13

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Jika Allah mengizinkan, maka terjadilah!
-ar-
-----

Prilly berdiri dibalik balkon kamarnya, menatap langit yang mulai meredup. Karena matahari semakin ke arah Barat, menenggelamkan diri untuk bersembunyi. Air hujan mulai turun dari langit, mengguyur ibu kota dengan rintikan kecil.

Prilly tersenyum miris, lagi-lagi dia kembali tidak suka pada hujan. Ternyata sekarang hujan ada untuk kesedihannya, bukan kebahagiaannya lagi. Wajah Prilly sudah tidak secantik sebelumnya, mengingat beberapa kali dia terus menangis membuat make up-nya menjadi luntur. Rambutnya sudah sedikit tak teratur, membuat dirinya terlihat sangat kacau.

Sebuah tangan melingkar dipinggangnya, seseorang memeluknya dari belakang. Membuat Prilly tersentak, saat suaminya tiba-tiba berada disini. "I'm sorry...," bisik Ali, membuat Prilly membalikkan badannya.

Prilly memeluk Ali erat, sungguh dia tidak bisa marah pada Ali. Dia hanya takut, bukan marah. Takut jika saja terjadi sesuatu pada Ali, "Kamu masih marah?" tanya Ali membuat Prilly mendongakkan kepalanya.

Prilly menggeleng, "Aku gak marah, aku cuma takut kamu kenapa-napa. Aku khawatir sayang...," Ali tersenyum mendengarnya, mengecup lama pada puncak kepala Prilly.

"Kamu gak akan kaya Papi-kan Li?" pertanyaan Prilly membuat Ali bergeming, apa yang harus Ali jawab?
"Li...."

Ali menghelakan napasnya, "Mydear, percaya sama kuasa-Nya. Dia tau mana yang terbaik untuk kita, kita gak bisa merubah takdir. Tapi kita bisa merubah nasib, jika kita ingin merubahnya karena-Nya...."

Prilly menangis lagi, namun kali ini tangisannya karena bahagia. Dirinya sangat bersyukur bisa dipertemukan dengan jodoh yang tak pernah ia pikirkan, saat kebahagiaan tidak Prilly dapat dari rencananya. Tapi Sang Maha Kuasa membuat bahagia dari rencana-Nya.

***

"Kamu baik-baik ajakan?" tanya Prilly membuat Ali menghela napas kesalnya.

"Mydear, I'm fine and always fine...."

Bagaimana tidak kesal, dari ia bangun sampai siang ini Prilly tidak berhenti dengan pertanyaannya yang selalu sama.

"Kamu gak apa-apakan?"

"Kamu baikkan?"

"Are you okay?"

"Aku khawatir, kamu beneran ngerasa baikkan?"

Memang tidak sama perkatanya, tapi masih satu pembahasan bukan? Bagaimana mana Ali tidak kesal, pertanyaannya selalu Prilly tanyakan permenitnya.

"Ali, kamu---"

"Apa sayang? Kamu mau tanya lagi?" timpalan Ali membuat Prilly tersenyum tanpa dosa.

Ali mendekati Prilly yang sedari tadi sibuk membereskan meja riasnya, entah apa yang sedah dia benahi. Karena setahu Ali meja riasnya tidak pernah terlihat berantakan, sama halnya dengan sekarang tetap rapi.

Ali mengusap rambut Prilly, menciumnya dan menatapnya dari pantulan cermin. Lalu menggenggam tangan Prilly dengan berjongkok di bawahnya, "Mydear, kamu tahu?" Prilly menggelengkan kepalanya.

"Saya akan selalu baik, jika didekat kamu...."

"Tap---"

"Please! Saya baik-baik saja, harus berapa kali saya bilang itu?" Prilly menundukkan kepalanya, membuat Ali merasa sesuatu membasahi tangannya. Dia menangis? Pikir Ali.

Tangan Ali beralih mengusap pipi chubby istrinya, "hei, jangan nangis!"

"Aku khawatir Li."

"I know Prilly, saya ngerti dengan kekhawatiran kamu? Tapi kamu gak ngerti dengan jawaban saya, kalau saya baik-baik saja...."

Prilly berdiri, membuat Ali mengikutinya. "Tapi aku tau itu semua bohong, harusnya kamu lebih ngerti dong. Aku bukan hanya khawatir, tapi aku trauma. Lagian kamu kenapa sih jadi bandel, kamu tuh harusnya stay di rumah sakit. Tapi apa, kamu malah kabur? Kaya anak kecil tau gak?" Ali memejamkan matanya, mendengar suara istrinya sedikit meninggi. Apa harus berdebat seperti ini? Pikirnya.

Oke, Ali mengerti dengan trauma Prilly. Tapi dia harus lebih bisa mengontrol emosinya, bukan malah berdebat seperti ini. Sekali saja traumanya kembali dia alami, Prilly akan gila. Ali hanya membantunya untuk tetap berpikir positif dan selalu positif, hanya itu bukan ingin berdebat.

Ali mengangguk, "iya, jadi sekarang apa mau kamu?"

Prilly menghelakan napasnya, "kamu tanya itu?" Ali hanya mengangguk.

"I don't know."

Sekali lagi Prilly menarik napasnya lebih dalam dan menghembuskannya, "aku...aku...ak--" Ali menarik tubuh Prilly kedalam dekapannya, menyalurkan rasa hangatnya.

"Aku minta maaf," entah untuk keberapa kalinya Prilly menangis, mungkin kali ini tangisannya sudah menjadi teman hidup Prilly.

Benar bukan, hidup bersama Ali itu terlalu singkat. Dia bisa kapan saja tertawa dan bisa kapan saja menangis. Aneh, tapi itu kenyataannya. Ini jalan cerita yang rumit, apa pemanis di dalam cerita ini? Atau tidak adanya buah hati? Tapi dia sudah punya Adit, itu seharusnya sudah menjadi pemanis baginya. Ah mereka melupakan sesuatu, selama ini mereka meninggalkan apa yang seharusnya dilakukan sepasang suami istri. Dosakah mereka?

"Ali...."

"Iya sayang?" Prilly mendongakkan kepalanya untuk memperjelas penglihatannya pada Ali.

Prilly menggeleng, "gak jadi."

Ali terkekeh gemas melihatnya, "lebih baik kamu tidur siang yah!" Ali menuntun Prilly untuk berbaring di atas king sizenya.

"Saya kebawah dulu, Adit pasti nunggu kita. Tapi kamu tetep disini, oke!" Prilly hanya mengangguk, setelahnya Ali meninggalkan Prilly dengan kecupan singkat di dahinya.

Kata 'saya' sudah mendominasi dengan pendengaran Prilly, entah sejak kapan kata 'saya' dipilih Ali untuk konsisten memanggil dirinya. Mengingat dulu, perkataannya benar-benar mirip seperti bunglon yang selalu berubah warna. Atau mungkin pria yang tidak romantis, hanya cocok dengan kata 'saya'. Entahlah, sampai saat ini Prilly tidak pernah mempermasalahkan itu semua.

Prilly mengubah posisi tidurnya saat Ali benar-benar meninggalkan kamarnya. Menatap kosong, itu yang dilakukan Prilly sekarang. Memijat pelan pelipisnya, kemudian kembali memejamkan matanya dalam posisi duduknya.

***

Mengetik dan terus mengetik kini yang dilakukan Prilly, membuat Ali yang akan kembali bekerja menghentikan langkahnya untuk meninggalkan kamar.

"Mydear?"

"Mydear?" panggilnya lagi saat tetap tak ada jawaban.

"Apa yang sedang kamu lakukan?"

"Terus mencari pendonor jantung buat kamu," Ali mengalihkan pandangannya, membuat Prilly menatapnya.

"Apa kamu gak mau sembuh buat aku? Kamu diam, seolah pasrah. Kamu bisa mengabulkan semua permintaan aku, tapi apa gak bisa kamu beri ini buat aku? Aku cuma pingin kesembuhan kamu Ali, bukan yang lain."

"Dokter sudah---"

"Aku udah dapat, apa Dokter Hafisz  memberitahu?" Ali mengangguk.

Prilly menangis bahagia dengan senyumannya, "aku bahagia, ini lebih cukup dari apapun Ali... Aku harap kamu bisa secepatnya melakukan transplantasi jantung, aku ingin kamu sembuh...." Ali tersenyum mengusap pelipis sang istri lalu mencium keningnya.

"Apa saya boleh minta sesuatu?"

Prilly bergeming, menatap Ali cukup lama. "Apa?"

"Saya minta---" Ali menghentikan ucapannya membuat Prilly sedikit penasaran.

"Minta apa?" tanya Prilly tak sabar.

"Minta... Emm, minta---"

"Hak kamu?" timpal Prilly membuat Ali membulatkan matanya, dia tahu? Pikirnya.

"Hah, emm...."

"Iya?" Ali mengangguk ragu, menundukkan kepala. Entahlah rasanya ini aneh, aneh saat mengatakan itu. Padahal itu wajar bukan?

Prilly mengusap pipi Ali, menangkupnya untuk melihat dirinya. "Jadi?" Prilly mengangguk, "aku siap, insyaAllah."

Ali tersenyum, apa ini penantian yang terlalu lama. Entah sudah berapa bulan pernikahannya, tapi ini terasa malam pertama saat Ali baru memintanya. Ini benar-benar membuat Ali maupun Prilly gugup.

"Kita shalat dulu yah!" Prilly mengangguk meninggalkan Ali lebih dulu untuk berwudhu.

Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ath-Thabrani, Ibnu Abu Syuhaibah dari Ibnu Mas’ud. Jika seorang istri sedang haid, maka disyariatkan bagi suami agar shalat dua raka’at. Dan jika seorang istri dalam keadaan suci maka ia shalat bersama suaminya kemudian sang suami memberikan nasihat kepada istrinya dan berdoa dengan doa yang terkenal.

Ya Allah sesungguhnya aku memohon kepada-Mu kebaikannya dan kebaikan yang Engkau berikan kepadanya, dan aku berlindung kepada-Mu dari keburukannya dan keburukan yang engkau berikan kepadanya.” (HR. Abu Daud, hasan). (Sumber: http://fatwa.islamweb.net)

Meskipun tidak diwajibkan suami istri di malam pengantin baru melaksanakan shalat sunnah dua raka’at akan tetapi dianjurkan.

Jika kamu masuk menemui istrimu maka shalatlah dua raka’at, kemudian mohonlah kepada Allah kebaikan yang dimasukkan kepadamu, berlindunglah kepada Allah dari keburukannya, kemudian setelah itu terserah urusanmu dan istrimu.” (HR. Ibnu Abu Syuaibah dalam Al Mushannaf, 3/401. Dan ‘Abdurrazaq dalam Al-Mushannaf, 6/191. Syaikh Al Albani rahimahullahu berkomentar sanadnya shahih hingga Abu Sa’id dan beliau tertutupi periwayatannya).

Sesungguhnya keharmonisan itu datangnya dari Allah dan benci itu datangnya dari setan. Setan ingin membuat kalian benci apa yang Allah halalkan bagi kalian. Karena itu, jika istrimu mendatangimu maka perintahkanlah ia agar shalat dua raka’at di belakangmu.” (Adab Az Zifaaf, hal 94-98).

-----
Ig : @mahilastory
Cianjur, 16 Mei 2019
Marhaban Ya Ramadhan 😇🙏
Selamat menunaikan ibadah puasa bagi yang melaksanakan, mohon maaf atas segala ketidaknyamanannya dicerita ini 🙏

A/n : nah jadi tuh disetiap part baru, aku bakalan selalu minta maaf atas keterlambatan share. Dan kali ini aku juga minta maaf karena bawa cerita dengan part yang pendek banget, dan alurnya terlalu awkward. Tapi aku kasih tahu, dipart selanjutnya insyaAllah Ali bakal transplantasi jantung. Jadi tunggu part selanjutnya, oke?! 😉😘
Boleh dong minta kritiknya apa yang kurang dari cerita aku 😊

Nah kalian bisa cek link dibawah, jika ingin lebih jelas. Karena aku hanya manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan, ini link tentang hadist di atas.

https://muslimah.or.id/7037-shalat-sunnah-dua-rakaat-di-malam-pertama-pengantin-baru.html

Jangan lupa tinggalkan jejak, vote, coment, saran dan kritik diterima.
Jika typo boleh dibenarkan dalam komentar, selamat menunggu part selanjutnya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro