5. Lupa!

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

—————

Ayam baru saja berkokok saat Ranti tiba-tiba menggedor-gedor kamar Trisna dengan kekuatan super.

"WOY! TRISNA!!!" ucapnya kencang dengan tangan yang tak berhenti menggedor pintu.

Di dalam kamar, Trisna hampir saja jatuh dari kasur kalau tidak segera bangun dari tidur lelapnya semalaman.

"Apaan sih?"

Grek..

"Tris! Lo harus cepetan, kalo engggak bakalan mati kita!" ucap Ranti gawat, caranya bicara berbeda dari biasanya yang woles dan santai.

Kedua alis Trisna terangkat, "Apa?" lalu ia menguap lebar, benar-benar masih mengantuk.

Ranti terlihat menepuk wajahnya, "Duh Trisnaaa, lo lupa ya? Itu loh castingnya Sarah!" ujarnya masih dengan nada gawat, malah kini semakin gawat.

Wajah Trisna langsung berubah ekspresi. Ia tersadar, "OMG!!! Iya, Ti, gue mandi dulu ya. Lo tunggu di bawah!" ucapnya setelah sadar lantas menutup pintu dengan dobrakan keras.

Skip

"Ron, sekarang hari apa?" ujar Raiden sedikit berteriak karena Baron sedang fokus pada game yang sedang dimainkan olehnya.

Baron hanya mengangkat bahu lantas lanjut fokus pada apa yang ada di layar televisi.

Raiden geleng-geleng kepala lalu beranjak berdiri melihat kalender yang dipaku di dinding kamarnya. "Oh hari Sabtu sekarang? Kok ga sadar ya?" ucapnya pada diri sendiri. Lalu ponselnya bergetar.

"Den, gak kesini lo?"

Ternyata pesan dari salah satu temannya yang mengajaknya ke suatu tempat.

"Dimana?"

Ia membalas sembari kembali pada posisi duduknya di atas kasur.

Beberapa detiknya kemudian temannya itu membalas lagi,

"Di tempat biasanya. Sini cepetan!"

Setelah mendapat pesan itu, Raiden terlihat masih keberatan. Namun akhirnya ia menurut juga.

"Ron, lo ikut gak? Ke tempat biasanya." ucapnya sambil turun dari kasur dan menata kertas-kertas bertuliskan not-not balok lantas menaruhnya di atas meja.

Tanpa ba-bi-bu Baron langsung menggeleng, ia menolak ajakan Raiden karena game yang dimainkannya sedang pada tahap seru-serunya.

"Ya udah. Gue pergi dulu!" ucap Raiden setelah menarik napas panjang, menelan kekecewaan karena harus berangkat sendirian.

Skip

Di atas motor matic berwarna putih berseling hitam milik Ranti, Trisna benar-benar gopoh.

"Ti, cepetan!" ucapnya dengan kencang serta berapi-api, juga menepuk-nepuk pundak Ranti.

"Iya iya, Trisss." jawab Ranti mulai gemas dengan tingkah Trisna yang terburu-buru ini.

Sebenarnya ia juga terburu-buru, tapi keadaannya untuk panik sedang tidak memungkinkan karena ia sedang menyetir.

Beberapa menit kemudian, "Ranti, gue kok laper, ya?" ucap Trisna dengan nada tanya tapi pada dirinya sendiri. "Berhenti bentar, yuk! Di warung gitu. Ngebungkus nasi uduk atau apaan kek?" sambungnya, kembali menepuk-nepuk bahu Ranti.

Ranti hanya mengangguk-angguk di balik helm retro miliknya. Dalam hati bergumam nggak ada Sarah, Trisna ternyata ngerepotin juga.

Untung Ranti handal dalam melenggak-lenggokkan motornya di tengah banyaknya kendaraan di jalan yang sedang sibuk ini. Mereka tau hari ini hari Sabtu, maka dari itu mereka sengaja bolos, ya, berhubung sekolah mereka sudah memakai sistem full day, jadi hari Sabtu sama saja seperti Minggu bisa bebas masuk ataupun tidak.

Beberapa menit setelah melewati banyak sekali mobil, sekali-kali juga truk yang seakan-akan menguasai jalan raya yang tengah dihadapi Ranti. Akhirnya mereka sampai di sebuah warung Tegal atau warteg, dan dengan gesit Trisna turun.

Tapi sebelum turun, Ranti sempat berkata, "Eh Tris? Itu kan yang pernah lo lawan, ya?" ujarnya, menunjuk dengan dagu dan matanya. "Ohh iya Raiden!" ujarnya lagi.

Trisna mengikuti arah mata Ranti, kemudian ia tersadar. "Ya Allah!" ucapnya terkejut namun pelan. "Ya udah, gue masuk aja ya!" ujarnya cepat lalu ngacir masuk ke dalam warteg.

"Bu, beli nasi uduk ya," ucap Trisna tergesa-gesa sambil menyerahkan uang pecahan Rp 50.000,- yang membuat ibu-ibu penjual kebingungan.

Kening ibu itu berkerut, "Beli berapa, Dik? Ikannya apa?" ujarnya iku tergesa-gesa.

Trisna menepuk wajahnya dan semakin kebingungan, terlebih disaat ia melihat batang hidung Raiden muncul dan menangkap tatapan mata Trisna yang sejak tadi tidak mampu mengalihkan pandangannya dari pintu.

"Wahh ketemu di sini!" ucap Raiden secara tiba-tiba sambil menepuk bahu Trisna yang sudah gemetaran sejak tadi. "Gimana udah selesai?"

Trisna menggeleng, "Udah." jawabnya dengan nada gentar karena sebenarnya belum ia selesaikan.

Sejak malam itu, ketika pertama kali Baron datang kerumahnya. Ia masih baru mengerjakan 3 not balok full dari 3 lagu yang belum ada setengah dari list yang diberikan oleh Raiden.

Seminggu ini ia disibukkan dengan berbagai kegiatan. Mulai dari les, menemani Ranti mencari inspirasi untuk cover bukunya nanti, juga membantu mamanya membuat kue untuk para pelanggan yang akhir-akhir ini banyak memesan pada mamanya.

Raiden mengangguk, "Oke! Ntar Baron gue suruh jemput." Setelah mengucapkan itu, ia tersenyum simpul meski disalah artikan menjadi senyuman sinis oleh Trisna.

Raiden pergi, melewati Trisna yang mati-matian menutupi kegugupannya untuk kemudian nongkrong di belakang warung. Dan, setelah urusan nasi uduk selesai akhirnya ia keluar dengan napas pendek-pendek menemui Ranti yang sibuk dengan ponselnya.

"Lo kenapa, Tris?" ujar Ranti setelah mengangkat wajahnya dan menatap Trisna dengan mimik penuh tanda tanya.

Trisna menggeleng, mengusap wajah yang penuh keringat dingin akibat ketakutan setengah mati. "Gak apa kok. Yuk cepetan!" ucapnya sambil naik ke atas motor.

Tanpa menjawab apa-apa lagi, Ranti langsung menstater motornya dan kembali mengemudi.

Di belakangnya, Trisna masih gugup, ia masih tegang dengan kejadian yang baru saja terjadi padanya. Bukan karena takut pada Raiden, tapi lebih karena takut ditagih sementara ia sendiri belum menyelesaikan tugas dari Raiden.

—————

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro