V) Candramawa. [oneshoot : 1/2]

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Candramawa (can•dra•ma•wa)
; menyebut warna bulu kucing hitam bercampur putih.

...

Warning! Heavy OOC

...

Bulu kucing yang Levi temukan di rumahnya sangat halus.

Hitam bercampur putih, lengkara dijelaskan. Bukan Levi bermaksud hiperbola, nyatanya indah mereka memang tak dapat ditolak mata. Nayanika kelabu miliknya yang senandungkan pilu, getir akan takdir yang mengalir.

"Namamu siapa?"

Levi mengaku; ia agak tidak waras. Tidak—sepertinya, benar ia tak waras. Karena esok selanjutnya Levi menemukan secarik kertas bertuliskan: Mikasa. Oh, nama yang bagus, Levi pikir. Tapi, Levi tidak ingat pernah menulis nama itu.

Satu-satunya tersangka—

"Kau yang melakukan ini?"

—hanya ia.

Kucing tersebut berlari darinya dan mengintip di tempat yang agak jauh, malu-malu menunjukkan wajah. Levi terkekeh dan melambaikan tangannya, memberikan isyarat.

"Tidak apa. Ke mari, kau tidak ingin makanan?"

Kucing itu mengeong dan mendekatinya, mengusap-usapkan kepalanya di kaki Levi. Pria yang bersangkutan segera membuka bungkus makanan kucing yang sempat ia beli selepas pulang kerja tadi.

Levi menuangkannya sedikit untuk mengetes apakah makanan itu cocok dengan kucingnya.

"Meow."

Levi tertawa. "Kau suka, 'kan? Kuberikan lebih banyak," ucap Levi melakukan hal yang ia katakan. Sembari melihat sang kucing makan, Levi bergumam, "Namamu Mikasa, benar? Warna candramawa-mu bagus sekali, aku terkejut."

Kucing itu kembali mengeong dan melanjutkan makan.

Levi beranjak dari tempatnya dan memilih tidur, sebab ini sudah sangat malam. Pagi yang ia bangun belum terjadi apa-apa, setidaknya setelah ia kembali dari tempat kerjanya, rumahnya sudah jauh dari kata baik-baik saja.

Levi terbiasa membersihkan segala sesuatu karena ia tidak tahan melihat kotoran. Apabila seseorang mengotori teritorinya, ia akan marah besar, meski itu Petra Ral—kekasihnya—sekalipun. Lebih-lebih bila menyebut Hangë Zoe sang orang aneh yang menyandang status sahabatnya, ia tidak bisa tolerir. Jika itu menyangkut Erwin Smith, Levi tidak masalah sebab ia adalah orang yang bersih, namun atasannya itu seringkali menggodanya dengan sengaja tidak membersihkan botol alkohol di pagi mereka sadar sehabis minum-minum.

Ah—tapi, kenapa eksistensi makhluk bernyawa super imut ini mampu menggoyahkan tekad Levi untuk mengusirnya?

"Kau ingin makanan lagi?"

Sang kucing mengguling-gulingkan tubuhnya di atas karpet ruang tamu rumah Levi dan menggeleng, seolah paham dengan maksud Levi. Pria itu terkekeh dan menghampirinya, mengelus-elusnya. Levi pernah baca di internet yang ia cari malam tadi kalau kucing paling menyukai elusan di leher.

"Kau sudah kenyang? Ingin jalan-jalan?"

Sang kucing mengeong dan tersenyum, melompat-lompat. Levi ikut tersenyum.

"Tapi sebelum itu, aku akan membereskan kekacauan yang kau buat dahulu. Kau tidak bisa tanggung jawab, bukan?"

Ya, ya, nampaknya Levi benar sudah menjadi tidak waras. Orang waras mana yang mengajak kucing berbicara? Levi tahu mereka ada banyak—itu berarti orang tidak waras memang banyak. Levi bersyukur ia tidak sendiri. Sebab setelah ia sadari, mempunyai kucing meski asalnya tidak ia ketahui merupakan kesenangan hakiki.

Saat Levi sedang ke luar sebentar guna mencari pembersih lantai, pulang-pulang ia menemukan secarik kertas lagi. Bertuliskan: aku bisa tanggung jawab, kok.

Levi mulai merasa horor. Seram. Levi tidak ingat pernah menulis kalimat itu. Untuk apa pula Levi menulisnya? Bukankah sungguh sebuah ketidakbergunaan sejati? Levi tidak mungkin juga menulisnya ketika mabuk, karena seminggu lalu adalah terakhir di akhir pekan sewaktu mereka minum alkohol. Levi tidak pernah bisa mabuk, kadar toleransinya terhadap minuman keras sangat tinggi.

Jadi, siapa yang menulis ini? Levi membatin dalam hati, walau ia tak dapat jawabannya bahkan hingga selanjut pagi.

"Hei, kau manusia, 'kan?"

Lupakan kalimat tentang ia tidak bisa mabuk, sebab seertinya Levi sedang tidak sadar ketika menanyakan ini. Sudah jelas makhluk di depannya adalah kucing, apalagi yang perlu dipertanyakan?

"Kalau aku bilang iya, apa kau akan takut?"

Levi tehenyak. Levi yakin tidak ada orang di sekitarnya karena ia tinggal sendiri, dan hanya ada satu tersangka di sini. Jika Levi pikir-pikir lagi, semenjak kucing ini datang, semuanya berubah. Seperti kesialan menjadi keberuntungan, atau suasana hati Levi yang memburuk pasca bertengkar dengan Petra dan sirna ketika memasuki rumah, serta ekspresi datar yang tak lagi Levi tunjukkan sejak kucing tersebut tinggal dengannya. Kucing itu seperti memiliki kekuatan khusus—dan meski itu omong kosong, Levi ingin mempercayainya.

"Aku bisa saja berpikir ini hanya halusinasiku karena aku sudah lama tinggal di sini. Tapi, karena aku mulai tak waras, aku akan percaya. Namun sebelum ada bukti, aku tak akan membiarkanmu tinggal di sini lagi," ujar Levi bernegosiasi.

"Baiklah. Aku punya satu syarat supaya aku bisa menunjukkan buktinya padamu."

Levi meregangkan tubuhnya. "Katakan saja. Selama itu bukan permintaan gila layaknya mencuri bulan seperti yang dilakukan ayah asuh para minion di film Despicable Me, aku akan menurutinya."

"Selera humormu rendah, ya."

Levi memasang senyum manis. "Oh, aku yakin punyamu lebih rendah."

"Uh, tidak. Yang aku minta, mungkin satu set pakaian wanita dewasa. Beserta dalamannya. Secara harfiah, aku kini sedang telanjang."

Levi berjengit. "Itu menggelikan!"

"Ya, makanya, apa kau ingin melihatku telanjang? Bawakan seperti yang aku minta."

Levi mengernyit. "Aku pria dewasa. Pria dewasa mana yang menolak diberikan pemandangan seperti itu dengan gratis? Bila ada, mungkin pria itu sudah gila."

"Kata siapa aku memberikannya dengan gratis? Aku bisa lapor polisi kalau kau melakukan macam-macam."

Levi tersenyum sinis. "Eh, sudah lupa siapa yang tinggal di rumahku duluan dan merengek makan berturut-turut?"

"Aku ini kucing. Kucing wajar melakukan hal seperti itu."

Levi tergelak. "Kau baru saja mengiyakan pertanyaanku tentang apakah kau manusia. Sudah berubah pikiran lagi?"

"Aku setengah kucing, setengah manusia. Apa itu bisa menjawab pertanyaanmu?"

Levi menghela napas. "Aku tidak yakin realita tersebut ada di dunia. Bukankah hanya terjadi film-film saja? Jika ini merupakan ketidakwarasanku, ingatkan aku untuk pergi ke rumah sakit jiwa."

"Kau lucu. Nanti aku jelaskan. Bawakan dulu permintaanku."

Levi berdecih. "Aku yakin orang-orang tidak menyukaimu dalam wujud manusia. Siapa yang mau berteman dengan pesuruh sepertimu?"

"Oh, kau tidak tahu saja."

Levi menutup mata. "Ya, ya. Hentikan omong kosongmu."

.

.

.

" ... vi! Levi!"

Levi tersentak dari lamunannya. "Ya?"

"Aku tanya, untuk apa pakaian ini? Apa kau diam-diam mempunyai wanita simpanan yang sangat miskin sehingga tidak memiliki baju sama sekali? Jika betul, kenapa kau tidak mampu membeli sendiri? Kau tahu, Levi, jika itu benar, aku akan mematahkan tulangmu!" Petra mengomel panjang lebar dilanjut bagaimana ia akan mematahkan tulang Levi satu persatu apabila benar kekasihnya memiliki selingkuhan.

Levi menjelaskan dengan tenang. "Kau tahu, Petra, kalau aku sangat menyukaimu? Aku tidak akan berselingkuh dengan wanita lain, jangan khawatir." Levi menatap pakaian Petra yang ada di tangannya. "Lagipula, besok aku ada dinas selama satu minggu. Kita tidak pernah berpisah delama itu, bukan? Aku akan rindu padamu. Makanya aku meminta pakaianmu."

Petra masam dengan muka semerah kentang rebus. "Sampai dalaman juga? Aku tidak tahu kalau kau orangnya sangat mesum."

"Semua manusia itu mesum, Sayang. Tergantung bagaimana mereka menunjukkannya. Kalau aku, aku hanya mesum kepadamu." Levi lihai melontarkan kalimat itu dari mulutnya. Sebenarnya tidak ada dinas satu minggu, ia butuh waktu segitu untuk berbicara dengan kucing-setengah-manusia yang ada di rumahnya. Karena arah rumah mereka—Levi dan Petra—tidak sejalan dan memakan waktu satu jam serta berbeda perfektur, Levi yakin ia tidak akan ketahuan. Sebab Petra memang jarang mengunjungi kawasan rumahnya dan Levi lah yang sering mengunjungi Petra sampai dikenal tetangganya.

"Oh, apakah itu hal yang bisa dibanggakan?" tanya Petra dengan raut kesal. "Eh, kau bilang kau akan dinas satu minggu? Apa sahabat-sahabatmu ikut?"

Levi berpikir sebentar. Sahabat?

"Apa maksudmu Hangë dan Erwin? Hanya Hangë saja yang ikut. Tidak Erwin karena ia adalah atasan." Levi harus menyiapkan ekstra dana jika melibatkan sahabatnya pada kebohongan yang ia buat. Hangë itu pamrih, Levi yakin apabila ia tidak memberikannya uang, Hangë akan membeberkan kebohongannya. Bila itu berbicara tentang Erwin, lelaki itu selalu mengerti alasannya, jadi tidak akan ada masalah.

"Ah, baiklah." Petra mengangguk-angguk. Hening menguasai selama beberapa saat.

"Bisa tolong berikan kunci rumahmu?" Petra berkata lagi.

Levi hampir terjungkal. "Uh, untuk apa?"

"Kau suka bersih, 'kan? Jika kau pulang nanti dan menemukan rumahmu berdebu, itu akan merusak perasaanmu dan kemudian kita akan bertengkar lagi. Aku tidak ingin itu terjadi. Aku berinisiatif membersihkan rumahmu selama kau pergi."

Levi sempat lupa kalau kekasihnya sangat perhatian. Afeksi berlebih itulah yang terkadang membuat pertangkaran diantara mereka, secara Petra ingin yang terbaik untuk Levi sedang pria itu sendiri ingin biasa-biasa saja. Pribadi yang tidak benar-benar bertolak belakang jika dibandingkan dengan hubungan antara Mike Zacharias dan Nanaba, meski keduanya sama-sama berani, Mike takut dengan badut, sementara Nanaba mungkin yang menjadi badutnya. Sungguh hubungan yang harmonis.

"Petra, kau harus tahu kalau kau tidak perlu selalu memikirkanku. Uruslah dirimu sendiri. Bila kau bolak-balik dari tempatmu ke rumahku, itu akan memakan waktu dua jam sendiri. Belum lagi kau bekerja sampai sore, apa kau tidak akan lelah? Kalau sampai di rumahku pun kau tidak beristirahat, tapi membersihkannya. Bukan kelegaan karena bersih yang aku temukan saat pulang, melainkan kekhawatiran sebab kau jatuh sakit karena terlalu memaksa diri. Jika sudah begitu, siapa yang pantas disalahkan? Aku yang keras kepala tidak ingin merepotkanmu atau kau yang keras kepala ingin yang terbaik untukku?"

Ini pertama kali Levi berbicara sepanjang itu. Levi tidak menyesalinya. Jika itu demi keluasan berbicara mengenai penasaran tentang sang kucing-setengah-manusia, apa pun akan Levi lakukan.

Petra menunduk. "Aku ... tidak berniat membuatmu mengkhawatirkanku. Maaf."

Levi menghela napas. "Jangan meminta maaf. Lain kali, pikirkanlah baik-baik. Aku tidak suka kau terlalu memaksa diri. Apa mau dikata jika itu sudah mencapai batasmu? Terkadang, pemikiran rasional jauh lebih memuaskan daripada pikiran yang berdasar dari perasaan."

"Iya, aku minta maaf." Petra mendongak. "Tapi omong-omong, aku baru pertama mendengarmu berbicara sepanjang ini. Apa kau sudah pernah melakukannya di depan sahabat-sahabatmu?"

"Tidak." Levi menjawab singkat, kembali ke mode Levi-nya yang asli.

"Oh, ayolah, kau tidak seru!"

.

.

.

"Sudah, aku tinggalkan begini saja?"

Levi bertanya pada entah-siapa di dalam kepalanya, meletakkan pakaian Petra di ranjang kamar tidurnya. Sang kucing-setengah-manusia membalas, "Ya, begitu saja."

Kucing itu melompat ke ranjang Levi dan menggerak-gerakkan ekornya, seperti mengisyaratkannya untuk pergi. Kucing itu mengeong berkali-kali, semakin tidak sabar.

Levi terkekeh. "Iya, iya, aku ke luar."

Levi melakukan sesuai apa yang dikatakannya, mengunci pintu dari luar. Pria itu menunggu selama tiga menit lamanya, membuat ia melamun. Ketukan di pintu menyadarkannya.

"Sebentar, aku buka kuncinya."

Begitu Levi membuka pintu, Levi dikejutkan dengan pemandangan seorang gadis cantik berambut pendek dengan aura suram. Tapi, cantiknya tidak main-main. Apalagi dengan pakaian Petra yang notabene sangat modis, Levi yakin kecantikannya berlipat-lipat. Suaranya yang Levi dengar di kepalanya juga sangat halus. Semua tentang dirinya sempurna.

Untuk pertama dan terakhir kalinya dalam sejarah, Levi pingsan.

.

.

.

"Jadi, namamu Mikasa?"

Gadis yang menyebut dirinya Mikasa mengangguk, masih tidak membuka mulut. Levi hampir frustasi. Padahal gadis itu sangat cerewet di kepalanya, tapi saat menjadi manusia, tiba-tiba ia seperti orang bisu.

"Tadi, kenapa kau pingsan?"

Levi mendengkus. Tuh, lihat! Levi hampir mencaci kalau-kalau ia tak sadar diri, bahwa ia yang meminta kejelasan tentang kucing-setengah-manusia ini. Levi harus sabar. Benar, bukan? Petra bilang; orang yang mudah marah itu nanti cepat tua. Meski Levi sudah di akhir dua-puluhan, Levi masih ingin menjadi muda.

"Aku terlalu kagum oleh kecantikanmu," jawab Levi asal. Gadis itu terkikik di kepalanya; meski itu terlihat aneh sebab raut manusianya suram luar biasa.

"Aku memang cantik. Kau baru tahu?"

Levi tersenyum remeh. "Setelah melihat candramawa-mu, aku jadi tidak terkejut."

"Oh, kau menyebalkan."

Levi menyeringai. "Baru tahu?"

"Setelah melihat kelakuanmu beberapa hari ini, aku jadi tidak terkejut."

Levi berjengit. "Kau membalikkan perkataanku?!"

"Apa itu dilarang di negara ini? Konyol sekali."

"Kau—,"

"Kau ingin membicarakan apa, sebenarnya?"

Gadis itu angkat bicara juga, mampu membuat Levi terjungkal. Kepala pria itu terantuk lantai kayu dan itu benar-benar sakit. Secara harfiah sebab nyeri yang ia rasakan pada tulang tengkoraknya nyata. Levi tidak pernah seperti ini di depan gadis lain dan itu konyol.

"Semuanya. Jelaskan tentang asal-usulmu."

"Dan kalau aku tidak ingin menjelaskan?" Si gadis menolak, bertopang dagu dan memasang senyum miring.

Levi berdecak. "Aku akan mengusirmu. Kau datang ke aku karena tidak punya tempat tinggal, bukan?"

"Aku bisa saja keluar dari sini dan menjual diri untuk mendapatkan tempat tinggal. Tapi itu tidak aku lakukan, sebab rajaku memilihmu."

Levi mengernyit. "Raja?"

Mikasa tertawa. "Kau pikir bangsa seperti kami yang sangat langka ini tidak mempunyai raja? Akan jadi seperti apa nanti? Manusia saja tidak mengetahui keberadaan kami kecuali orang-orang terpilih dari raja yang diyakini pintar malah membocorkannya."

"Memang apa yang didapat dari membocorkannya?"

Mikasa mengedikkan bahu. "Yah, kau tahu, semacam menjualnya pada pasar gelap untuk mendapat uang yang banyak. Kasus seperti itu sudah ada satu jika aku pikir, tapi raja dengan cepat membereskannya. Tulang-tulangnya menjadi hiasan di istana dan dagingnya diberikan kepada para kucing kecil."

"Itu mengerikan!" Levi hampir meringsut.

"Nah. Mungkin rajaku bisa melakukan hal lebih apabila gen Ackerman sepertimu yang membocorkannya. Kau tahu pamanmu? Kenny Ackerman juga ditugaskan merawat satu kucing-setengah-manusia dan ia melakukannya dengan baik. Ibumu juga, Kuchel Ackerman, merawat temanku yang bernama Armin Arlelt. Kalau pamanmu merawat temanku yang satu lagi yaitu Eren Yeager." Mikasa berbicara panjang lebar, tidak menunggu Levi untuk bisa mencerna semuanya sebab Levi rasa ini semua benar memusingkan.

"Oh ... kucing yang selalu dipanggil Ibu dengan 'Aru'? Aku pikir aku mengingatnya."

Mikasa mengangguk. "Mereka tidak pernah menunjukkan wujud manusianya kepada yang bukan tuannya. Begitu juga aku." Mikasa merenggangkan tubuhnya. "Jadi jika kekasihmu datang, beritahu aku. Rajaku akan menghukumku apabila aku menunjukkan wujudku dengan selainmu."

Panjang umur, karena bel pintu rumah Levi berdering.

"Itu sepertinya Petra," gumam Levi. Ia beranjak dari duduknya dan mengintip dari interkom. "Ya, itu benar Petra. Mengapa ia ke sini?"

"Dalam hitungan ketiga, kau bereskan pakaian ini. Sebab aku akan kembali ke wujud kucing."

Levi mengangguk tegas. "Baiklah."

"Satu,"

"Dua,"

"Tiga!"

Levi berlari dan melipat pakaian tersebut secepat kilat, sedang Mikasa yang telah berubah wujud menjadi kucing keluar dari rumah dengan menggunakan lubang berbentuk persegi di pintu yang memang didesain untuk para kucing. Mikasa mendistraksi Petra dari betapa lamanya Levi membuka pintu. Petra yang menyukai kucing, tentu saja, hanyut dalam rencana Mikasa.

"Sungguh kucing yang lucu, ke mari, meow meow," kata Petra mengelusi badan Mikasa. Sang kucing agak merasa geli dengan elusan di tubuhnya, tapi ia tidak mempermasalahkannya.

Selepas Levi membuka pintu, Petra langsung mencercanya dengan banyak pertanyaan.

"Kapan kau berangkat dinas? Apa barang-barangnya sudah siap semua? Apa ada yang perlu aku bantu? Mengapa ada kucing di rumahmu? Bisa jelaskan tentang itu? Kapan kau mulai merawat kucing? Siapa yang akan merawat makhluk ini jika kau pergi selama satu minggu nanti? Apa yang sebenarnya sedang kau lakukan?" Tanpa jeda Petra berucap, membuat Levi bingung.

"Petra, tanyakan satu-satu."

Petra menghela napas. "Baiklah. Kapan kau berangkat dinas?"

"Nanti malam."

"Kau serius berkendara malam-malam?"

"Ya. Kau sangat mengenalku jadi kau tahu tidak akan ada yang terjadi, bukan?"

Petra memutar bola matanya. "Ya, ya, kupikir begitu."

"Barang-barangnya sudah aku siapkan semua, ada di kamar."

"Bolehkah aku mengeceknya?"

"Petra, kau tahu aku bukan orang yang lalai. Jadi semuanya sudah siap."

Petra mendengkus. "Apa salahnya bagiku untuk mengeceknya?"

"Itu privasi, kau tahu?"

"Ya, ya, kupikir begitu." Petra tersenyum. "Apa ada yang perlu aku bantu? Seperti merawat kucing ini, misalnya?"

Levi menggeleng. "Tidak, tidak. Itu kucing tetanggaku yang suka mampir. Tetanggaku sering tidak ada di rumah jadi kucing itu selalu meminta makanan padaku."

"Kupikir tetanggamu tidak bertanggung jawab."

Levi menghela napas. "Tidak ada yang bisa aku lakukan untuk itu. Tapi, aku menyukai kehadiran kucing ini."

Petra menaikkan sebelah alis. "Wow, sangat bukan Levi Ackerman sekali."

"Berhenti menyindirku." Levi menyilangkan tangan, seperti bersikap defensif pada Petra. "Itu tadi sudah menjawab pertanyaanmu selanjutnya, 'kan? Hangë bisa datang ke sini sebab aku baru saja menghubunginya."

"Hangë Zoe seperti pembantumu, ya? Kupikir tidak akan ada orang yang suka disuruh-suruh."

"Apa kau pikir Hangë suka? Nah, tidak. Itulah gunanya uang di situasi seperti ini."

"Ya, ya, dasar orang kaya."

Levi mendelik. "Tidak ada salahnya menjadi orang kaya! Yang salah itu adalah orang-orang yang merasa orang kaya suka pamer sebab bukankah tabiat orang kaya memang begitu? Memang ada salahnya kalau kami suka pamer? Dih, mereka hanya memakan rasa iri mereka lebih lanjut apabila mereka terus mengkritisi orang kaya."

"Kau bicara panjang jika itu menyangkut harga dirimu."

"Kau tidak tahu prioritasku?"

Petra tersenyum remeh. "Dirimu, dirimu, dirimu. Baru keluarga dan aku."

"Nah, Petra sangat pintar."

Petra mengernyit. "Itu terdengar seperti kau memuji gadis kecil."

"Bukankah kau memang masih kecil?"

Petra menggeram. "Levi, usia 20-an awal bukanlah gadis kecil!"

"Ya, dan apa yang akan dikatakan masyarakat jika usia 20-an awal tersebut menjalin hubungan dengan orang di usia 20-an akhir?"

"Pertanyaanmu terlalu berbelit. Aku malas."

Levi mencibir. "Bilang saja kau tidak ingin menjawabnya."

"Hubungan kalian harmonis, ya."

Levi terbatuk mendengar suara tersebut dari kepalanya. Ia menoleh ke seluruh penjuru rumah hanya untuk menemukan sang kucing duduk di atas meja ruang tamu dan menatapnya tajam, seolah ingin menegaskan kalau ia bukan nyamuk. Levi hampir tertawa namun ia tahan sebab tidak ingin Petra curiga.

"Levi, apa ada yang salah? Kau sakit?"

"Tidak, Petra, tidak. Berhenti melabeli sesuatu dengan pradugamu sendiri."

"Aku khawatir!"

"Ya, tapi cobalah perhatikan dirimu sendiri dulu. Kau langsung ke sini sehabis bekerja, bukan? Aku pikir kau lelah." Levi menepuk-nepuk bahu Petra kecil.

"Tidak jika itu menyangkut tentangmu."

"Kau sangat menyukaiku, ya? Aku berpikir apabila kita berpisah nanti kau pasti tidak akan bisa melupakanku."

"Berhenti berbicara omong kosong. Semua orang tahu aku mencintaimu, dan kita akan selalu bersama." Petra bersikeras, tatapan matanya kuat seolah memberitahu bahwa mereka memang akan seperti itu; selalu bersama.

Levi menghela napas. "Kau saja tidak tahu sampai kapan aku akan hidup. Bisa saja saat berkendara aku akan kecelakaan, lalu mati, atau semacamnya."

"Kau menyeramkan. Kematian pun jadi perbandingan." Petra memeluk Levi. "Yah, tapi jika tidak begitu bukan Levi Ackerman namanya."

Levi tersenyum tipis. "Kau sungguh mengenalku."

"Tentu saja. Aku kekasihmu."

"Jadi, kapan ia akan pergi? Gerah rasanya di tubuh kucing ini terus menerus."

"Sayang, kau tidak pulang? Aku akan mengantarmu. Sampai rumah nanti akan larut apabila kau tidak pulang pukul segini," ucap Levi melepaskan pelukan mereka. Ia mengusap-usap surai karamel kekasihnya.

Petra memanyunkan bibir. "Kau mengusirku? Apa aku tidak bisa menginap?"

"Aku tidak mengusirmu." Levi menghela napas. "Kau tidak bisa menginap di sini. Di lingkunganmu, tetanggamu begitu pengertian. Tapi tidak di sini, mereka cuek dan tidak peduli sekitar. Aku pikir itu akan membahayakanmu apabila sesuatu yang buruk terjadi."

Petra mendelik. "Levi, kau tahu aku! Aku bisa menjaga diri."

"Ya, tapi, Sayang, aku tidak bisa mengambil resiko. Jangan membuatku khawatir, oke?"

Petra menunduk. "Iya, iya, baiklah."

"Anak baik."

Petra menggerutu. "Aku bukan gadis kecil!"

"Usir ia cepat atau aku akan berubah sekarang juga."

Levi mendelik.

... bersambung ...

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro