Chapter 19: Bertambah Satu Lagi

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Ame membaringkan badannya di kasur. Dia mencoba menenangkan kepalanya sejenak setelah menerima semua fakta penting di saat yang bersamaan. Dalam hati dan pikirannya, semua terasa membingungkan. Apa yang dikatakan oleh The Grim Reaper itu benar atau hanya sekedar kebohongan untuk mempermainkannya saja? Hal itu terus berputar di kepalanya mengisi setiap ruang pikiran yang ada.

Di tengah keadaan membingungkan itu, ponsel Ame berbunyi. Dia melihat terlebih dahulu dari siapa panggilan itu. “Ayase,” ucapnya datar. Dia membiarkan panggilan itu, memilih untuk tidak mengangkatnya.

Ame bangkit dari baringannya, menyalakan televisi yang ada di kamar hotel itu. Terpampang berita tentang kejadian yang terjadi pada kereta yang ditumpangi olehnya. “Sudah aku duga. Dia pasti mengkhawatirkanku dan langsung meneleponku. Tapi, maaf Ayase aku tidak bisa menjawab panggilanmu. Saat ini kepalaku sudah penuh sekali,” ucapnya sambil mengaktifkan penolak panggilan masuk di ponselnya.

Dia menerjang ke arah kasur kembali, lalu tengkurap dengan kepalanya yang didekapkan di bantal. Berharap kalau dengan mengistirahatkan badannya sejenak, bisa membuatnya lebih tenang dan berpikir jernih. Setelah sejenak bisa merasakan nyaman dan empuknya bantal, dia langsung mengingat sesuatu. Dia pun membalik badannya, mengambil kertas polos yang sebelumnya diletakkan Gurin di laci depan tasnya. Membalik-balikkannya, namun tidak menemukan apapun, hanya kertas kosong biasa.

Tapi, setelah meraba bagian tengah kertas, terasa tonjolan yang berpola. “Braille?” ucapnya setelah merasakan keseluruhan pola yang ada.

Dia pun bangkit dari tempat tidur dan menghampiri laptopnya, bermaksud untuk mencari tahu huruf apa yang dimaksudkan dalam braille itu.

“A,” ucapnya setelah meraba pola pertama dan melihat penjelasan arti braille di laptopnya. “S, H, L, E, Y. Ashley? Siapa Ashley?” tanyanya heran.

Dia pun membuka situs Crowz, mencari nama “Ashley”. Ditemukan beberapa berita dan nama yang menyangkut dengan kata “Ashley”. Sebagian berita yang ada berisi tentang kematian seorang anak laki-laki yang diakibatkan kecelakaan kerja. Ame terus membacanya dengan teliti setiap detail tentang “Ashley” yang dimaksudkan di berita itu.

“Kejadian terjadi beberapa tahun yang lalu saat cabang Kantor Shigure Corperation sedang dibangun. Sesuai dengan informasi yang ada, anak ini buta sejak lahir. Itu artinya inilah ‘Ashley’ yang dimaksudkan dalam kertas ini. Tapi, apa hubungannya anak ini dengan Black Mask?” ucapnya semakin heran dan tidak mengerti.

Setelah terus mencari sekian lama, Ame tidak bisa juga mendapatkan data rinci tentang Ashley di mana pun. Dia pun memutuskan untuk menahan terlebih dahulu tentang “Ashley” ini, lalu melanjutkan melihat video lain yang ada di flashdisk yang diberikan Taka. Merasa belum siap, dia membuka satu kaleng sake lagi, lalu menenggaknya cukup banyak. Menepuk-nepuk kedua pipinya, mengatur napasnya dengan baik, lalu memutar video yang berada di sebelah video “Hallo, The Rainmaker” yang berjudul “Kid From The Past”.

Ame langsung terkejut begitu melihat ada Okada Sensei muda di dalam video itu. Dia juga melihat Ayase kecil sedang bermain bersama dengan anak laki-laki yang bernama Ashley yang dilihatnya tadi. Orang yang memegang kameranya pun meletakkan kameranya di atas meja, lalu berlari menghampiri mereka bertiga.

“Itu pasti kakak Ayase, Seijurou Shigure yang meninggal beberapa tahun lalu karena kecelakaan lalu lintas.” ucap Ame setelah bisa melihat jelas siapa anak laki-laki yang berlari setelah meletakkan kameranya.

Ame pun menghentikan video tersebut, lalu mengambil ponselnya untuk menghubungi Ayase. Belum dering pertama berbunyi, Ayase sudah mengangkatnya.

Kau di mana?” tanya Ayase dengan suaranya yang terdengar seperti sedang menangis.

“Aku baik-baik saja. Tidak perlu mengkhawatirkanku. Sekarang, aku ingin kau tenang terlebih dahulu, karena ada yang mau aku tanyakan.”

Baik.

Ame bisa mendengar dengan jelas Ayase sedang mengatur napasnya perlahan untuk menenangkan pikirannya. “Sudah tenang?” tanyanya.

Sudah. Syukurlah kau baik-baik saja.

“Kau di mana sekarang?”

Di kamarku.

“Sebelum aku bertanya padamu. Tolong rahasiakan hal ini dari siapapun. Kalau ada yang menanyakan tentang diriku, jawab kalau kau juga belum mengetahuinya. Mengerti?” ucap Ame dengan sedikit cemas.

Iya, aku mengerti.

Ame pun menghela napasnya karena Ayase tidak banyak menyangkal dan langsung setuju dengan apa yang dia minta.

“Sekarang, aku ingin bertanya padamu. Apa kau mengenal seorang anak bernama Ashley?” tanya Ame sambil menyiapkan mentalnya mendengarkan jawaban Ayase.

Tidak.

Adrenalin Ame tersentak. Dia melihat kembali ke video yang sedang dijedanya, memastikan bahwa benar itu adalah Ayase. Tapi, sesaat setelah melihat Ayase kecil, Ame langsung teringat sesuatu.

“Pasti karena kecelakaan waktu itu yang membuatmu amnesia saat masih kecil.”

Mungkin. Bisa jadi Ashley yang kau maksudkan adalah teman masa kecil yang selalu bermain denganku dan kakakku. Aku tidak mengenalnya, tapi kakakku sangat mengenalnya.

Menyadari bahwa tak ada informasi apapun yang bisa dia dapatkan dari Ayase, Ame pun bisa memakluminya dan berniat untuk mengakhiri panggilan itu.

“Kau tidurlah. Aku janji akan segera menemuimu. Jangan lupa soal permintaanku tadi.” ucap Ame datar.

Jagalah dirimu. Kau harus kembali padaku. Aku tidak mau kehilanganmu. Aku akan selalu menunggumu di sini.” ucap Ayase dengan suaranya yang mulai terdengar seperti ingin menangis kembali.

“Sampai nanti, aku menyayangimu.”

Aku juga menyayangimu.

Ame pun menutup teleponnya, meletakkan ponselnya di atas meja. Dia menghampiri tasnya, lalu merobek secarik kertas dari buku catatan yang dibawanya. Dia mencatat semua hal yang bisa dia dapatkan sejauh ini dan berniat untuk memecahkannya satu persatu.

- Pelukan dan permintaan maaf Taka
- Lima anggota eksekutif Black Mask yang belum diketahui
- Identitas tujuh pasukan warna
- Anak laki-laki bernama Ashley
- Hubungan Okada Sensei dengan Black Mask, mencari alasan kenapa mereka sangat ingin membunuhnya.

Setelah menonton video “Kid From The Past” sampai habis, Ame tidak menemukan bukti apapun lagi yang bisa dia dapatkan dari video itu. Karena sudah tidak ada apapun di flashdisk yang diberikan Taka, Ame pun melakukan satu-satunya hal yang bisa dia lakukan saat ini. Mencari hacker yang menjadi anggota Black Mask.

Dia kembali membuka situs Crowz-nya, lalu membuka bagian rating para hacker yang ada di situs itu.

1. The Rainmaker
2. Shadowalker
3. AZ776
4. Maverick222
5. Occulticlown
6. DevilOtaku
7. Tomovizzgerald
8. Retired Hunter
9. Black_Puma
10. Landmarx

“Aku tidak punya gambaran siapa yang bergabung dengan Black Mask. Lebih baik aku mencari rekam jejak masing-masing dari mereka,” ucap Ame datar.

Baru ingin mulai mencari tentang AZ776, notifikasi adanya pesan masuk, muncul di halamannya. Saat dia buka, ternyata pesan itu berasal dari Shadowalker, temannya di Crowz.

Shadowalker: Rain, kau sedang iseng saja atau sedang mengerjakan sesuatu?

The Rainmaker: Memangnya kenapa?

Shadowalker: Kalau iseng, kau sedang melakukan apa? Kalau ada pekerjaan, apa yang sedang kau cari? Beritahu aku :D

The Rainmaker: Aku sedang iseng saja.

Shadowalker: Ayolah jangan sungkan padaku. Kita ini bagaikan dua bilah pedang yang tak terkalahkan.

“Karena aku posisi pertama dan dia di posisi kedua, dia jadi sering sekali mengucapkan perkataan itu.” ucap Ame heran.

The Rainmaker: Kau sendiri? Iseng atau ada kerjaan?

Shadowalker: Iseng :D

“Sudah aku duga …”

The Rainmaker: Kalau begitu, mau membantuku?

Shadowalker: Akhirnya ada pekerjaan menarik … (Senyum jahat)

“Jawab mau atau tidak, bukan seperti itu …”

The Rainmaker: Kau sudah lihat berita tentang kereta tadi?

Shadowalker: Sudah. Sedang hangat dibicarakan di forum. Korban pernah menjadi salah satu pekerja kepercayaan Tuan Okada. Namun, karena penyakitnya dia sudah tidak aktif bekerja lagi. Karena hal itu, banyak yang mengaitkan hal ini dengan Black Mask.

Adrenalin Ame tersentak. Karena terlalu banyak yang baru dia ketahui malam ini, dia sampai lupa mencari identitas korban yang sepertinya dibunuh oleh Taka.

The Rainmaker: Kirimkan data korban yang kau punya.

Shadowalker: Segera datang …

Ame pun melihat biodata korban yang dikirimkan oleh Shadow kepadanya. Korban bernama Satoshi Iwashige, cukup lama bekerja pada Tuan Okada sebagai penasehat keuangan. Tapi, hal yang membuat Ame tertarik dengannya adalah, korban memiliki seorang putra yang seumuran dengan Ayase.

“Karena Satoshi Iwashige pernah bekerja dengan Okada Sensei dalam kurun waktu yang lama, pasti ada saat di mana mereka berkumpul dan melakukan pertemuan antar keluarga. Mungkin saja putranya tahu siapa anak yang bernama Ashley ini.” ucap Ame terus menatap tajam layar laptopnya.

The Rainmaker: Shadow, mau membantuku?

Shadowalker: Dengan senang hati :D

The Rainmaker: Ada hacker di dalam Black Mask. Keahliannya setara dengan 20 hacker teratas yang ada di rating. Bisa bantu aku mencarinya?

Shadowalker: Uuu … sepertinya ini akan sulit. Apa aku boleh menggunakan cara apapun?

The Rainmaker: Apapun asal jangan gunakan namaku.

Shadowalker: Hacker yang kau cari akan segera kutemukan (Senyum Jahat).

Ame mencari berita yang memuat tentang kejadian Satoshi Iwashige, bermaksud untuk mencari letak rumah sakit yang jadi tempat sementara jasadnya. Setelah mendapatkannya, dia mencatatnya di ponsel, lalu membereskan semua barangnya dan pergi menuju ke rumah sakit itu.

***

Jam 09.00 malam di rumah sakit tempat Satoshi Iwashige berada.

Ame baru saja tiba. Dia melihat seorang laki-laki berdiri di dekat mesin minuman yang ada di dekat parkiran. Laki-laki itu bersandar pada tembok, menatap langit ditemani dengan sebatang rokok dan sebuah minuman kaleng di tangannya.

Ame pun menghampiri laki-laki itu. “Muramasa Iwashige?” tanyanya datar.

Laki-laki itu menatap Ame dengan heran, lalu menghisap rokoknya dan menghembuskan asapnya ke arah berlawanan dari Ame berdiri. “Dari mana kau mengetahui namaku?” tanyanya sambil menatap Ame.

Rokok, sekaleng kopi pahit, bersandar, dan menatap langit malam. Siapa lagi kalau bukan anak yang baru saja kehilangan orang tuanya.” gumam Ame.

“Tidak penting dari mana aku mengetahui siapa dirimu. Yang penting sekarang, ada beberapa hal yang ingin aku tanyakan padamu,” ucap Ame datar.

“Kalau begitu, aku juga tidak punya kewajiban menjawab pertanyaanmu.” ucap Muramasa ketus.

Karena tidak banyak waktu untuk bernegosiasi, Ame menunjukkan pistol yang tersarung rapi di balik jaketnya kepada Muramasa. “Tenang saja, aku berada di pihak ayahmu.” ucapnya dengan menatap tajam Muramasa.

Muramasa pun terdiam. Namun, tak lama dia menganggukkan kepalanya, setuju menjawab semua pertanyaan Ame.

“Keluargamu dan keluarga Shigure cukup dekat. Apa kalian sering mengadakan pertemuan atau sekedar makan bersama?” tanya Ame datar.

“Iya. Sampai sekarang pun masih. Saat aku masih kecil dan ayahku masih bekerja padanya, kami sering sekali mengadakan makan malam bersama. Bahkan terkadang, kami juga sering bertemu di acara-acara peresmian ataupun peringatan akan hari tertentu.” jawab Muramasa, lalu mematikan rokoknya yang sudah pendek dengan menempelkannya ke tembok.

“Apakah saat kau masih kecil, kau cukup akrab dengan Ayase dan Seijurou?” tanya Ame lagi.

Muramasa pun membuang rokoknya terlebih dahulu ke tempat sampah, lalu kembali berdiri di hadapan Ame. “Lumayan. Bahkan aku sangat merasakan kehilangan ketika Seijurou meninggal dalam kecelakaan beberapa tahun lalu.” ucapnya sedikit murung.

“Apa kau mengenal anak lain selain Ayase dan Seijurou setiap kali kalian mendatangi sebuah acara bersama?”

“Banyak sekali.”

“Apa kau mengenal seorang anak bernama Ashley?” tanya Ame menatap Muramasa semakin tajam, berharap mendapatkan jawaban yang sangat diharapkan darinya.

“Ashley? Aku tidak pernah mengenal anak yang bernama Ashley,” ucap Muramasa dengan bingung dan terlihat berusaha mengingat-ingatnya.

Ame mengepal kuat kedua tangannya. Dia merasa kalau apa yang dilakukannya ini sia-sia. Tapi, karena tidak mau menyerah terlalu cepat, dia pun membantu Muramasa untuk mengingatnya. “Anak itu buta,” ucapnya.

Muramasa pun terlihat seperti orang yang baru saja mengingat sesuatu. “Sepertinya aku mengingat anak itu. Dia cukup sering ikut dengan Ayase dan Seijurou setiap kali kami bertemu di sebuah acara. Dia memang punya nama seperti seorang yang berasal dari luar Arufabetto, mungkin namanya seperti yang kau tanyakan tadi.” ucapnya.

Ame pun kembali antusias dan semangat begitu mendapatkan jawaban yang bagus dari Muramasa. “Apakah kau mengetahui siapa orang tuanya?” tanyanya, lalu menelan ludah untuk menahan gejolak penasaran yang meluap dalam dirinya saat ini.

“Aku tidak tahu siapa orang tuanya. Yang jelas, dia pernah bilang kalau ayahnya itu sibuk sekali. Sampai dia pun jarang bermain, bahkan bertemu dengan ayahnya. Aku dengar ayahnya adalah orang yang bekerja pada pemerintah, tapi aku tidak tahu jelasnya bekerja di bagian apa.” jawab Muramasa dengan serius.

Bekerja untuk pemerintah? Terlalu luas. Kalau hanya mendapatkan petunjuk semacam itu, ayahnya bisa bekerja di manapun.” gumam Ame sambil memangku dagunya untuk berpikir lebih dalam. “Apa kau tahu kalau anak itu sudah meninggal?” tanyanya lagi.

Muramasa mengangguk kan kepalanya, lalu menyalakan sebatang rokok lagi. Dia sempat menawarkan rokok kepada Ame, namun Ame menolaknya.

“Seijurou yang memberitahuku tentang kematian anak itu. Karena terjadi kecelakaan kerja yang tidak disengaja, anak itu menyelamatkan nyawa Ayase dengan mengorbankan nyawanya. Meskipun pada akhirnya Ayase tetap mengalami amnesia karena kepalanya terbentur cukup keras dengan aspal.” jawab Muramasa datar.

Adrenalin Ame tersentak. Hal itu baru diketahuinya. Selama ini Ayase hanya menceritakan padanya kalau dia mengalami amnesia saat masih kecil. Tapi, tidak pernah menceritakan kalau ada seorang anak yang menyelamatkannya. “Bertambah satu lagi fakta yang harus aku ketahui,” gumamnya.

Bersambung.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro