01. Dijodohin

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Telinga Pinky terasa pengang ketika Maminya terus saja memborbardir dirinya soal perjodohan.

"Pokoknya kamu harus cepet nikah, titik! Umurmu sudah hampir 27 tahun, bentar lagi kamu pasti jadi perawan tua."

"Mami, 27 tahun itu masih muda." Pinky membantah.

"Mami dulu umur 20 tahun udah ngelahirin kamu!" Mami tambah sewot.

Pinky mendesah lalu menjatuhkan tubuhnya di sofa, mengayun-ayun tungkai kakinya yang menjulur ke lantai.

"Aku masih pengen nyelesaiin S-2 ku dulu, Mi. Aku pengen fokus ke karir. Banyak hal yang pengen kuraih."

"Yang penting tuh nikah dulu, urusan pendidikan bisa dipikir belakangan." Maminya sewot lagi.

"Nerusin sekolah itu nggak ada kata terlambat. Tapi kalo nikah harus cepet, keburu tua, keburu usiamu udah nggak produktif." Perempuan yang hobi dandan ala Syahrini itu kembali berujar.

"Pendidikan lebih penting, Mi. Tanpa pendidikan, aku ibarat orang tua buta yang berjalan tanpa tongkat." (Eaaakk)

Mami Pinky tambah sewot.

"Justru harus cepat nikah, biar kamu nggak mengalami masa tua yang kesepian. Bayangin aja kelak kamu tua, buta, sendirian, terus yang ngerawat siapa? Papi dan mami sudah is dead." Mami sok-sok an pake bahasa inggris, padahal gak jago.

Pinky kembali mengayun-ayunkan tungkai kakinya dengan malas. Sementara jemari telunjuknya tak berhenti bergerak membentuk lingkaran di atas bantal sofa di sisinya.

"Lagipula Mami gerah denger gosip tentang kamu mulu. Gosip gak enak, gak nyenengin. Pokoknya gosip ... husss... pergilah yang jauuhh." Nah, alay-nya kumat.

"Emang Mami denger gosip apa tentang aku?" tanya Pinky santai.

"Gosip kalau kamu lesbi." Mami terdengar kesal.

Pinky mendengus. Hah, gosip itu lagi.

"Temen-temen arisan Mami udah heboh nanyain itu mulu. Mereka udah hafal kalo sejak dulu tuh kamu nggak pernah terlibat hubungan dekat dengan lawan jenis. Temen-temenmu perempuan semua. Bahkan yang bolak-balik nginep di apartemenmu selalu aja perempuan. Idih, mereka kan jadi curiga, termasuk Mami."

Bibir Pinky mencebik.

What the f-f-f-flower!

Masa punya temen cewek dicurigai lesbi?

"Lha terus, maunya Mami yang nginep di apartemenku cowok gitu?" Pinky bertanya jengkel.

"Ya bagus dong. Kalo kamu dekat sama cowok, dia nginep di apartemenmu, itu artinya kamu normal."

Pinky cengo.

Ini Maminya kesambet dari mana ya?

Di mana-mana yang namanya orang tua bakal ngelarang anak gadisnya nginep sama lelaki, lah ini kok malah dibilang bagus?

"Kalo kamu bener-bener lesbi, hilang sudah harapan mami untuk menimang cucu darimu."

"Kan anak bisa adopsi, Mi." Pinky menjawab enteng. Dan segera maminya kembali histeris.

"JADI KAMU BENERAN LESBI?!!"

Pinky menjerit, "Bukaaaaannn!!"

"Pokoknya kalo kamu nggak mau nikah, Mami bakal minggat ke Tibet dan jadi biksuni di sana!" Mami kembali mengancam.

Pinky melongo. Hah? Minggat ke Tibet?

"Kagak sekalian ngambil kitab suci sama Sun Go Kong, Mi?" ucapnya.

Dan kemarahan Mami nyaris kembali meledak ketika Papi muncul dari ruang tengah.

"Tidaaakkkkk! Jangan pergi Mamiiii! Kalo kau pergi, bagaimana aku akan menghadapi hari-hariku tanpa dirimuuuu! Huhuhu ...." Papi histeris.

Mereka berpelukan, dramatis.

"Apalah daya diriku, Pih. Kalau Pinky tetap tak mau menikah, relakan Mami pergi ya, huhuhu..."

Pinky kembali cengo.

Drama.

"Ini lagi maen ketoprak apa gimana?" Ia garuk-garuk kepala. Dan Papi Maminya makin histeris, membuat Pinky tak berkutik.

"Iya, iya. Aku mau nikah."

Dan akhirnya ia menyerah.

°°°

"Aming?"

Bibir tipis Pinky mengulang kembali nama itu dengan ekspresi kaget. Maminya bilang, itu nama lelaki yang akan dijodohkan dengannya.

"Aming? A-M-I-N-G?"

Ia bahkan harus mengeja nama itu pelan-pelan untuk memastikan bahwa ia tak salah dengar. Apalah daya, Maminya malah mengangguk pede.

"Orang tuanya teman baik Mami. Jadi kami sepakat menjodohkan kalian."

Pinky melongo bingung.

Aming?

Kok ...

Kok katrok.

Kok ndeso.

Kok ... gimana gitu.

"Mami gak berniat menikahkanku sama tukang kebun, kan?" Pinky nyaris histeris.

Plaakk.

Mami menepuk jidatnya dengan jengkel.

Pinky mengusap keningnya sambil meringis.

"Ya nggak mungkin dong," sanggah Mami. "Mami udah memilih yang top di antara yang paling top. Jangan terkecoh sama namanya. Aslinya dia tuh ganteng banget, baik banget, mapan banget, kaya banget, sukses banget ...,"

"Kok kayak Mami yang mo nikah," celetuk Pinky.

Plaakk.

Mami kembali menepuk jidatnya, membuat Pinky kembali mengaduh.

Mami beranjak, mengambil selembar foto dari dalam laci meja kerja Papi.

"Nih. Itu fotonya. Tampan, kan?" Mami menyodorkan foto tersebut ke arah Pinky.

Pinky meraihnya tak sabaran lalu menatap seraut wajah di foto tersebut, saksama.

Ia ternganga.

Foto seorang pria macho yang sedang bertelanjang dada.
Roti sobeknya... SEMPURNA!

Glek. Pinky menelan ludah.

"Mami, apa dia pemain film porno?"

Pluukkk. Kali ini sebuah bantal sofa melayang ke kepala Pinky.

"Cowok seganteng dia, tega-teganya kamu bilang pemain film porno?" Mami kembali mengomel.

Pinky meniup poninya lalu menunjukkan foto itu ke arah maminya sendiri.

"Mami, lihat deh. Dia terlihat , errr, mesum!" Pinky kembali protes.

"Pinkyyy, kamu kan dokter, nak? Masa lihat yang begitu aja dibilang mesum?"

"Tapi, Mi, wajahnya kayak ngajakin ... ena-ena gitu." Pinky setengah berbisik, merasa geli sendiri.

"Makanya, cepat nikah sana. Lagipula Mami emang sengaja ngasih lihat foto seperti itu ke kamu. Biar kamu punya nafsu sama laki-laki."

"Mami, sudah berkali-kali aku bilang, aku normal! Aku bukan lesbi!" Pinky mulai frustasi.

"Ya udah, nikah sana." Maminya merasa menang.

Pinky menyandarkan punggungnya di sofa, lalu menatap kembali potret seraut wajah di tangannya.

Aming.

"Baikah. Kapan aku akan ketemu dengannya?"

Seolah ada cahaya pelangi di wajahnya, Mami tersenyum lega.

"Besok," ucapnya.

°°°

Bersambung


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro