengeluarkan suara setelah Bina memperkenalkan diri. Mulutnya menganga dengan mata yang berbinar-binar.

"Arnold, kamu kena--"

"Aaaaah! A-apa kamu benar-benar Dewa Arete?" Tanya Arnold histeris. Sangking histerisnya, dia tidak mendengar apa yang kukatakan. Arnold memang menyebalkan. Dia akan seperti kalau menemukan apa yang dicari atau bertemu dengan orang-orang yang dihormatinya, seperti para pahlawan, tentara, dan yang lainnya. Bukan sungguhan yah, mereka semua bertemu di dalam dimensi lain yang aslinya sudah  bukan manusia.

Bina mengangguk.

"Aku adalah fans berat mu. Sungguh, aku sungguh beruntung hari ini! Icha, aku harus apa? Aku benar-benar sangat senang. Sangking senangnya aku seperti mau meledak." Ucapnya dengan mata yang berbinar-binar. 

"Gak usah lebay begitu, Arnold." Aku tersenyum melihat tingkah Arnold yang seperti ini. Sudah lama aku tidak melihat reaksinya ini.

"Bolehkah aku menjabat tangan mu?" pintanya.

Aku menatap Bina, begitu pun sebaliknya Bina melirik ke arah ku.

"Tentu saja boleh!" 

Arnold kembali menatapku dengan mata yang masih berbinar-binar. "Ichaaa, aku-aku sangat senang," ucap Arnold. 

Dengan sangat hati-hati Arnold melangkah maju, mendekat ke arah Bina. Bina mengulurkan tangannya, Arnold pun langsung meraih uluran tangan Bina. Dan kedua mahluk tersebut saling berjabat tangan. Arnold tersenyum senang.

Setelah itu, Arnold berlari ke arahku dan  memeluk tubuhku sangat erat sangking senangnya.

"Terima kasih, Bina. Dia terlihat sangat senang," ucapku.

"Sama-sama. Maaf kali ini sepertinya kita harus bergerak cepat. Kita sudahi dulu jumpa fans dadakan ini. Aku akan membawa kalian menuju ke tempat Ariana."

"Iya, sebaiknya kita memang segera bergegas. Energiku juga sudah hampir habis."

Benar. Jikalau aku pergi menjelajah ke dimensi lain, aku memiliki batas waktu. Aku tidak boleh berada di suatu alam lebih dari tiga jam karena kalau saja itu terjadi hal yang dapat menghilangkan nyawa akan terjadi padaku. Aku tidak mau itu terjadi.

Bina mengangguk setuju.

"Pegang tanganku, lalu pejamkan mata kalian," Ucap Bina.

Yang kurasakan saat ini adalah jiwaku seperti ditarik dan seluruh badanku melemas.

*_*ALGEA*_* 

*

*

*

*

*

*

*

Bersambung

Happy Reading, sahabat❤

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro