Bertemu Anona

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Sita bersiap-siap untuk jalan-jalan pagi.  Ya,  pagi ini dia ingin sekali mengelilingi desa dan bertemu dengan Anona.  Sita sangat penasaran dengan gadis itu.  Sita pun keluar dari rumah.  Papa dan Mama sudah berangkat kerja.  Gadis itu terus berjalan dan berhenti saat berada di depan rumah Anona.  Sita mengetuk pintu. Tak ada jawaban.

"Kok nggak ada yang bukain pintu?  Apa aku salah rumah,  ya?" Sita membalikkan badan. 

Terdengar suara pintu terbuka dari dalam rumah.  Mengetahui itu,  Sita menengok.

"Cari siapa,  Nak?" tanya seorang nenek kira-kira berusia tujuh puluh tahunan, memakai daster panjang motif batik.

Sita tersenyum ramah.  "Halo,  Nenek, " ucapnya.  "Saya mau ketemu Anona."

Nenek itu mengangguk ramah,  lalu melambaikan tangan.  "Halo,  Nak.  Namamu siapa?  Nenek adalah neneknya Anona," jawabnya.  "Masuklah,  sebentar lagi Anona akan datang,  dia sedang keluar sebentar."

Sita menganggukkan kepala dan masuk ke dalam rumah itu.  Nuansa rumah itu sangat khas berciri khas bangunan jawa tempo dulu.  Sita sangat tertarik melihat isi rumah Anna yang sangat eksotis.  Rumah itu berbeda dari rumah kebanyakan di sekitarnya.  Rumah  di sekitar bernuansa modern,  sedangkan rumah Anona nuansa joglo.

"Silakan duduk,  Nak, " ucap Nenek.

Sita sedikit membungkukkan badan,  lalu duduk di sofa. Tak berselang lama,  Nenek membawakan segelas gelas berisikan air putih. 

"Silakan diminum,  Nak, " ucap Nenek.

Sita mengangguk dan menegak air itu. 

Suara ketukan pintu terdengar. Segera,  Nenek membuka pintu,  yang ternyata adalah Anona.

"Cu, ada temanmu yang mencarimu, " ucap Nenek. 

Anona mengernyitkan dahi.  Karena penasaran,  gadis itu segera mendongakkan kepala.  Betapa senangnya Anona saat mengetahui tamu yang dimaksud neneknya adalah Sita.

"Hai, " sapa Anona,  menghampiri Sita yang tengah terdiam.

"Hai,  Anona, " jawab Sita.  Senyumnya memperlihatkan kedua lesung pipitnya.  "Darimana saja kamu,  aku sudah menunggumu."

Anona tertawa.  Dia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.  "Tadi aku bertemu dengan kekasihku,  Sita."

Sita berdehem. "Cie ... yang ada kekasih."

Raut wajah Anona tersipu malu. Dia menabok lengan Sita.  "Jangan berbicara seperti itu,  Sita,  aku malu."

Sita mengangguk mengerti.  "Ayo, Anona,  kita berjalan-jalan keliling desa, " ucapnya.  "Aku sengaja kemari untuk mengajakmu."

Anona mengangguk antusias.  Anona dan Sita berpamitan pada nenek dan berlalu untuk mengelilingi desa.

"Wah ... desa ini masih sangat asri, ya, " ungkap Sita.  Dia begitu takjub saat melihat pemandangan desa yang masih banyak pepohonan.  Ya,  beda sekali suasana antara di desa ini dan tempat tinggalnya dulu,  yang sudah penuh kemacetan.

"Iya,  dong, " jawab Anona. Anona menunjuk sebuah rumah kecil berukuran 5x5. Rumah itu bercat warna-warni.  Di tembok terdapat gambar beberapa boneka.

"Itu rumah siapa,  Anona?" tanya Sita,  penasaran.  Meskipun tampak bagus,  rumah itu tampak menyeramkan.  Sita memegangi tengkuknya.

Anona menarik tangan Sita ke rumah tersebut.  " Ini rumah kosong,  kok, " jawabnya.  "Ayo, kita main di sini."

Sita menelan ludah.  Dia benar-benar merasa tidak nyaman diajak Anona ke  rumah itu.

"Anon,  kita pergi dari sini saja,  ya?" Sita membalikkan badan sembari menarik lengan Anona menjauh dari rumah itu.

Anona tampak kesal.  "Sita,  kamu kenapa?" Ada nada tinggi di setiap perkataan Anona.

"Maaf,  Anon ...." Sita tampak ketakutan.  Keringatnya mulai berjatuhan.  Dia sedikit melirik ke rumah itu.  Sungguh,  aura rumah itu sangat menakutkan.

"Ya sudah,  kalau kamu nggak mau main ke sini, Sita, " jawab Anona.  Anona tersenyum.  Mungkin,  temannya itu belum terbiasa dengan rumah kosong itu.  Gadis itu berusaha memahami Sita. 

"Kita main ke tempat lain saja, " ajak Sita.

Anona mengangguk.  Mereka kembali berjalan mengelilingi desa.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro