Chapter 8: 2.0 Version

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Jam 10:00 pagi di penjara Kota O.

Ame baru saja selesai mengurus segala surat-surat yang diperlukan sebagai persyaratan pembebasan Aizen. Dia pun menghampiri Aizen yang sudah menunggunya di pintu keluar penjara.

Aizen yang sedang bersandar di tembok pun berjalan menghampiri Ame. “Aku tidak menyangka hanya dengan cara seperti itu bisa membebaskanku,” ucapnya heran.

“Kau bebas, tapi berada dalam pengawasan dan tanggung jawabku. Aku mohon, jangan salah gunakan kepercayaanku ini.” ucap Ame sambil menatap tajam Aizen.

“Tenang saja. Kalau perlu setelah urusan pembalasan dendamku selesai, aku tidak keberatan dikembalikan ke sini.” jawab Aizen menatap balik Ame dengan serius.

“Kalau begitu, ayo kita pergi. Ada pertemuan yang harus kita datangi,” ucap Ame dengan tersenyum. Dia pun melangkah lebih dahulu mendahului Aizen.

“Sebelum kita ke sana, bolehkah membeli sesuatu terlebih dahulu untuk mengisi perut?” tanya Aizen sambil memegangi perutnya.

Ame melirik ke belakang dan menganggukkan kepalanya, lalu kembali berjalan menuju ke mobil diikuti juga dengan Aizen.

***

Jam 10:45 pagi di Toko Paradise.

“Aku diminta untuk datang ke sini, hanya saja aku lupa apa yang harus aku katakan.” ucap seorang laki-laki berpakaian serba hitam kepada pelayan toko.

“Maaf, Tuan. Aku tidak mengerti maksudmu. Apa kau ke sini untuk mencari figure yang langka?” tanya pelayan itu antusias.

“Sudah aku bilang, aku ke sini bukan untuk mencari mainan.” jawab laki-laki itu dengan menyilangkan kedua tangannya, mencoba terus mengingat kata sandi yang dia lupakan.

“Tuan, ini bukanlah mainan. Tapi, mahakarya yang dibuat oleh tangan-tangan dewa sehingga bisa menciptakan keindahan seperti ini,” ucap pelayan itu dengan riangnya.

Di saat keduanya sedang sibuk dengan urusannya masing-masing, seorang wanita baru saja datang membawa sebuah tas ransel olahraga besar di pungungnya.

“Permisi,” ucap wanita itu lembut.

Pelayan itu masih terbawa ke surga setelah menjelaskan keagungan figure kepada laki-laki berpakaian serba hitam itu.

“Permisi!” ucap wanita itu dengan suara yang keras.

Akhirnya, pelayan itu pun tersadar dari fantasinya dan menenangkan dirinya kembali. “Maaf, Nona. Ada yang bisa aku bantu?” tanya pelayan itu ramah.

“Jika panas terlalu terik, biar hujan yang membimbing mencari kesejukan.” ucap wanita itu dengan tatapan yang serius.

“Silahkan masuk, Nona. Anda sudah ditunggu,” ucap pelayan itu dan bermaksud menunjukkan jalan untuk wanita itu.

“Tunggu, itulah yang ingin aku katakan. Aku tidak punya ingatan yang bagus. Lagi pula laki-laki itu terlalu cepat mengatakannya padaku, jadi aku tidak punya kesempatan untuk mengingat.” ucap laki-laki itu sambil mengelus-ngelus dagunya dengan jari.

“Maaf, Tuan. Kalau begitu, boleh aku tahu namamu?” tanya pelayan itu memastikan.

“Daiki Kageyama,” ucap laki-laki berpakaian serba hitam itu.

“Menarik sekali. Kau membawa dua pedang di pinggangmu secara terang-terangan seperti itu. Apa kau tidak takut mendapatkan masalah nantinya?” tanya wanita itu dengan sedikit meledek.

“Aku hanya perlu menjawab kalau aku sedang melakukan cosplay menirukan gaya Kirito dari Sword Art Online. Masalah selesai,” jawab Daiki dengan santainya.

Wanita itu sedikit tertawa mendengarkan perkataan Daiki yang menurutnya lucu.

“Tidak sopan. Menertawakan perkataan seseorang yang tidak kau kenal,” ucap Daiki datar.

“Maaf, maaf, aku tidak bermaksud tidak sopan padamu. Kalau begitu, Kageyama, namaku Izuna.” ucap wanita itu dengan sedikit tersenyum.

“Memanggil nama belakang? Kau old school sekali. Sudah hampir enam tahun orang-orang menghilangkan kebiasaan itu. Itu artinya kau juga memperkenalkan nama belakangmu?” tanya Daiki penasaran.

“Iya. Izuna adalah nama keluargaku. Aku hanya meneruskan apa yang sudah ayahku ajarkan padaku,” jawab Izuna terlihat sedikit murung walaupun sedang tersenyum.

“Semua orang punya caranya masing-masing untuk menjalani hidupnya,” ucap Daiki datar dan langsung berjalan meninggalkan Izuna.

“Dia yang menyindir tentang kesopanan, dia sendiri tidak sopan meninggalkan wanita sendirian.” ucap Izuna dengan geramnya.

Sekitar 15 menit kemudian, Ame dan Aizen tiba di Toko Paradise.

“Mereka semua sudah datang menunggumu, Rainy.” ucap pelayan itu dengan senyumannya yang berbinar-binar.

“Karasu …” gumam Ame menahan rasa kesalnya terhadap Karasu.

Setelah keduanya masuk ke dalam lift rahasia, baru di situlah Aizen menanyakan pada Ame apa yang ada dalam benaknya.

“Siapa itu Rainy?” tanya Aizen dengan polosnya.

Dari semua pertanyaan kenapa dia menanyakan hal itu? Kenapa dia tidak bertanya kenapa harus toko boneka yang dijadikan markas rahasia. Kenapa harus itu yang menjadi perhatiannya?” gumam Ame semakin kesal dengan nama panggilan anehnya itu.

“Aku tidak mau membahasnya,” jawab Ame datar.

Karena tidak mau mendesak Ame, Aizen pun menerima jawaban yang diberikannya.

Setelah sampai di lantai di bawahnya, mereka berdua menuju ke ruangan yang biasa digunakan untuk rapat. Di sana, anggota yang lainnya sudah menunggu.

Begitu Ame membuka pintunya, terlihat Daiki dan Izuna duduk dengan kokoh, Kotaro duduk dengan gugup, sedangkan Occulticlown langsung berdiri menyambut kedatangan Ame.

“Selamat pagi, Rainmaker Senpai.” sapa Occulticlown sambil membungkukkan badannya.

“Bertambah satu orang yang memanggilku Senpai,” gumam Ame lesu.

Setelah mendengar sapaan Occulticlown, Kotaro baru menyadari bahwa Ame baru saja datang. Dia pun langsung berdiri di belakang kursinya, melakukan hal yang sama persis seperti Occulticlown. “Selamat pagi, Senpai!” ucapnya lantang.

Entah kenapa aku menyesal telah merekomendasikan Kotaro,” gumam Ame sambil menggaruk-garuk kepalanya.

“Selamat pagi. Duduklah kembali,” ucap Ame dengan ramah.

“Baiklah, Senpai.” ucap keduanya bersamaan dan duduk kembali setelahnya.

“Kenapa mereka berdua memanggilmu ‘Senpai’?” tanya Aizen lagi.

“Panjang ceritanya, Aizen. Duduklah di sebelah Kotaro,” ucap Ame sambil menunjuk kursi kosong di sebelah Kotaro.

Aizen pun duduk di kursi yang ditunjukkan Ame, sedangkan Ame berdiri di bagian depan agar semua anggota yang sudah duduk bisa melihatnya.

Masih ada satu lagi yang belum datang, apa dia terlambat? Sepertinya bagian dari diriku yang dahulu, sama dengannya. Terlambat di hari pertama pertemuan,” gumam Ame dengan sedikit tersenyum.

Di saat ruangan hening tidak ada percakapan yang dilakukan di antara mereka berenam, tiba-tiba terdengar suara gaduh dari luar.

Kazuya dan Karasu pun masuk ke dalam ruangan membawa sebuah karung besar yang mereka pikul bersama. “Kiriman datang,” ucap Karasu melontarkan lelucon.

Mereka berdua meletakkan karung yang mereka bawa di lantai, lalu membukanya. Terlihat sosok pria sudah terikat di kedua tangan dan kakinya, serta mulutnya yang ditutupi lakban. Mereka pun membopongnya dan mendudukkannya di kursi kosong terakhir yang berada di sebelah Izuna.

Karasu membukakan penutup mata yang menutupi orang itu, sedangkan Kazuya melepaskan lakban yang menutupi bibirnya.

PLAKK!

Tamparan keras ke arah wajah dilontarkan Kazuya kepada laki-laki itu, sehingga dia pun langsung terbangun.

Laki-laki itu perlahan membuka matanya dan langsung terkejut melihat keberadaan Kazuya dan Karasu di hadapannya. “Majulah! Akan aku layani kalian berdua,” teriak laki-laki itu.

Mendengar teriakan laki-laki itu yang penuh semangat, semua orang yang ada di ruangan itu pun tertawa kecil melihat tingkahnya.

“Kenapa aku diikat seperti ini? Di mana aku sekarang? Kalian pasti menggunakan cara licik dan membiusku sehingga kesadaranku menghilang. Pengecut!” Laki-laki itu terus berontak dan terus berusaha melepaskan ikatannya.

“Maaf, kami berdua terpaksa melakukan itu padamu karena kau keras kepala sekali. Kemarin kau menyetujuinya, lalu kenapa tadi pagi kau berubah pikiran?” tanya Kazuya sambil menyilangkan kedua tangannya di dada.

“Bukan urusanmu mengetahui apa alasannya,” jawab laki-laki itu memalingkan wajahnya dari pandangan Kazuya.

“Mau berapa kali lagi kau dipecat dari pekerjaanmu karena masalah yang sama? Masalah tentang emosi yang tidak bisa dikendalikan dengan baik, benarkan?” ucap Kazuya dengan nada sedikit meledek.

“Baiklah, aku sepakat mengikuti pertemuan ini. Tapi, lepaskan semua ikatan ini dariku.” ucap laki-laki itu dengan memohon.

Kazuya pun melepaskan semua ikatan yang tertambat di tubuh laki-laki itu. “Sebelumnya aku peringatkan, jangan coba-coba melawan. Orang-orang yang ada di hadapanmu ini punya kemampuan membunuh yang jauh di atasmu. Jadi, jangan berbuat sesuatu yang akan membahayakan nyawamu.” ucap Kazuya dengan tersenyum dan di saat yang bersamaan, dia selesai melepaskan semua ikatannya.

Kazuya pun melangkah mundur dan berdiri jauh di belakang Ame bersama dengan Karasu.

“Baiklah kalau begitu sudah bisa kita mulai. Tapi, sebelum memulainya ada baiknya kita saling memperkenalkan diri.” ucap Ame dengan tersenyum menatap satu-persatu mereka berenam.

Mereka tidak seperti Troublemaker yang anggotanya adalah seorang kriminal. Pengenalan diri jelas tidak dibutuhkan di sana. Tapi, untuk tim ini aku rasa diperlukan. Mengingat tidak semua dari mereka adalah kriminal,” gumam Ame dengan sedikit tersenyum.

“Namaku, Ame Musashi. Panggil saja aku ‘Ame’. Usiaku masih 20 tahun, pekerjaanku adalah Bounty Hunter.” ucap Ame datar.

“Kau lebih muda satu tahun dariku. Apa jangan-jangan kau yang paling muda di antara kami? Tapi, kau yang akan memimpin?” tanya Daiki heran.

“Iya, bisa dibilang begitu.” jawab Ame dengan yakin.

Izuna mengangkat tangannya. “Sebenarnya, akulah yang lebih muda. Aku masih 17 tahun,” ucapnya agak malu-malu.

“Kalau begitu, selanjutnya kau yang akan memperkenalkan dirimu.” ucap Ame sambil menatap Izuna.

“Baiklah.” Izuna pun berdiri dan menatap satu-persatu mereka. “Namaku, Hato Izuna. Panggil aku Izuna. Seperti yang sudah kalian dengar, aku masih 17 tahun. Pekerjaanku sama seperti The Rainmaker, aku seorang bounty hunter.” ucapnya lantang. Dia pun duduk kembali begitu selesai memperkenalkan dirinya.

Tanpa berdiri seperti yang Izuna lakukan, Daiki mulai memperkenalkan dirinya sambil tetap menyilangkan kedua tangannya di dada. “Namaku, Daiki Kageyama. Panggil aku Daiki. Usiaku 21 tahun. Pekerjaanku bermacam-macam, yang jelas kalian pasti tidak mau mendengar semuanya.” ucapnya datar.

Karena tubuhnya yang pendek dan tidak mau kalah dengan Izuna yang juga sama-sama perempuan, Occulticlown berdiri di atas kursinya. “Namaku, Occulticlown. Panggil aku OC (dibaca Osi). Usiaku 27 tahun. Pekerjaanku adalah hacker dan programming, tergantung permintaan. Aku anggota kepolisian yang sudah di nonaktifkan.”

Kotaro pun berdiri setelah selesai menghela napasnya agar lebih tenang. “Namaku, Kotaro Minerva. Nama belakangku yang terdengar asing memang diambil dari nama belakang ayahku, orang yang berkebangsaan Luxembourg. Usiaku 25 tahun. Pekerjaanku adalah detektif di kepolisian dan masih aktif sampai saat ini.”

Aizen pun berdiri dengan tegak, menatap lurus ke depan. “Namaku, Aizen Tanaka. Panggil aku Aizen. Usiaku 23 tahun. Aku baru keluar dari penjara, jadi aku belum punya pekerjaan.”

Dengan perasaan yang masih jengkel dan kesal, laki-laki yang dibawa Kazuya dan Karasu dengan karung, terlihat terpaksa mengenalkan dirinya. “Namaku, Shingo Nagato. Panggil aku Shingo, Bingo, atau LV terserah kalian. Tampaknya aku yang paling tua, usiaku 28 tahun. Percayalah, pekerjaanku banyak rupanya.” ucap Shingo sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

Setelah perkenalan selesai dilakukan, Kazuya membagikan selembar kertas dan pulpen untuk mereka masing-masing.

“Apa ini?” tanya Daiki heran.

“Itu adalah surat kontrak. Dengan begitu, kalian bekerja secara resmi dan tidak ilegal. Kalau kalian menandatanganinya, artinya kalian sepakat menjadi bagian dari organisasi rahasia ini untuk membantu menyelesaikan kasus Black Mask.” ucap Ame.

Tidak seperti yang lainnya yang terlihat berbinar-binar dan senang melihat angka yang tertera sebagai jumlah uang yang akan mereka dapatkan, Daiki dan Aizen menandatangani kontrak itu tanpa tertuju pada hal itu.

“Tiga orang bekerja karena dendam, empat yang lainnya bekerja layaknya profesional. Apa tim ini bisa berjalan dengan lancar?” tanya Kazuya dengan suaranya yang pelan.

“Aku tidak bisa memberi gambaran. Bagaimana hasil kedepannya, tergantung pada apa yang Ame pilih dan rencanakan. Doakan saja yang terbaik untuknya,” ucap Karasu dengan tersenyum dan melirik sejenak ke arah Kazuya.

“Bantu dia kapanpun dia membutuhkanmu, Karasu. Bagaimanapun juga dia punya peran penting,” ucap Kazuya dengan serius dan tetap menatap lurus ke depan.

“Iya, aku tahu. Kau juga sebaiknya berhati-hatilah. Semakin banyak yang mencoba untuk menerjang masuk. Kalau kau lengah sedikit saja, kau akan berakhir seperti Fugusa.” ucap Karasu dengan serius.

“Iya, aku tahu.” ucap Kazuya datar.

Setelah semua kertas telah diberikan Ame, dia pun memberikannya kepada Kazuya dan kembali ke hadapan mereka semua, bermaksud untuk menjelaskan apa yang akan mereka lakukan pertama kali.

“Demi mengenal satu sama lain lebih jauh, nanti sore aku akan mengadakan latih tanding untuk kalian dan juga aku. Penting mengenali cara bertarung kita satu sama lain,” ucap Ame dengan tersenyum.

Ekspresi mereka berbeda-beda menanggapi latih tanding yang akan diadakan oleh Ame. Shingo, Daiki, dan Aizen terlihat serius siap untuk bertarung. Izuna dan OC terlihat santai saja seperti tanpa beban. Sedangkan Kotaro, sebagian besar area tubuhnya bergerak tak mau diam seperti orang yang terlihat gelisah.

“Akan seperti apa latih tanding nanti. Siapa yang lebih kuat di antara kita bertujuh?” gumam Ame tidak sabar menunggu sore tiba.

Bersambung.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro