XVI

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng



Author'POV

Setiap waktu mereka jalan-jalan bersama, bercanda dan sebagainya. Perlahan tumbuhlah sebuah perasaan di dalam hati mereka, yang membuat mereka dilema. Dilema akan perasaan jatuh cinta, dilema akan takut kehilangan. Hingga di hari ke-5, mereka masih berjalan-jalan namun dengan perasaan murung. Murung karena para gadis akan kembali ke negaranya, Indonesia. Para pemuda tidak rela kalau mereka akan berpisah, namun apa daya. Mereka hanya bisa mengikuti alur kehidupan, mengikuti alur takdir yang sudah disiapkan sebelumnya. Mereka menutupi perasaan murung itu dengan perasaan senang. Saat ini mereka sedang berada di Ningle Terrace, mereka disuguhi hutan pinus yang indah dan damai. Mereka menyusuri Ningle Terrace dengan berjalan kaki, sesekali mereka berfoto dengan latar hutan pinus. "Indah ya. Sudah indah damai pula," komentar Nayla sambil menyusuri Ningle Terrace. "Di sini memang indah, terlebih lagi saat musim dingin. Kapan-kapan kalian datang ke sini saat musim dingin," sahut Supra sambil memasukkan tangannya ke kantong jaket. "Hehehe, iya. Kami akan datang saat musim dingin," kekeh Tha.

"Omong-omong, kapan kalian pulang ke Indonesia?" tanya Gempa sambil melihat keindahan hutan pinus. "Erm... Hari Senin tanggal 30 Maret 2020," jawab Nida. "Ohhh... kalau begitu hari Minggu kalian mau ikut kami ke suatu tempat sebagai kado perpisahan?" tanya Gempa sambil menatap yang lain. Ke-10 gadis saling bertatapan, menyalurkan pendapat dengan telepati. Setelah itu mereka mengangguk pelan dan kembali menatap Gempa. "Boleh, kalau begitu hari Sabtu kami tidak keluar dari hotel. Kalian tau kan kami sedang apa?" kata Rinne sambil menaik turunkan kedua alisnya. Ke-10 pemuda itu mengangguk, mereka tau apa yang para gadis lakukan. Ya, mereka akan merapikan pakaian dan dimasukkan ke dalam koper untuk kepulangan nanti. "Kami tau, kalau begitu kita lanjutkan jalan-jalannya. Oh iya, seperti biasa hari Minggu kami akan menyampar kalian di hotel Naturwald. Jangan lupa jam 8 pagi," ujar Ice sambil melangkahkan kakinya. "Iya bawel," ledek Putri yang mengikuti langkah kaki Ice. "Aku bawel ada sebabnya dan itu rahasia," sahut Ice dengan malas. "Terserah anda saja," kata Putri dengan nada meledek. "Kalian bertengkar terus lama-lama jodoh loh," ujar Tha dengan santai. Ice dan Putri melirik tajam ke Tha, sedangkan yang dilirik hanya bersikap biasa saja.

Yang lain hanya terkekeh pelan dan melanjutkan perjalanannya. Mereka saling bersenda gurau, saling bergandengan tangan. Ke-20 remaja itu menghabiskan waktunya dengan berjalan-jalan dan kembali ke hotel pukul 17.05 P.M , mereka melambaikan tangan dan pergi ke arah yang berbeda. Para gadis memasuki hotel dan pergi menuju kamar masing-masing. Setelah itu mereka membersihkan diri lalu merebahkan tubuh mereka ke tempat tidur. Para gadis itu mengistirahatkan tubuhnya, mengembalikan tenaga mereka yang sudah dipakai untuk jalan-jalan tadi. Setidaknya mereka bersyukur esok hari tidak jalan-jalan, melainkan merapikan pakaian dan dimasukkan ke dalam koper untuk hari Senin nanti. 

Keesokan harinya, para gadis mulai merapikan pakaiannya. Walau ada pergaduhan kecil disela-sela kegiatan itu. Setelah 30 menit merapikan pakaian dan memasukkan ke dalam koper, mereka pergi keluar hotel menuju Café Nokka untuk sarapan. Para gadis lupa untuk sarapan, alhasil mereka pergi ke luar untuk sarapan. Para gadis sampai di Café Nokka, mencari tempat yang kosong lalu memesan makanan dan minuman. Pesanan pun datang, mereka langsung menyantapnya dengan begitu lahap. 10 menit kemudian, mereka selesai menyantap hidangan yang ada di depannya. Ke-10 gadis itu bangkit dari duduknya lalu pergi ke kasir untuk membayar makanan dan minuman. Kemudian, mereka kembali ke hotel karena bukan waktunya untuk berjalan-jalan.

Di hari Minggu tanggal 29 Maret 2020, dimana para pemuda itu menjanjikan ke suatu tempat sebagai kado perpisahan mereka. Mereka sekarang berkumpul di depan hotel Naturwald, Taufan dan Blaze mengabsen satu persatu. "Tha hadir?" tanya Taufan. "Hadir pak," sahut Tha seperti seorang murid yang sedang absen. "Rinne?" panggil Blaze.. "Hadir pak," sahut Rinne. "Nid-" panggil Taufan yang terpotong. "Kau kenapa seperti guru sih?" tanya Hali heran. "Loh? Salah? Kan biar tau siapa saja yang belum datang," tanya balik Taufan yang seperti menantang. Hali yang tipikal tidak ingin ada keributan mengalah, "Terserah kau saja, Fan". Yang lain hanya tersenyum maklum, para gadis itu menatap ke Gempa. "Jadi kalian mau mengajak kami ke mana?" tanya Nayla. "Ikut saja ayo," jawab Gempa sambil menarik tangan Nida. Nida hanya pasrah, namun jantungnya berdegup kencang. Yang lain mengikuti langkah Gempa dan Nida. Mereka pergi halte, membeli tiket menuju Tokachidake Onsen. 10 menit kemudian, bus tiba. Ke-20 remaja naik ke bus lalu duduk dengan teman-temannya. Mereka melakukan berbagai kegiatan dan seperti biasa Taufan dan Blaze membuat sebuah lelucon. Semua penumpang tertawa atas lelucon yang dibuat oleh Taufan dan Blaze. 

Setelah menempuh perjalanan selama 43 menit, mereka pun tiba di salah satu halte. Ke-20 remaja turun dari bus lalu mengucapkan terima kasih. Mereka pun berjalan menuju tempat wisata yang indah, yaitu . Saat memasuki kawasan itu, para gadis berdecak kagum akan keindahan yang mereka lihat. Mereka begitu kagum akan keindahan danau itu, warna biru muda yang sangat jernih sekali. "Indah, aku baru pertama kali melihat danau seindah ini. Warna biru muda yang begitu jernih," komentar Ayu dengan kagum. Sahabatnya mengangguk membenarkan apa yang dikatakan Ayu, para pemuda tersenyum tipis karena telah membuat mereka senang. "Omong-omong kita berjalannya secara berpasangan saja ya," ucap Solar yang membuat ke-10 gadis itu menoleh ke arahnya. "Maksudnya?" tanya Nna yang tidak mengerti. "Ada yang ingin kami biacarakan ke kalian, namun secara privasi. Jadi kalian mau kan?" ujar Glacier meminta persetujuan. Para gadis saling berpandangan lalu tersenyum kecil. "Baiklah kami mau," putus Tha sambil tersenyum. "Baiklah, aku atur ya. Hali dengan Tha, Taufan dengan Rinne, Gempa dengan Nida, Blaze dengan Cel, Ice dengan Putri, Thorn dengan Zohra, aku dengan Nazu, Frostfire dengan Nna, Glacier dengan Ayu dan yang terakhir Supra dengan Nayla. Dan kuharap kalian para gadis tidak memprotes keputusanku," jelas Solar. Para gadis mengangguk, lalu berjalan menuju pasangannya masing-masing. Mereka berpisah, mencari tempat yang pas untuk mengutarakan sesuatu.

Di tempat Hali dan Tha.

Hali menggenggam tangan Tha dengan erat seakan tidak ingin melepaskan gadis itu, sedangkan Tha hanya mengikuti kemana Hali membawanya pergi. Mereka pun sampai di bawah pohon yang cukup rindang, di atasnya terdapat kuncup bunga yang bermekaran. Hali melepaskan genggaman tangannya lalu mengambil bunga yang berjatuhan. Tha hanya terdiam, membiarkan apa yang Hali lakukan. Hali membalikkan badannya lalu mulai menarik napasnya perlahan. "Ada yang ingin ku utarakan," ucap Hali yang membuat Tha penasaran. "Apa itu?" tanya Tha penasaran. "Huuuffttt... aku ingin bilang sesuatu padamu. Waktu pertama kali kita bertemu, aku kagum denganmu. Senyumanmu, tawamu dan wajah cantikmu membuatku dilema. Dilema akan perasaan itu. Aku ingin menghancurkan perasaan itu namun tak bisa," utara Hali sambil menatap ke Tha. Gadis itu terdiam, membiarkan pemuda di depannya melanjutkan apa yang ia maksud. "Aku selalu menepis perasaan itu, namun tidak bisa. Aku selalu memikirkan tentang dirimu, dan tanpa berbasa-basi lagi aku mau bilang...," ucap Hali menggantung. Dia mendekatkan dirinya ke Tha, bibirnya ia dekatkan di telinga kanan gadis itu. "... aishiteru Tha, aku mencintaimu. Sangat," bisik Hali dengan suara berat.

Di tempat Taufan dan Rinne.

Taufan sama sekali tidak menggenggam tangan Rinne dan gadis itu sama sekali tidak peduli. Rinne hanya melihat keindahan danau itu, sesekali ia melirik ke Taufan yang tampak biasa-biasa saja. Taufan berhenti begitupun dengan Rinne, pemuda itu menatap Rinne dengan tatapan sulit diartikan. Gadis yang ditatap terlihat risih, ia membalas tatapan pemuda itu dengan risih. "Kenapa sih? Risih tau," ujarnya sewot. "Tidak ada, aku hanya ingin menatapmu." Senyuman Taufan perlahan merekah yang membuat Rinne terpesona. "Ada yang ingin kubicarakan padamu," ujar Taufan serius. Rinne menatap Taufan dengan tatapan bertanya," Apa?" Taufan tersenyum manis, ia memegang kedua tangan Rinne dengan erat. "Aku kagum denganmu, kagum akan tertawamu dan wajahmu itu. Aku sangat kagum, sampai perasaan itu tumbuh. Aku kira itu hanya perasaan lalu saja, namun perasaan itu semakin menguat yang membuatku sadar bahwa...," ucap Taufan yang menggantung. Taufan dengan perlahan mencium kedua tangan Rinne dengan lembut, hal itu membuat sang gadis merona. "...aku mencintaimu Rinne, Aishiteru," lanjutnya sambil tersenyum manis.

Di tempat Gempa dan Nida

Gempa dan Nida sama sekali tidak mencari tempat, mereka masih berada di tempat yang sama. "Ada yang ingin kusampaikan padamu," ucap Gempa sambil menatap Nida. Gadis itu terdiam membiarkan pemuda itu menyampaikan sesuatu pada dirinya. "Aku menyukai dirimu," ucap Gempa yang membuat Nida membeku. "A-apa?" tanya Nida tidak percaya. "Aku menyukaimu saat pertama kali bertemu, setiap hari selalu memikirkan dirimu. Lalu perasaan menyukai berubah menjadi...," ucap Gempa menggantung. Perlahan ia menyelipkan setangkai bunga sakura di daun telinga Nida sebelah kanan. "Aishiteru Nida-Chan," lanjutnya sambil tersenyum.

Di tempat Blaze dan Cel.

Blaze menarik tangan Cel dan mengajaknya berlari. Cel memaki-maki pemuda itu yang seenaknya menarik tangan dan mengajaknya berdiri. "Terkutuklah kau, Blaze!" makinya kesal. Blaze tidak peduli, ia masih mengajak gadis itu berlari sampai di semak-semak. Blaze enggan melepaskan tangan gadis itu, ia menatap Cel dengan ceria. "Cel, kau tau tidak bedanya bunga dengan dirimu?" tanya Blaze memulai sesi gombalnya. "Tidak," jawab Cel acuh tak acuh. "Bunga itu bisanya memikat serangga saja namun kalau kau selalu memikat hatiku jadi...," ucap Blaze menggantung. Dia mendekati Cel lalu mengecup dahinya dengan lembut. Cel terdiam membeku, ia merasakan jantungnya berdesir dan memompa begitu cepat. Perlahan muncul lah semburat merah muda di kedua pipinya yang sedikit chubby. Blaze menyudahi aksinya sambil tersenyum lebar, "Aishiteru honey...."

Di tempat Ice dan Putri

Ice dan Putri berjalan beriringan, mereka terdiam tanpa adanya sepatah katapun. Kedua insan itu berhenti di bawah pohon yang cukup rindang. Ice menarik napas sebentar lalu menatap Putri dengan lembut. "Put, aku minta maaf atas kejadian 13 hari yang lalu. Maaf telah membuat dirimu sakit," ujar Ice dengan nada bersalah. Putri tersenyum kecil lalu menggeleng pelan, "Tak apa-apa, aku memaafkanmu kok". Ice tersenyum lembut dan hal itu membuat Putri merona kecil. "Kau tau, ada seseorang yang berhasil memikat hatiku ini. Dia itu seorang gadis yang tomboy, dingin, datar, cuek. Ku menyukainya, dan kini gadis itu telah berdiri tepat di depanku. Kau lah gadis yang kumaksud," kata Ice tenang. Pemuda itu memeluk Putri dengan penuh kehangatan lalu ia berbisik di telinga gadis itu. "Aishiteru Putri... aku mencintaimu," bisiknya lembut.

Di tempat Thorn dan Zohra

Thorn berjalan dengan riang, ia bersenandung kecil sambil tersenyum. Sedangkan di samping kirinya ada Zohra yang berjalan santai. Mereka berhenti dekat semak-semak yang sudah ditumbuhi bunga yang menawan, Thorn memetik bunga itu lalu merangkainya menjadi sebuah mahkota yang indah. Zohra hanya memperhatikan danau saja, ia bahkan tidak peduli apa yang sedang dilakukan oleh Thorn. 5 menit kemudian, Thorn selesai merangkai mahkota bunga itu. Dirinya memanggil gadis yang sedang menikmati keindahan danau itu. "Zohra! Zohra!" panggil Thorn dengan riang. "Apa?" sahut gadis itu sambil menoleh. "Thorn mau bilang kalau Thorn suka sama seorang gadis yang tomboy seperti lelaki! Dan gadis itu Zohra sendiri! Thorn menyukai Zohra lalu perasaan itu berubah menjadi perasaan...," tutur Thorn yang sengaja menggantung. Thorn mendekati Zohra lalu memakaikan mahkota bunga buatannya di kepala gadis itu. "... mencintai! Aishiteru Zohra!" lanjutnya sambil tersenyum manis.

Di tempat Solar dan Nazu.

Kini Solar dan Nazu sedang berada di perahu yang mereka sewa. Solar mendayung perahunya sampai di tengah danau, setelah itu ia memberhentikan perahu itu. Nazu hanya terdiam sambil menikmati keindahan danau itu. "Indah bukan?" tanya Solar sekedar berbasa-basi. Nazu mengangguk senang, ia menyukai pemandangan ini. Solar tersenyum kecil, ia bersyukur gadis ini menyukai tempat ini. Perlahan ia memajukan badannya, mendekati gadis itu. "Ku juga suka pemandangan ini, terlebih lagi bersamamu. Kau tau, kau itu persis seperti bulan. Bulan yang selalu menemani bumi dalam kegelapan, kaulah bulannya itu. Jadi aku ingin mengatakan bahwa...," tuturnya yang terpotong. Perlahan ia memegang tangan Nazu sampai pemilik tangan itu menatap dirinya. Solar mengecup punggung tangan gadis itu dengan lembut, sedangkan Nazu merona kecil. "... aku mencintamu, Nazu. Aishiteru darling," lanjutnya setelah mengecup punggung tangan Nazu.

Di tempat Frostfire dan Nna

Saat ini Frostfire dan Nna berada di kursi yang tersedia di danau ini. Mereka menikmati keindahan yang tersaji di depan mata mereka. Frostfire melirik ke arah Nna yang berada di kanannya, dengan perlahan ia menggeser agar lebih dekat dengan gadis itu. Kemudian ia memegang tangan Nna dengan lembut sampai gadis itu menoleh. "Ada apa?" tanya Nna bingung. "Tidak ada, ada yang ingin ku utarakan padamu. Saat bertemu denganmu untuk pertama kalinya, ku terpesona denganmu. Kecantikanmu itu persis seperti ibuku, walau kau sepertinya licik. Namun ku tidak peduli akan hal itu, perlahan namun pasti perasaan ini mulai tumbuh. Perasaan yang ingin sekali kujaga untukmu, jadi...," tutur Frostfire terhenti. Tangan Frostfire terulur, mengelus kepala Nna dengan lembut. Perlahan rasa hangat menjalar di kedua pipinya lalu memunculkan semburat merah yang membuatnya tambah cantik serta imut. "... aishiteru Nna, ku mencintaimu selalu. Hari ini, esok dan selamanya," lanjut Frostfire sambil tersenyum kecil.

Di tempat Glacier dan Ayu.

Mereka sedang berada di bawah pohon yang telah ditumbuhi bunga yang cantik. Ayu sedang bermain ayunan dengan Glacier berada di belakang yang bertugas mendorong ayunan. Di sela-sela kegiatan mendorong ayunan, Glacier memanggil gadis itu. "Yu," panggilnya. "Ya, ada apa?" sahut Ayu tanpa menengok. "Kau tau, kau itu seperti awan yang berada di atas langit dan air. Kau awan karena bersikap lembut, selembut kapas. Dan kau air karena bersikap tenang, namun kau bisa berubah menjadi gelombang yang besar bila emosimu tidak terkontrol. Wajahmu yang seperti seorang tuan putri, aku yakin kedua orangtuamu pasti gembira memiliki anak sepertimu dan juga Cel." Tangan Glacier menahan ayunan untuk berhenti. Ketika sudah berhenti, ia berjalan lalu berhenti tepat di depan Ayu. Ayu hanya sebagai pemerhati, tangannya masih setia memegang tali ayunan tersebut. Perlahan Glacier menyamai tinggi dengan Ayu, tangannya menyingkirkan anak rambut Ayu ke daun telinga. "Wajahmu berhasil membuatku terpesona. Setiap jalan-jalan bersama yang lain terlebih denganmu, jantungku berdebar dengan kencang. Perasaan itu mulai tumbuh dengan pesat, jadi aku ingin mengatakan bahwa aku mencintaimu. Aishiteru Ayu," tutur Glacier sambil mengelus pipi kanan Ayu dan tersenyum manis.

Di tempat Supra dan Nayla

Supra dan Nayla sedang duduk di atas rerumputan hijau. Mereka saling berdiam diri, enggan membuka pembicaraan. Dikarenakan terlalu lama berdiam diri, Supra membuka percakapan. "Aku ingin mengutarakan sesuatu padamu dan tolong kau dengarkan baik-baik," ucapnya dengan datar. Nayla menurut, dia berdiam membiarkan pemuda itu mengutarakan sesuatu. "Ku menyukai dirimu saat bertemu denganmu untuk pertama kalinya, perasaan itu berubah begitu pesat. Dan aku ingin bilang bahwa...," tutur Supra terhenti. Ia menatap Nayla sambil tersenyum kecil begitupan dengan Nayla. Supra menggeser duduknya lalu memegang kedua pipi gadis itu. Ia mengecup dahinya begitu lembut sampai Nayla merona tipis. Supra menyudahi aksinya lalu tersenyum manis. "Aishiteru honey...," ucapnya sambil tersenyum.

Usai menyatakan perasaanya, ke-10 pemuda mengajak para gadis berkeliling Shirogane Blue Pond. Awalnya para gadis tidak mau dikarenakan kejadian tadi, namun atas bujukan ke-10 pemuda, mereka mengangguk setuju. Ke-20 remaja berkeliling Shirogane Blue Pond. Awalnya ada rasa canggung yang menyelimuti mereka, namun Taufan dan Blaze berhasil mengatasi itu dengan cara membuat lelucon. Mereka tertawa kecil lalu mulai mengobrol seperti biasa. Saat pukul 13.15 P.M, mereka pergi ke restoran untuk makan siang. Mereka pergi ke restoran terdekat dengan berjalan kaki, lalu masuk ke dalam restoran dan mencari tempat yang kosong. Ke-20 remaja itu memesan makanan dan minuman lalu menunggu pesanan itu datang. Pesanan pun tiba dalam waktu 35 menit, mereka menyantapnya begitu lahap. Setelah menyantap makan siang, mereka bangkit dari duduknya, berjalan menuju kasir dan membayar pesanan.

Ke-20 remaja pergi menuju hotel Naturwald menggunakan bus. Kali ini mereka duduk berpasangan seperti saat di Shirogane Blue Pond. Mereka berbincang-bincang dengan topik ringan sambil bergurau. "Kalian berangkat ke Indonesia pukul berapa?" tanya Ice sambil menopang dagu. "Kapan Tha? Lupa aku," tanya Zohra sambil menggarukkan pipinya. "Pukul 08.40 A.M," jawab Nazu sambil menatap dirinya di kamera ponsel. "Kalau begitu kami boleh mengantarkan kalian ke bandara? Sekalian ada yang ingin kami berikan sesuatu pada kalian," tanya Frostfire meminta izin. "Boleh kok! Kami senang bila kalian ingin mengantarkan kami ke bandara," jawab Nna dengan semangat. "Oke, esok kami pergi ke hotel ya. Untuk mengantarkan kalian ke bandara," ucap Blaze semangat. Para gadis mengangguk, mereka kembali berbincang-bincang ringan. Mereka pun sampai 45 menit kemudian, ke-20 remaja turun dari bus. "Kalau begitu sampai jumpa di esok hari semua!" seru Nayla sambil melambaikan tangannya dan pergi menyusul sahabatnya. Ke-10 pemuda membalas lambaian tangan itu. Setelah tubuh para gadis menghilang ditelan gedung yang menjulang tinggi, para pemuda masuk ke dalam bus dan pergi ke suatu tempat untuk membeli barang yang membuatnya berharga.

Hari Senin tanggal 30 Maret 2020, hari dimana ke-20 remaja berpisah. Para gadis sedang menunggu para pemuda datang di halaman hotel. Mereka menunggu sekitar 5 menit, namun tidak ada tanda-tanda orang yang ditunggu datang. "Ck, lama sekali mereka!" decak Zohra sambil menendang batu kecil. "Benar! Sekarang saja sudah pukul 06.30 A.M," timpal Cel sambil menatap jam tangan milik Ayu. "Sebenarnya mereka jadi apa tidak mengantarkan kita?" tanya Nna sambil berdekap. "Entahlah, aku juga tidak tahu. Mungkin saja mereka terjebak macet atau sedang menunggu yang belum datang," ucap Tha sambil mengangkat bahunya. "Apa kita beri waktu lagi selama 5 menit?" tanya Rinne pada sahabatnya. "Ya sudahlah, kita tunggu mereka selama 5 menit. Jikalau belum datang juga kita langsung berangkat ke bandara," putus Tha sambil memegang pinggangnya. Ke-10 gadis kembali menunggu para pemuda itu, mereka menunggu dengan sabar. Sampai pukul 06.35 A.M, ke-10 pemuda itu tak kunjung datang. "Mereka belum datang, kita langsung pergi saja yuk. Takut ketinggalan penerbangan nanti," ajak Nayla yang dibalas anggukan. Saat para gadis membawa koper dan tas mereka lalu melangkah pergi terdengar klakson mobil yang membuat langkah mereka terhenti.

Tin! Tin!

Para gadis menengok ke arah kiri dan melihat ada mobil Lamborghini berwarna hitam bergaris merah. Di belakangnya terdapat 9 mobil bermerk terkenal dengan warna yang berbeda-beda. Mereka terdiam, menunggu pemilik sang mobil itu keluar. Tak lama sang pemilik mobil keluar dari mobil, mereka adalah 10 pemuda yang sedang para gadis menunggu. "Maaf telah membuat kalian menunggu lama," ucap Glacier meminta maaf. "Tak apa, tapi... apa yang membuat kalian begitu lama?" ucap Nida dengan diselingi pertanyaan. "Yeaahh... karena Taufan dan Blaze lupa meletakkan kunci mobil mereka. Itu sebabnya kami lama," jawab Supra sambil tangannya dimasukkan ke dalam kantong jaket. Nida hanya ber oh ria saja setelah mendengar jawaban Supra. "Kukira kalian terjebak macet," celetuk Ayu yang dibalas anggukan sahabatnya. "Tidak, kami sama sekali tidak terjebak macet." Gempa menggeleng pelan lalu melihat jam tangannya. "Kita berangkat sekarang, takut kalian tertinggal penerbangan menuju Indonesia. Sini kami bawa koper kalian," ajak Hali sambil mengambil koper yang sedang dipegang Tha lalu dimasukkan ke dalam mobilnya. Begitu juga ke-9 pemuda itu melakukan hal yang sama, para gadis hanya membiarkan mereka membawa kopernya. Setelah itu, ke-20 remaja masuk ke dalam masing-masing mobil. Mereka masuk secara berpasangan seperti hari kemarin. Perlahan 10 mobil bergerak dengan kecepatan rata-rata dan menuju bandara New Chitose. 

Butuh sekitar 1 jam 55 menit untuk sampai di bandara New Chitose. Untung saja jalanan yang mereka lewati lengang, jadi mereka menambah kecepatan mobilnya sekaligus menunjukkan keahlian mereka ke gadis pujaannya. Bisa dibilang saat ini mereka sedang balapan di atas jalan raya, namun masih mematuhi peraturan lalu lintas. Ke-20 remaja pun tiba di bandara New Chitose, mereka memakirkan mobil mereka di tempat parkir kendaraan. Setelah itu mereka keluar dari mobil, mengambil koper lalu berjalan masuk ke dalam bandara. Ke-10 pemuda membawa koper para gadis yang awalnya sempat menolak. Mereka pun sampai di terminal bandara lalu menunggu pengumuman keberangkatan menuju Indonesia.

"Kapan-kapan kalian datang lagi ke sini ya," ucap Thorn dengan nada sedikit kekanakan. "Iya-iya, kami pasti ke sini. Mungkin sekitar 6 atau 8 tahun lagi kami ke sini," ucap Nazu sambil mengangguk. "Itu lama sekali," keluh Blaze sambil menendang angin. Cel terkekeh kecil lalu berucap, "Ayolah, kami tahun depan sudah disibukkan dengan ujian. Jadi kami harus berusaha untuk masuk ke universitas favorit, syukur-syukur kami dapat beasiswa lalu bersekolah di universitas Hokkaido". Yang lain membenarkan apa yang dikatakan Cel, sudah cukup untuk bersenang-senangnya. Sekarang waktunya mempersiapkan untuk menembus universitas impian mereka dan berharap bisa mendapatkan beasiswa lalu bersekolah di universitas Hokkaido. "Kalau begitu semangat untuk kalian, semoga kalian semua lulus dan mendapatkan nilai yang terbaik!" doa Ice sambil tersenyum kecil. "Aamiin... terima kasih untuk doanya, Ice. Dan semangat juga untuk kalian," ucap Nida mengaminkan doa Ice.

 Semua tersenyum namun 5 detik kemudian senyuman mereka luntur. "Aku pasti akan merindukan tempat ini," lirih Ayu dengan wajah sendunya. "Aku juga, cuma sudah waktunya kita kembali." Tangan Nna merangkul bahu Ayu dengan hangat. "Omong-omong ada yang kami berikan ke kalian semua. Anggap saja kenang-kenangan dari Hokkaido," ucap Frotfire seraya merogoh kantong jaket dan mengeluarkan sesuatu dari dalamnya. "Apa itu?" tanya Nna penasaran. Frostfire mengeluarkan gelang yang cantik. Gelang yang ditengahnya berlambang bunga sakura berwarna emas itu ia tatap sebentar lalu menatap Nna. Ia berjalan mendekati Nna sambil membawa gelang itu. Ayu pun segera menyingkir membiarkan pemuda itu mendekati Nna. Setelah dirasa sudah cukup dekat, Frostfire memegang tangan Nna lalu memakaikannya dengan gelang pemberian dirinya. Nna hanya terdiam, ia hanya memperhatikan gelang yang diberikan Frostfire. Pemuda itu selesai memakaikan gelang itu, ia tersenyum senang ternyata gelang itu pas dengan tangan gadis itu. "Kau suka bukan?" tanya Frostfire berharap. "Ku suka kok, terima kasih. Cuma menurutku ini terlalu mahal... ku takut gelang ini akan hilang," jawab Nna yang masih menatap gelang itu. "Kalau begitu jaga gelang ini baik-baik, aku yakin kau pasti bisa menjaga gelang pemberianku ini. Pakai gelang ini setiap hari," ujar Frostfire sambil mengelus kepala Nna dengan lembut. Gadis itu mengangguk pelan lalu memeluk Frostfire dengan erat. "Terima kasih, Frost. Terima kasih banyak," katanya sambil memeluk pemuda itu. Frostfire tersentak kaget lalu membalas pelukan itu, ia mengelus kepala Nna dengan lembut. "Sama-sama," gumamnya.

Ke-9 pemuda juga melakukan hal yang sama, mereka menarik tangan gadis-gadis itu agar mendekat ke dirinya. Lalu memberikan barang pada mereka dan langsung memakainya. Tha mendapatkan sepasang anting yang cantik, Rinne mendapatkan kalung berbentuk bintang, Nida mendapatkan jam tangan berwarna krem, Cel mendapatkan jam tangan berwarna putih, Putri mendapatkan jaket berwarna putih, Zohra mendapatkan gelang berlambang bunga mawar, Nazu mendapatkan sepasang anting berlambang matahari, Ayu mendapatkan kalung berbentuk butiran salju, dan Nayla mendapatkan jaket berwarna hijau tosca. "Dijaga baik-baik ya pemberian kami," nasihat Glacier pada mereka. "Pasti! Pasti kami jaga pemberian kalian, terima kasih banyak!" ujar Nida menahan tangis. "Sama-sama, semoga kalian sehat selalu ya. Jaga kesehatan," ucap Gempa sambil tersenyum kecil.

Pengumuman keberangkatanpesawat menuju Indonesia pun terdengar, para gadis mulai bersiap-siap membawakoper mereka. Saat mereka ingin beranjak pergi menuju apron bandara, suara Thorn pun menghentikan langkah kaki mereka. "Tunggu!" cegah Thorn. Ke-10 gadis membalikkan badannya dan menatap Thorn. "Thorn mau kita semua berjanji," ucap Thorn yang membuat semua bingung. "Janji?" beo Zohra yang terlihat bingung. "Iya! Thorn mau kita berjanji bahwa tidak akan melupakan kejadian yang terjadiselama 2 minggu di Hokkaido, lalu Thorn mau kalian berjanji akan menjaga barang pemberian kami dan akan kembali ke sini!" jelas Thorn dengan semangat. Ke-19 remaja itu saling berpandangan lalu mengangguk setuju. Thorn terlihat senang lalu ia meletakkan tangannya di atas angin, yang lain juga melakukan hal yangsama lalu mengikrarkan sebuah janji yang harus mereka tunaikan. "Kita berjanji!" ujar mereka dengan kompak. Setelah itu, ke-10 gadis mulai pergi menuju apron bandara sambil membawa koper. Mereka melambaikan tangan untuk terakhir kalinya dan menghilang di tengah keramaian. Ke-10 pemuda itu mulai melangkahkan kakinya pergi dari terminal bandara dan menuju tempat parkir kendaraan.

TBC

Akhirnya satu bab lagi menuju tamatnya cerita ini! //sujud syukur

Btw, maaf ya bila storyku tidak sesuai ekspetasi kalian ya 🙏

Sampai jumpa di bab terakhir~

Salam dingin
Natha❄

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro