9. Comeback

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


—————


Sejak saat itu, Raiden sering menyalahkan informan tak resminya alias Baron Safirdan karena informasi dan berita yang dibawanya terkadang tidak selaras dengan desas-desus di sekitar.

"Makanya, Den, nyari berita kalo mau aktual. Ya, nyari sendiri!" ujar Baron membela diri karena rasa kesal sudah menumpuk di ubun-ubunnya.

Tak heran, beberapa hari ini wajah Raiden benar-benar seperti wajah drakula jelma kelelawar atau zombie dari mimpi-mimpi buruk Trisna.

Raiden dengan mudah membalasnya dengan hanya menatap mata Baron. Tepat pada kedua matanya. Membuat nyali yang tadi sudah dibusungkan tiba-tiba menguap entah kemana. Cara yang sudah jarang mempan, tapi masih saja dipakai oleh Raiden. Dan mempan pada Baron.

Sambil memalingkan wajah, "Ya, gue salah. Emang gue yang salah. Selalu." Dalam sekali tarikan napas, Baron mengatakan kalimatnya dengan gemetar dan sedikit gentar. Lalu pergi meninggalkan Raiden yang masih terdiam di bangku kantin.

Skip

"Nah loh, Tris?" tanya Sarah mengejutkan Trisna juga Ranti, sekalipun ia tak dipanggil.

Trisna hanya menoleh, ia masih sibuk dengan ponselnya. Diutus Ranti supaya merevisi beberapa bagian untuk calon novel yang bakal diberikan ke penerbit minggu-minggu ini.

"Ini kan Kak Jeka?" tanyanya lagi kali ini sambil menyodorkan ponselnya yang kelewat lebar itu pada Trisna dan Ranti.

Ranti sedikit menukikkan alisnya, memorinya seakan lalai karena terlalu sibuk menulis, riset dan sebaliknya. Tapi Trisna tak butuh pemicu apapun. Ia sudah tau siapa itu Jeka dan yang berfoto dengannya

"Iya, Tris. Itu juga Sendra, 'kan?" kali ini giliran Ranti yang memastikan seseorang yang berpose thumb up dengan kacamata terletak rapi di tulang hidungnya yang lumayan mancung itu.

Trisna mengangguk, matanya mungkin tak membeliak seperti Sarah, atau terdiam untuk berpikir sebentar seperti Ranti. Tapi, setengah dari nyawanya seolah lepas dari tempatnya saat melihat foto itu.

"Iya. Sendra." Singkat namun menyiratkan makna dan rasa tersembunyi yang tak semua orang tau.

Skip

Hari demi hari berlalu, tak sekali pun terbersit di pikiran Trisna akan melihat wajah Sendra. Lagi.

Ia pikir, masanya untuk Sendra sudah habis, sudah tenggelam oleh waktu yang berputar sedemikian cepat. Hingga tak ada yang merasa jika waktu terus tergerus.

"Tris!" suara panggilan Sarah membangunkan jiwanya, "lo kenapa bengong?" sambungnya setelah Trisna tersadar dan menoleh padanya.

Hanya sebuah senyum singkat yang terlukis. Seolah tak peduli pada apapun, Trisna pamit sebentar pada kedua karibnya untuk keluar. Mungkin mencuci muka bisa sedikit menyadarkan apa yang telah lewat di benaknya tadi.

Namun, sebelum sepatunya menginjak lantai licin toilet, seseorang sudah memanggil namanya. Trisna bergeming, gairah untuk hidup seakan tersedot keluar dari tubuhnya sejak tercenung tadi.

"Trisna," untuk pertama kalinya Trisna tau bahwa memanggil bisa dengan cara berbisik. Senyum manis dan ayem ala Trisna pun muncul.

Seketika, yang memanggil pun merasa terhibur dan ikut tersenyum. "Gitu dong, Tris! Oh, lo mau ke toilet ya?" Raiden menunjuk toilet beberapa meter di depan mereka.

Trisna mengangguk sambil melihat ke arah telunjuk Raiden, dan kembali ke wajah Raiden. Lantas menggeleng. "Gak jadi." Dan mendadak gairah untuk hidupnya muncul lagi.

Alis Raiden terangkat satu, tingkah labil cewek ini tak seperti biasanya.

Sadar akan sesuatu.

"Gak kok, Tris! Gak bakalan!" ujarnya spontan sambil menggerakan kedua tangannya, wajahnya pun tiba-tiba seperti dikejar hantu. Sangat ketakutan.

Trisna ingin menepuk kening saat sadar pada respon Raiden terhadap sikapnya tadi. Namun, ia mengurungkan niatnya. Lebih baik ngelurusin keadaan deh kayanya.

"Gak kok, Den. Gue gak jadi ke toilet bukan karena takut lo aneh-aneh, kok," terang Trisna diikuti senyum tipis akibat tingkah laku Raiden.

Raiden terperangah. Lantas mengangguk-angguk, baru ngeh sepertinya.

"Sial lo, Tris! Gue kira, gara-gara gue lo jadi takut!" ungkap Raiden sambil tertawa-tawa memegangi perut.

Trisna tertawa. Satu lantai mungkin dipenuhi oleh tawa mereka selama beberapa detik. Sampai-sampai tak ada yang sadar dengan kedatangan seseorang.

"Trisa?" panggil seseorang, seolah menyusup ke dalam atmosfer menyenangkan Trisna dan Raiden.

Trisna langsung terdiam—sehabis tertawa gembira—lantas menoleh ke samping. Tempat si pemanggil "Trisa" barusan.

Mulutnya terbuka perlahan, embusan napasnya keluar runtut, selarik dengan rasa yang tak mampu dikendalikannya sejak pagi tadi.

Trisna diam beberapa saat, seolah lupa bahwa di sana ialah yang tengah ditunggu responsnya.

————

Aiaiai :v
Gimana? Penasaran ga?
Doain semoga saya konsisten ya :)
Segitu aja deh /speechless :v/

Dahhh :* <3<3

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro