Chapter 15: Intimidasi

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

“Hahahaha!” Ogura tertawa begitu lepas setelah mendengarkan cara Kaguya mengatasi masalah yang hampir mengacaukan rencana.

Tidak hanya Ogura saja yang tertawa. Yume dan Asuka juga ikut tertawa meskipun tak selepas tawa Ogura. Sementara Taka dan Kuro hanya bisa geleng-geleng kepala. Kaguya sendiri saat ini tengah dirundung rasa malu yang tak akan pernah dilupakannya seumur hidup.

Ogura menghentikan tawanya, menarik napas panjang, kemudian menghembuskannya perlahan untuk membuat dirinya tenang kembali. “Jujur saja, sebenarnya cara itu sempat terbersit di dalam kepalaku, Kaguya. Hanya saja, aku merasa tidak mengutarakannya padamu karena aku tahu kau punya harga diri yang cukup tinggi. Ternyata, kau jauh lebih pintar dibandingkan dugaanku.”

“Pintar?” Kaguya terdengar bingung saat bertanya pada Ogura. Namun, Taka yang ada didekatnya pun juga bingung kenapa Ogura mengatakan Kaguya itu pintar.

Ogura sedikit tertawa begitu mendengar Kaguya dan melihat Taka tak mengerti maksud dari perkataannya. “Orang yang pintar adalah orang yang selalu mengutamakan keberhasilan lebih dari apapun. Mungkin sejenak terpikir dalam benakmu bagaimana jadinya jika rencana ini berantakan. Pasti akan makan banyak waktu, tenaga, dan uang yang lebih banyak. Kita bertujuh akan rugi sana sini. Tapi dengan cerdasnya kau menemukan cara terbaik untuk mencegah hal itu tidak terjadi. Caramu tadi tak akan pernah kami lupakan, tapi tindakanmu mau melakukan hal memalukan semacam itu untuk menyelamatkan rencana, kami akan selalu mengingatnya seumur hidup kami.”

Setelah mengutarakan apa yang ada di dalam benaknya saat ini, Ogura dapat mendengar banyaknya suara tawa kecil di alat komunikasinya. Menandakan bahwa mereka semua memahami apa yang dia katakan. Namun di tengah-tengah momen tawa itu, seseorang memecahkan suasananya. Siapa lagi kalau bukan Ame.

“Selesai!” seru Ame dengan lantang.

Ogura terkejut, tidak, semuanya terkejut. Mereka berenam sama-sama tahu kalau ini baru empat menit sejak Ame mulai masuk ke dalam sistem. Tapi dia sudah berhasil melakukan tugasnya. Sontak, Kaguya langsung mencabut ‘The Worst’ karena baru ingat akan hal itu. Untung saja, masih tersisa enam detik sebelum sampai sepuluh menit batas pemakaian.

Ogura dan Taka juga langsung melepas alat komunikasi mereka. CCTV di ruangan itu sudah kembali menyala, jelas mereka berdua harus melepaskannya atau bisa ketahuan nanti oleh orang yang menjaga CCTV.

Kini, mereka bertujuh sampai di tahap akhir rencana, yakni, kabur. Kuro masuk ke dalam kamar mandi dan memberikan alat komunikasinya kepada Kaguya. Kaguya pun meletakkan ‘The Worst’ dan dua alat komunikasi milik mereka di tempat ‘The Worst’ diletakkan sebelumnya. Setelah meletakkan itu, mereka berdua kembali ke mini bus menyusul Ame, Yume dan Asuka yang sudah berada di sana.

Giliran Tim Penawar yang kabur sekarang. Setelah menutup kembali kotak sistem perkabelan dengan rapat, mereka berdua keluar dari ruangan itu dan langsung disambut dengan ramah oleh penjaga yang menemani mereka.

“Terima kasih atas kerja keras kalian. Aku sudah mendapatkan kabar dari rekanku bahwa CCTV-nya sudah kembali menyala. Soal pembayarannya nanti, pihak kami akan langsung membayarkannya ke rekening yang sudah disepakati sebelumnya.” Penjaga itu benar-benar tersenyum jauh lebih ramah dibandingkan sebelumnya.

Ogura dan Taka kompak memasang senyuman tipis yang sangat terpaksa mereka keluarkan. “Sama-sama,” ucap keduanya bersamaan.

Mereka berdua berjalan mengikuti langkah penjaga itu. Mereka memang tak mengatakan apapun, tapi ekspresi datar di wajah mereka saat ini tergambar jelas kalau mereka sedang memikirkan cara terbaik untuk membunuh semua penjaga keamanan di Kasino ini.

“Saat datang senyum mereka palsu semua. Ketika selesai dan diperbaiki dengan benar, mereka tersenyum manis sekali. Manusia memang menyedihkan.” Ogura menatap tajam ke arah penjaga itu. Taka mendengar jelas perkataan yang diucapkan pelan oleh Ogura itu, tapi dia memilih untuk tak mengomentarinya.

Begitu sudah sampai di depan Kasino, mereka berdua mendapatkan ucapan terima kasih dari empat penjaga keamanan yang ada di sana. Setelah mengucapkan sama-sama dan pura-pura tersenyum, mereka berjalan kembali ke mobil.

“Aku butuh waktu lima detik untuk membunuh mereka berlima dengan pisau plastik yang kau sembunyikan di lengan atas tangan kananmu.” Taka tetap menatap ke depan, tak melirik sedikitpun ke arah Ogura.

Ogura sedikit tertawa begitu mendengar perkataan Taka. “Kalau aku, aku butuh waktu empat detik. Soal menembak aku memang jauh di bawahmu, tapi soal keterampilan menggunakan pisau kau tidak ada apa-apanya bagiku.”

Taka melirik sejenak ke arah Ogura dengan sedikit tersenyum. “Seram … seram … seram….”

Ogura terkejut. Bukan karena Taka meniru perkataannya, tapi karena melihat Taka tersenyum. “Orang sepertimu yang ekspresinya sudah mati, ternyata bisa tersenyum tulus juga rupanya. Seram … seram … seram….”

Sebelum masuk ke dalam mobil, Ogura melemparkan kuncinya kepada Taka memintanya untuk bergantian menyetir. Namun, Taka melemparkan kuncinya balik, yang langsung membuatnya terkejut. “Kenapa? Kau tidak berbuat banyak hal dalam rencana ini. Jadi, buatlah dirimu berguna.”

Taka memalingkan wajahnya dari Ogura. “Aku tidak bisa menyetir mobil.”

Ogura sama sekali tak tertawa mendengar perkataan Taka. Dia justru langsung masuk ke dalam mobil, begitu juga dengan Taka. Saat mereka berdua sudah berada di dalam ….

"Hahahaha!” Barulah Ogura tertawa lepas sembari menyalakan mobilnya. Namun, tawanya hanya sebentar. Dia menoleh ke arah Taka dan menatapnya dengan tersenyum. “Sebelum kembali ke markas, kita mampir ke minimarket. Ada sesuatu yang mau aku beli. Jadi, kabari salah satu dari mereka kalau kita berdua akan datang agak terlambat, lalu coba lakukan intimidasi sederhana kepada kedua teknisi itu.”

Taka tidak tahu apa yang ingin Ogura beli di minimarket, tapi dia malas bertanya karena Ogura baru saja menertawakannya. Dia pun mengabari Kaguya, sesuai dengan apa yang Ogura katakan. Tak kurang, tak lebih.

***

Anggota Troublemaker yang menaiki mini bus, sudah tiba di markas. Begitu Kuro selesai membuka gembok di pagar besi, mereka berjalan masuk ke dalam. Saat itu, Kaguya baru menyadari kalau Taka mengirimnya sebuah pesan singkat. Sontak, dia langsung menahan yang lainnya untuk tidak masuk ke dalam markas terlebih dahulu.

“Ada apa?” tanya Kuro heran.

“Taka mengirimku sebuah pesan singkat. Dia bilang, dia dan Ogura akan mampir ke minimarket terlebih dahulu untuk membeli sesuatu. Ogura juga bilang kalau kita harus melakukan intimidasi sederhana. Ada yang bisa melakukannya?” Kaguya menatap ke arah keempat rekannya, tak ada satupun dari mereka yang merespon.

Asuka tiba-tiba mengangkat tangannya. “Intimidasi itu menebarkan ancaman, bukan?”

“Bisa dibilang begitu,” jawab Kaguya, Kuro, dan Ame bersamaan.

“Aku bisa,” ucap Asuka dengan antusiasnya.

Seketika itu juga, Asuka langsung masuk ke dalam meninggalkan yang lainnya.

“Mendadak firasatku tidak enak,” ucap Kaguya yang langsung disambut anggukkan kepala setuju oleh Ame, Kuro dan Yume.

Benar saja. Begitu mereka berempat masuk, mereka melihat Asuka sedang membentak-bentak kedua teknisi itu dengan kata-kata mengancam. Kaguya dan Kuro pun langsung menghampirinya. Mereka berdua tak langsung menghentikan Asuka, tapi ingin melihat terlebih dahulu apa yang ingin dilakukannya.

“Kalian berdua sudah mendengarkan baik-baik perkataanku tadi, bukan? Apa kalian sudah mengerti sekarang?” tanya Asuka dengan nada mengancam.

“Sudah, sudah, sudah. Aku mengerti.” Karasawa memalingkan wajahnya karena tidak berani menatap langsung mata Asuka.

“Aku berjanji akan tutup mulut,” ucap Maeda dengan gemetar.

Asuka menepuk-nepuk dengan pelan pipi Karasawa dan Maeda. “Bagus kalau kalian berdua sudah mengerti. Tapi, coba katakan padaku bagaimana caranya aku bisa percaya dengan perkataan kalian?”

Karasawa dan Maeda hanya terdiam tak bisa mengatakan apapun. Sontak, Asuka langsung mengepal-ngepalkan tangannya dan mengarahkan pukulannya ke arah Maeda.

“Jangan!” teriak Maeda ketakutan.

Namun … pukulan Asuka tak sampai mendarat di wajah Maeda, melainkan mendarat dalam genggaman tangan Kuro yang sudah berdiri di hadapannya. Kaguya juga menekan area di sekitar sendi putar dan pundak kanan Asuka dengan jari telunjuknya.

Kuro sudah berada di hadapanku dan menahan pukulanku dengan tenangnya? Seberapa cepat dan kuatnya dia sebenarnya? Dan juga … tangan kananku sama sekali tidak bisa bergerak. Kaguya menekan di area yang membuat tanganku tak bisa digerakkan. Dasar … suka sekali mencari-cari kesempatan.” Asuka menundukkan kepalanya dan menggertakkan giginya.

“Kita disuruh mengintimidasinya, bukan menyiksanya.” Kaguya melepaskan telunjuknya dari pundak Asuka.

“Pukulanmu dapat membuat rahangnya bergeser, jadi tahanlah emosimu sedikit saja.” Kuro juga melepaskan cengkramannya dari kepalan tangan Asuka dan kembali berdiri di sebelah Kaguya.

“Iya, aku minta maaf.” Meski kesal mengakui kesalahannya, tapi Asuka tidak bisa menyangkalnya. Dia melampiaskan kekesalannya dengan memukul sisi kanan perut Kaguya.

“Wah, wah, wah … sepertinya kalian sedang asik sekali.” Ogura datang bersama dengan Taka membawa sebuah plastik di masing-masing tangan mereka.

Taka memberikan plastik bawaannya kepada Yume. “Cemilan malam. Ada berbagai jenis minuman dan makanan ringan di dalamnya.” Mendengar hal itu, Asuka langsung menghampiri Yume dengan secepat kilat.

Ogura berjalan menghampiri Karasawa dan Maeda, lalu meletakkan masing-masing plastik yang dibawanya di atas pangkuan keduanya. “Ini pemberian dariku. Buka ikatan mereka Kaguya, Kuro. Biar mereka bisa membuka apa isinya.”

Kaguya dan Kuro pun melepaskan ikatan kedua teknisi itu, sehingga keduanya bisa membuka isi plastik pemberian Ogura. Keduanya bingung dan tidak mengerti apa maksud Ogura memberikan itu kepada mereka.

Ogura menatap kedua teknisi itu dengan tersenyum lebar. “Itu adalah susu untuk ibu hamil, Karawasa. Aku harap Sanae menyukainya. Dan itu adalah mobil-mobilan model terbaru, Maeda. Aku harap Hide menyukainya.”

Adrenalin keduanya pun tersentak. Mereka tak pernah memberi tahu Ogura siapa nama istri ataupun anak mereka, tapi Ogura bisa mengetahuinya.

“Aku tahu di mana kalian tinggal bersama dengan keluarga kecil kalian. Bagiku, aku hanya tinggal datang dan membunuh kalian semua. Habis perkara. Tak ada lagi saksi yang hidup untuk menceritakan kejadian ini. Tapi, apakah kalian menyukai cara seperti itu?” Ogura mengeluarkan tatapan sedihnya di hadapan Karasawa dan Maeda.

Mereka berdua pun serempak menggelengkan kepala dengan tatapan kosong.

“Sama, aku juga tidak menyukai cara itu. Jadi, karena kita sama-sama tidak menyukai cara itu, bagaimana kalau kita bekerja sama saja? Kalian berdua kembali bekerja seperti biasanya, lalu mengatakan persis seperti yang tertulis pada kertas ini kepada atasan kalian.” Ogura memberikan secarik kertas yang dikeluarkannya dari balik jaket kepada Karasawa. “Bagaimana? Kalian berdua setuju untuk bekerja sama?”

Karasawa dan Maeda menganggukkan kepala mereka bersamaan, yang langsung membuat Ogura tersenyum lebar karenanya.

“Bagus! Kalau begitu ini kunci mobilnya,”—Ogura memberikan kunci mobilnya kepada Maeda—“dan kalian berdua sudah boleh pergi dari sini. Jangan lupa berikan hadiahku pada Sanae dan Hide, ya?”

Keduanya menganggukkan kepala lagi, berdiri dan langsung melangkah pergi dari tempat itu. Begitu mereka melewatinya, Ogura bisa dengan jelas melihat air mata mereka.

Setelah Karasawa dan Maeda pergi, terciptalah keheningan. Taka, Kaguya, Kuro, Asuka dan Yume menatap Ogura dengan datar. Sementara Ame, memalingkan wajahnya tak berani menatap langsung Ogura.

Menyadari dirinya sedang diperhatikan, Ogura menatap balik ke arah mereka berenam satu-persatu. “Kenapa? Apa ada yang ingin kalian bicarakan?”

Asuka mengangkat tangannya. “Aku dan Yume hanya mau pemit pulang. Itu saja.” Asuka menarik tangan Yume, namun Yume menahannya karena ingin meletakkan plastik berisi cemilannya terlebih dahulu di lantai. Setelahnya, mereka berdua pun pergi.

“Apa yang kau lakukan tadi, bukan hanya menggunakan keterampilan bicara dan menyusun kata-kata dengan tepat saja, tapi juga bahasa tubuh dan ekspresi pada wajahmu. Katakan padaku sejujurnya. Sudah berapa banyak orang yang telah kau bunuh?” Taka menatap tajam Ogura, diikuti juga dengan Kaguya dan Kuro. Sementara Ame hanya berani merilirikkan matanya saja ke arah Ogura.

Ogura menatap balik Taka dengan tersenyum. “Seumur hidupku, aku tidak pernah membunuh orang satu kalipun. Terserah kau saja mau percaya atau tidak.”

Bersambung.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro