Prolog

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Now playing: I Have Nothing by Ariana Grande

24 Desember 1911

Badai musim dingin yang berembus dari barat terasa begitu menusuk dan mencekam. Tetumbuhan beterbangan ke sana-kemari, sementara biru langit semakin menggelap dan suram. Mayoritas orang yang berada di jalanan segera menyingkir ke sisi jalan Carnaby Street yang ternaungi atap. Tetapi, bukan itu yang dilakukan oleh seorang gadis muda berusia dua puluh tiga tahun, Alyssa.

Alyssa tetap berjalan di tengah badai yang bertiup mengerikan itu. Ia mengeratkan trenchcoatnya sambil berkali-kali membenarkan posisi kerudung yang selalu tertiup angin. Bibirnya kelu dan membiru, tetapi ia tak dapat mengatakan apa pun. Hatinya yang terluka membuatnya tak dapat berpikir dengan baik.

Tiba-tiba, sebuah kereta kuda melaju dengan kecepatan tinggi di jalur yang berlawanan dengan Alyssa. Oh, otak Alyssa benar-benar kosong saat itu. Ia hanya menunduk ke bawah sambil menyilangkan tangan di depan dadanya. Ia tak mendengarkan suara apa pun dari luar dirinya sendiri.

Hiiik-hiiik .... Suara ringkikan kuda yang ditarik tali kekangnya oleh kusir bahkan tak mampu menyadarkan Alyssa. Jaraknya dengan kuda itu hanya tersisa kurang dari satu meter, dan ... ya Tuhan. Bagaimana ia bisa tidak menyadari apa pun? Sesuatu yang sederhana malah segera membuyarkan lamunannya.

Seorang pria meremas lengan Alyssa dengan cepat dan menariknya ke pinggir jalan. Alyssa terdiam tanpa mengatakan sepatah kata pun. Menatap mata pria yang baru saja menyelamatkannya saja terasa begitu menyakitkan. Mata biru hazelnya segera berkaca-kaca saat melakukan kontak mata dengan pria tersebut. Hatinya juga menjadi rapuh seperti kaca.

"Hei, Ms. Apakah Anda mempunyai mata?" umpat si kusir sambil mendengus sebal, lalu kembali memacu kudanya dengan kecepatan tinggi. Umpatan itu tetap tidak semengerikan berdiri di sisi pria yang menyelamatkannya.

"Alice, kau tidak apa-apa? Maafkan aku. Tetapi tolong jangan melukai dirimu sendiri." Pria itu menyentuh punggung tangan Alyssa yang putih pucat dengan lembut, tetapi Alyssa segera mengibaskan tangan pelan. Bukan karena ia tetap bersikap lembut di hadapan pria itu, namun lebih karena Alyssa telah kehabisan energi.

"Kau sudah tak memiliki hak untuk memanggilku 'Alice' lagi," ucap Alyssa dingin sambil merapikan ulang susunan hobble-skirtnya yang berantakan diterpa angin. "Dan satu lagi. Tolong jangan muncul lagi di hadapanku. Aku tidak ingin memandangmu, atau mengingat apa pun tentangmu."

Lalu, Alyssa berbelok ke gang kecil menuju rumahnya di Marshall Street.

***

You don't know how happy I am when I can writing about London classic again. Aku berharap kalian mencintai kisah ini sama seperti aku mencintai setiap unsur-unsurnya. Terimakasih pula kepada theWWG dan DolceMedia yang telah memberiku kesempatan untuk mengikutsertakan kisah Alyssa dalam kompetisi ini.

Btw, prolog ini baru pemanasan, ya. Mulai Bab 1 nanti, akan kusuguhkan kisah-kisah yang lebih panjang dan inspiratif. Happy reading!

Hobble-skirt= gaya busana yang lazim dipakai wanita selama periode pre-war dan World War 1. Bentuknya seperti siluet rok yang menyempit di bagian bawah. Wanita yang mengenakannya hanya bisa berjalan dengan langkah-langkah kecil supaya rok tidak sobek.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro