×Kamu×

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Ai bener-bener, deh. Masa aku ditinggal di rumah sendirian."

Conan Edogawa, anak itu tinggal sebatang kara. Beruntung ada Ai dan Profesor Agasa yang mengijinkannya tinggal di rumahnya.

Anak itu tengah merebahkan badannya dan menatap ke kalender yang dipegangnya itu.

"Coba aja semalam nggak keasikan baca novel misteri keluaran terbaru, pasti hari ini nggak gabut gini."

Anak itu melirik ke televisi yang menyala. Penyiar acara itu terlihat cantik dengan rambut yang diurai dan setelan yang membuatnya terlihat semakin cantik.

"Pemirsa, beberapa minggu lagi diperkirakan akan turun salju," ucap penyiar itu.

Conan mengalihkan perhatiannya ke langit-langit kamar. "Salju ya? Biasanya main salju bareng Ran. Dia pasti lagi dikejar sama cowok lain, astaga. Bikin panas aja tuh anak. Yah, namanya juga dia nggak tahu kalau badanku mengecil. Coba aja dia tahu."

"Salah sendiri, sih. Bodoh."

×××

Ai dan Professor Agasa masih belum kunjung datang. Padahal ini sudah lewat beberapa hari. Conan sudah beberapa kali menelpon ponsel Profesor Agasa, sayangnya tidak kunjung diangkat.

"Mereka kemana, sih? Heran."

Perut anak itu sudah keroncongan sedari tadi.

"Astaga, tega bener mereka pergi malah nggak ngasih stok makanan di rumah. Laper."

Anak itu langsung berdiri begitu mendengar suara nyaring di depan rumahnya. Conan keluar dan menatap penyebab kegaduhan siang itu.

Matanya menyipit begitu menyadari anak perempuan dengan kupluk  dan kaos yang terlihat sudah usang. Kulitnya berwarna kuning langsat, rambutnya ikal berwarna perak.

Anak perempuan itu terlihat aneh, dia habis menabrak tong sampah di dekat pagar rumah Conan, bukannya berdiri malah menangis sambil mendekap lututnya.

Conan menghela napas. "Merepotkan."

Namun, Conan tetap keluar dan mendatangi anak perempuan itu.

"Kamu siapa? Kenapa nangis? Rumahmu dimana?"

Biasanya kalau ada anak perempuan yang mendengar pertanyaan beruntun dengan nada sinis dari Conan, pasti responnya akan nangis. Namun, kali ini berbeda. Pertanyaan beruntun dari Conan malah membuat anak perempuan itu menatap balik Conan dengan mata berbinar-binar.

"Kamu jodohku, kan?"

"Pertanyaan macam apa itu?" tanya Conan balik. Seumur-umur, dia jarang menemui anak perempuan dengan tingkat kepedean setinggi anak di hadapannya.

Anak perempuan itu tersenyum lebar. Dia tahu sisa waktunya akan sangat menyenangkan bersama Conan.

Hari-hari berikutnya, anak itu terus datang dan menemani Conan, namanya Althea.  Anak itu tidak pernah marah karena dijudesin Conan, dia malah tertawa senang.

Beberapa hari berlalu, Ai dan Profesor Agasa masih belum kembali ke rumah. Hari ini, anak itu datang terlambat. Tidak seperti biasanya.

"Tumben, biasanya nyengir. Udah nggak kumat, dong," ucap Conan asal.

"Kamu kangen Ai dan Profesor?"

"Iya. Memangnya kenapa?"

"Tidak apa-apa. Mereka pasti akan kembali. Mungkin, waktuku yang sudah dekat," gumamnya pelan.

"Hah? Kamu bilang apa?"

Anak perempuan itu tersenyum lalu menggeleng lagi. Wajahnya semakin pucat dari hari ke hari, bersamanya membuat Conan jadi tidak kesepian.

"Conan, besok salju akan turun, ya? Apa yang akan kamu lakukan besok?"

"Tidak ada. Paling di rumah dan membaca novel misteri lagi."

"Ah, gitu. Besok mungkin kita tidak bertemu lagi."

Besoknya, tepat begitu salju pertama turun, Conan membulatkan matanya begitu melihat berita jika ada kecelakaan di dekat rumahnya. Korbannya hanya satu, Althea.

-Tamat-

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro